Memenuhi Perjanjian Suci
Pada bagian yang kita sudah membicarakan tentang kewajiban menepati janji secara umum, terutama perjanjian yang dibuat antar sesama manusia. Pada bagian ini kita akan mendiskusikan bersama-sama tentang kewajiban memenuhi perjanjian suci antara manusia dengan Tuhannya.
Perjanjian suci antara manusia dengan Tuhannya terjadi pada saat manusia mengucapkan atau mengikrarkan dua kalimah syahadat اشهد ان لااله الاالله واشهد ان محمد رسول الله (saya bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah).
Ikrar bahwa tiada Tuhan selain Allah, meskipun pada awalnya hanya diucapkan dengan lisan, tetapi dengan ucapannya itu, kita dituntut untuk menyesuaikan segala sikap, tindakan dan perilaku kita agar sesuai dengan makna dan hakikat لااله الاالله (tiada Tuhan selain Allah). Kalimat yang menafikan segala ilah selain Allah tersebut, yang biasa disebut dengan kalimah “tahlil” merupakan komitmen tauhid kita, yang hanya mengakui bahwa Allah-lah Tuhan Yang Maha Esa, sebagai satu-satunya Zat Pencipta, Pemelihara, dan yang harus kita sembah. Dialah Al-Khaliq yang menciptakan semua makhluk di jagat raya ini.
Segala tindakan kita yang menyalahi tauhid, yang biasa disebut dengan syirk, berarti pengingkaran perjanjian suci yang telah kita buat. Pengingkaran terhadap perjanjian suci inilah, yang dalam ajaran Islam ditetapkan sebagai dosa yang paling besar, yang bahkan tidak akan pernah mendapat ampunan dari Allah SWT.
ان الله لايغفر ان يشرك به ويغفر مادون ذلك لمن يشاء ومن يشرك بالله فقد افترى اثما عظيما
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu bagi orang yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar". (Q.S. An-Nisa : 48).
Kalau pada kenyataannya umat Islam banyak sekali yang terjerumus ke dalam kemusyrikan, yang oleh karenanya banyak pula manusia yang mengingkari perjanjian sucinya dengan Allah swt; maka menjadi tugas kita bersama untuk menyedarkan dan mengembalikan mereka ke jalan tauhid.
Batasan-batasan tauhid sudah jelas dan tegas. Meyakini bahwa tiada Tuhan selain Allah; mempercayai bahwa Dialah Zat Pencipta dan Pemelihara alam seisinya; mengakui bahwa Dialah satu-satunya Zat yang berhak dan wajib disembah; penyerahan total diri kita hanya kepada-Nya; serta menafikan segala ilah selain-Nya, adalah beberapa batasan tauhid. Karena batasan-batasan tauhid sudah begitu jelas, maka tidak ada alasan apapun untuk melanggarnya. Sekecil apapun pelanggaran terhadap batasan-batasan itu akan menyebabkan kita terjatuh pada dosa syirk.
Konsekuensi lain dari ikrar perjanjian kita dengan Allah swt adalah tuntutan untuk melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala cegahan dan larangan-Nya. Dengan kata lain kita harus bertakwa kepadanya, karena hakikat takwa adalah melaksanakan segala perintah-Nya dan menjauhi segala cegahan dan larangan-Nya. Menjadi seorang yang bertauhid (muwahhid) berarti pula harus menjadi orang yang bertakwa (muttaqi). Seorang muwahhid tidak akan mencapai tingkat kesempurnaan kecuali dia juga menjadi manusia yang bertakwa.
Jadi, kalau tauhid lebih banyak tertanam dalam kalbu dan keyakinan kita, yang oleh karenanya lebih bersifat abstrak; maka takwa merupakan relaisasi dan konkretitatsi dari tauhid itu. Sebagai relaisasi dan konkretisasi dari tauhid, takwa memiliki fungsi-fusngi yang amat penting dalam kehidupan seorang muslim, yaitu :
Pertama, sebagai bekal kehidupan baik di dunia maupun di akhirat. Firman Allah swt:
وتزودوا فان خيرالزاد التقوى واتقون ياولى الالباب
“Dan berbekallah kalian, maka sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku wahai orang-orang yang berakal” (Q.S. Al-Baqarah : 197)
Kedua, sebagai pakaian batin manusia. Firman Allah swt:
يبنى ادم قد انزلنا عليكم لباسا يوارى سوءتكم وريشا ولباس التقوى ذلك خير
“Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa itulah yang paling baik...” (Q.S. Al-A’raf : 26).
Ketiga, orang yang bertakwa akan selalu memperoleh jalan keluar dari segala kesempitan, segala kesulitan akan dimudahkan, serta akan dianugerahi rizki secara tidak terduga. Firman Allah swt:
... ومن يتق الله يجعل له مخرجا ويرزقه من حيث لايحتسب ... ومن يتق الله يجعل له من امره يسرا
“... Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah, maka (Allah) akan menjadikan baginya jalan keluar (dari segala kesempitan) dan (Allah) akan memberikan rizki secara tidak terduga ... dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah, maka (Allah) akan menjadikan segala urusannya menjadi mudah” (Q.S. Ath-Thalaq : 2-4).
Keempat, derajat orang yang bertakwa akan selalu ditinggikan, sehingga tiada yang bisa membedakan derajat manusia kecuali berdasarkan nilai takwanya. Firman Allah swt:
ان اكرمكم عند الله اتقكم
“Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah adalah orang yang paling takwa” (Q.S. An-Nisa : 31).
Kelima, orang yang bertakwa akan selalu dapat membedakan antara yang baik dan yang buruk, antara yang sah dan yang batil, antara yang halal dan yang haram; karena orang yang bertakwa akan mendapat anugerah kemampuan membedakan (furqân). Firman Allah swt:
ان تتقوا الله يجعل لكم فرقانا
“Jika kalian bertakwa kepada Allah, maka (Allah) akan menjadikan kalian orang-orang yang mampu membedakan” (Q.S. Al-Anfal : 29)
Dari penjelasan di atas dapatlah dikatakan bahwa memenuhi perjanjian suci antara manusia dengan Tuhannya pada dasarnya melaksanakan seluruh titah Allah dan menjauhi segala larangannya. Dengan kata lain, perjanjian yang telah kita buat dengan Tuhan hanya akan benar-benar terpenuhi jika kita dapat menjadi muwahhid, muttaqi dan melaksanakan ajaran Islam secara kaffah.
Apabila semua manusia, khususnya umat Islam secara konsisten memenuhi perjanjian dengan Tuhannya, maka akan terciptalah kedamaian dan kemaslahatan di seluruh belahan bumi, sebagaimana fungsi Islam sebagai rahmat bagi sekalian alam (rahmat li al-alamin).
Berbagai derita dan nestapa yang terjadi di berbagai belahan dunia, terlebih di negeri-negeri yang mayoritas penduduknya umat Islam, tiada lain adalah karena banyaknya manusia yang inkar terhadap perjanjian suci yang telah dibuatnya.
Mengakhiri tulisan ini, penulis ingin mengajak kepada kita semua, hendaknya kita berhati-hati dalam menjaga dan memelihara keyakinan dan tauhid kita. Jangan sampai kita mengorbankan amal-ibadah yang telah kita lakukan karena melakukan dosa syirk, baik karena disengaja atau tidak disengaja. Penulis merasa sangat prihatin melihat perkembangan masyarakat kita akhir-akhir ini. Hampir setiap hari kita disuguhi iklan-iklan yang menurut penulis mengandung unsur kemusyrikan. Seolah-olah paranormal dan dukun telah menjadi kebutuhan masyarakat kita. Tentu saja iklan-iklan yang menawarkan jenis pengobatan alternatif atau memperindah penampilan bahkan menambah kekuatan dapat kita terima, sejauh iklan-iklan tersebut tidak mengandung unsur kemusyrikan.
Yang lebih mengkhawatirkan lagi, kepercayaan terhadap hal-hal yang mengandung unsur kemusyrikan tidak hanya ada pada masyarakat yang awam, tetapi juga masyarakat yang tingkat rasionalitasnya sudah relatif baik.
Mudah-mudahan kita semua terhindar dari segala ucapan, sikap, perilaku dan tindakan yang menjurus pada kemusyrikan.
Monday, July 2, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment