Monday, July 2, 2007

Madrasah Nubuwwah

Pendahuluan
Dalam pandangan Islam, seorang anak yang baru dilahirkan berada dalam ‎keadaan suci-bersih (fitrah). Tidak ada noda dan dosa yang melekat di dalamnya. Dia ‎akan menjadi orang baik atau jahat, pandai atau bodoh, shalih atau durhaka sangat ‎tergantung kepada orang tua, keluarga dan lingkungannya, baik lingkungan sekolah ‎maupun lingkungan sosialnya.‎
كل مولود يولد على الفطرة فابواه يهودانه اوينصرانه اويمجسانه
Sejak seorang anak dilahirkan hingga mencapai usia remaja, dia akan mengalami ‎masa-masa perkembangan yang sangat penting, baik perkembangan fisik, perkembangan ‎mental, kepribadian maupun perkembangan pengalaman keagamaan. Pada masa-masa ‎itulah, pengetahuan cognitive anak akan sangat berpengaruh dan menentukan ‎perkembangan sikap (afektif) dan perilaku (psikomotorik) di masa-masa selanjutnya.‎
Itulah sebabnya pendidikan dipandang dan diyakini sangat penting untuk ‎membimbing, mengarahkan dan melatih anak, agar persepsi-kognitif sang anak dapat ‎dikembangkan ke arah yang positif, tanpa mengganggu dan mengurangi kebutuhannya ‎untuk bermain dan bersenda gurau.‎
Tentu saja pendidikan yang dimaksud di sini tidak hanya pendidikan sekolah, ‎melainkan juga pendidikan di lingkungan keluarga, pendidikan luar sekolah seperti ‎Madrasah Diniyah, Pondok Pesantren dan lain sebagainya. ‎
Panorama Pendidikan Islam
Sebelum dibicarakan mengenai panorama pendidikan Islam, akan dibahas ‎terlebih dahulu mengenai beberapa panorama pendidikan yang kita ketahui. Selama ini ‎kita mengenal beberapa "panorama" pendidikan. Panorama-panorama pendidikan ini ‎tentu saja memiliki implikasi yang luas terhadap berbagai dimensi pendidikan. ‎
Pertama, mendidik diartikan sebagai upaya mengatur tingkah laku terdidik secara ‎sepihak. Pendidik pula yang menentukan apa yang harus dilakukan terdidik, sehingga ‎kalau berhasil, terdidik sekedar menjadi duplikasi si pendidik. Ia selalu berada dalam ‎bayang-bayang si pendidik, tidak berkemauan, tanpa inisiatif dan tidak bertanggung ‎jawab.‎
Mendidik dalam arti tingkah laku, dipandang sebagai kegiatan pembiasaan dan ‎reinforcement, teguran, pengulangan, dan ganjaran. Sasarannya hanya sampai kepada ‎mengubah tingkah laku dalam arti molekuler, terbatas pada apa yang dapat dilihat dan ‎diraba. Pribadi seperti itulah yang merupakan hasil bentukan pola kerja stimulus-respon ‎dari kaum behavioris. ‎
Kedua, yang berlawanan dengan pandangan ini mengatakan, bahwa pendidikan ‎sepenuhnya harus berpusat pada terdidik. Si terdidik dipandang sebagai tolok ukur ‎penentu arah tingkah laku, sehingga arah itu sendiri menjadi kabur. Pendidik sekedar ‎penggerak dan penghidup mesin, sedang kemudinya diserahkan kepada terdidik
Ketiga, panorama lain memandang, bahwa pendidik perlu memperhatikan ‎aktifitas si terdidik di samping pendidik harus mengarahkan si terdidik. Ini berarti bahwa ‎tindakan pendidikan merupakan tindakan yang bipolar. Pendidikan seperti ini sering ‎menempatkan pendidik pada posisi yang sulit, karena dia harus memperhitungkan ‎seberapa jauh ia memberi kesempatan kepada terdidik, dan seberapa jauh pula ia harus ‎memberikan arahan dan bimbingan.‎
Keempat, adapula yang melaksanakan pendidikan berdasarkan impuls yang ‎muncul secara insidental pada si pendidik, sehingga pola maupun arah pendidikan tidak ‎menunjukkan suatu garis yang lurus, dan tidak jelas pula ke mana mau menuju. ‎Pandangan seperti ini mempercayakan perbuatan pendidikan pada gejolak hati dan intuisi ‎yang sulit diperhitungkan dan diperkirakan, kapan akan tiba dan bagaimana corak dan ‎arahnya.‎
Kelima, tindakan pendidikan semata-mata di dasarkan kepada situasi sosial yang ‎di batasi oleh kesementaraan ruang dan waktu. Segala nilai di gali dari kekinian dan "di ‎sini" semata-mata, sehingga nilai itupun bernilai nisbi belaka. ‎
Lalu bagaimanakah panorama pendidikan islam? Pendidikan islam, mengakui dan ‎bahkan menekankan kemampuan manusia untuk bertanggung jawab. Ia bertopang pada ‎kejelasan norma, memiliki garis lurus yang membimbing pemikiran dan tindakan ‎pendidikan, yang oleh karenanya dapat diketahui dasar, tujuan, dan garis ‎pembimbingnya. Dengan model pendidikan seperti inilah dapat di bangun manusia yang ‎utuh (kaffah) yaitu manusia yang memiliki kesatuan niat, ucap, pikir, prilaku dan tujuan, ‎yang direalisasikan dalam kehidupan bermasyarakat.‎
Tujuan pendidikan Islam yang paling pokok adalah: ‎
‎1. Taqwimunnufus, yaitu menegakkan jiwa agar tidak terombang-ambing. ‎
‎2. Tahdzibussuluk, yaitu membersihkan perjalanan hidup dan kehidupan.‎
‎3. Tajwidul akhlaq, yaitu memperindah akhlak dan budi pekerti.‎
‎4. Merancang bangun pribadi muslim agar menjadi keluarga ummat yang salih. ‎
‎5. Pembinaan keterampilan tangan.‎
Keberhasilan kelima tujuan pendidikan Islam tersebut pada akhirnya akan meng-‎hasilkan ‎خير امة اخرجت للناس‎ (ummat yang terbaik yang dikeluarkan kepada manusia), ‎sehingga mampu berperan sebagai : ‎
* Petunjuk kepada jalan Allah ‎
* Pemimpin dalam kehidupan
* Mengerti bahwa islam adalah agama yang up to date dan ilmiah, bukan agama filsafat ‎yang berdasarkan penalaran yang kosong dari tuntunan wahyu ‎
* Mampu menjadi tauladan bagi anak-anaknya dan generasi penerusnya
* Menampilkan diri sebagai pembuat dan pelaksana garis kebijakan hidup dan ‎kehidupan ‎
* Mampu menyingkapkan tabir diri ‎
* Memiliki pegangan dan nilai hidup yang bersih dan lurus ‎
Untuk mencapai tujuan di atas itu, seorang anak perlu dibekali dengan nilai-nilai ‎keislaman, ilmu pengetahuan dan keterampilan. Upaya pembekalan ini sedapat mungkin ‎dilakukan sejak anak berusia dini. Pembekalan ilmu dan keterampilan dapat dilakukan ‎dengan mengambil sumber ilmu pengetahuan dan teknologi, baik yang berasal dari ‎tradisi ilmu pengetahuan islam maupun yang berasal dari ilmu pengetahuan "umum". ‎Karena, tradisi keilmuan dan kebudayaan islam sangat kaya, sebagaimana dikemukakan ‎oleh Sayyid Quthub dalam bukunya ‎المستقبل لهذاالدين‎ (masa depan untuk islam) : ‎
والحق ان الدين ليس بديلا من العلم والحضارة ولا عدوا للعلم والحضارة انما ‏هو اطار للعلم والحضارة ومحور للعلم والحضارة ومنهج للعلم والحضارة فى ‏حدود اطاره ومحوره الذى يحكم كل شؤن الحياة
‎"Yang benar, bahwasanya agama (Islam) bukan pengganti ilmu dan kebudayaan bahkan ‎bukan pula musuh ilmu dan kebudayaan. Padahal dinul islam merupakan bingkai ilmu ‎dan kebudayaan dan poros/sumbu untuk ilmu dan kebudayaan, begitu pula sebagai ‎metoda bagi ilmu dan kebudayaan dan membatasi bingkai dan poros yang mampu ‎memberi hukum (peraturan) bagi segala masalah kehidupan". ‎
Konsepsi Islam Tentang Guru Pendidikan Anak
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disebutkan beberapa sifat dan sikap ‎seorang guru pendidikan anak yang dalam bahasa arab dikenal dengan murabby. ‎
Pertama, seorang murabby, dalam menghadapi anak selayaknya memiliki sifat ‎dan sikap keibuan dan kebapakan. ‎
كن مربيا بعد ما كنت ابا او اما
‎"Jadilah pendidik setelah anda mengalami kedudukan sebagai ayah atau ibu"‎
Kedua, memiliki pengetahuan mengenai manhaj Ilahy yang bersumber pada al-‎Kitab dan as-Sunnah. Karena, manhaj Ilahy bertujuan untuk membangun peserta didik ‎menjadi ‎شخصية طيبة‎ (pribadi suci) sejak dini, sejak kanak-kanak untuk melahirkan ‎عائلة ‏طيبة‎ (keluarga suci), dan akhirnya ‎قرية طيبة‎ (kampung suci) yang menuju ‎بلدة طيبة‎ (negeri ‎yang suci) disertai ‎ورب غفور‎ (penuh dengan ampun Ilahy).‎
Untuk membentuk pribadi yang suci maka perlu ditanamkan kalimah thayyibah ‎‎(kata yang sarwa suci), sebagaimana firman Allah:‎
الم ترى كيف ضرب الله مثلا كلمة طيبة كشجرة طيبة اصلها ثابت وفرعها فى ‏السماء تؤتى اكلها كل حين باذن ربها
‎"Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat ‎yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, ‎pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya "(Q.S. ‎Ibrahim : 24-25) .‎
Syaikhul Islam Al-Imam Ibnu Taimiyyah berkata: ‎
الكلمة اصل العقيدة فالاعتقاد هو الكلمة التى يعتقدها المرء واطيب الكلام ‏والعقائد كلمة التوحيد واعتقاد ان لااله الاالله ‏
‎"Kata (yang paling) utama adalah asal akidah, maka i'tikad ialah kata utama yang ‎menjadi pokok akidah seseorang. Dan kalimat serta aqa'id yang paling suci ialah ‎kalimat tauhid, yaitu ‎لااله الاالله‏‎ (tiada Tuhan kecuali Allah)".‎
Ketiga, menanamkan pengertian bahwa Allah-lah yang menciptakan manusia dan ‎segala makhluk yang lainnya. Sebagai ciptaan Allah, jasad manusia tidak terpisah dari ‎ruh, dan akal tidak terpisah dari jasad dan ruh. Konsep inilah yang melandasi pendidikan ‎yang bersifat kaffah, dalam arti antara kebutuhan fisik, kebutuhan ruhani dan kebutuhan ‎intelektualnya seimbang. ‎
Keempat, menggali dan mengembangkan konsep-konsep qur'aniyah sehingga ‎dapat ditemukan petunujuk-petunjuk bagi manusia, termasuk bagi pengembangan ilmu ‎pengetahuan itu sendiri. Dari ayat pertama yang di turunkan yaitu : ‎
اقرأ باسم ربك الذى خلق*خلق الانسان من علق*اقرأ وربك الاكرم*الذى علم ‏بالقلم*علم الانسان مالم يعلم
‎"Bacalah, dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan ‎manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang paling pemurah, yang ‎mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa ‎yang tidak diketahuinya". (Q.S. al-'Alaq : 1-5)‎
Dari ayat tersebut jelas sekali menunjukkan bahwa Islam sangat mendorong ‎manusia untuk menggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan, baik dengan melalui ‎membaca, menulis maupun penelitian.‎
Kelima, kedudukan ilmu dalam Islam adalah untuk hidup seluruhnya dan untuk ‎berkhidmat kepada kemandirian segalanya, bukan sekedar timbunan dan serba rahasia, ‎tetapi untuk disalurkan lagi buahnya, sehingga mereka merasa berbahagia dengan ‎membekasnya ilmu untuk menghubungkannya kepada Allah, dalam kedudukan orang-‎orang yang mempunyai ilmu hidayah dan ilmu atsar.‎
Keenam, membaca adalah tangga pertama dari titian ma'rifat, dan alatnya adalah ‎pena, tinta, kertas dan lain-lain.‎
Ketujuh, tujuan ilmu dan risalahnya harus atas nama Murabby Yang Agung, ‎Yang Maha Pencipta dan Maha Pemberi Ilmu, bukan atas nama haiah jama'ah, negeri, ‎berhala, dan golongan, sebab semuanya karena manusia, bukan karena Allah.‎
Rasulullah bersabda :‎
‎"Barangsiapa yang mencari ilmu karena hanya untuk kecongkakan ulama dan keren-‎dahan orang-orang bodoh, maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka". (HR. ‎Tirmidzi). ‎
Penutup
Menjadi guru atau murabby di Taman Kanak-kanak atau Raudlatul Athfal ‎bukanlah sesuatu yang mudah dan ringan. Karena ia tidak hanya dituntut untuk memiliki ‎berbagai pengetahuan dan keterampilan dalam menghadapi dan mendidik anak-anak ‎kecil, tetapi juga dituntut tanggung jawab yang cukup berat.‎
Maka sudah saatnyalah para guru di Taman Kanak-kanak mendapat penghargaan ‎yang setinggi-tingginya, mengingat di tangan merekalah anak-anak kita, secara dini ‎dibekali, dilatih dan dirangsang pertumbuhannya, baik fisik, mental maupun ruhaninya.‎

No comments: