Pendahuluan
Dalam pandangan Islam, seorang anak yang baru dilahirkan berada dalam keadaan suci-bersih (fitrah). Tidak ada noda dan dosa yang melekat di dalamnya. Dia akan menjadi orang baik atau jahat, pandai atau bodoh, shalih atau durhaka sangat tergantung kepada orang tua, keluarga dan lingkungannya, baik lingkungan sekolah maupun lingkungan sosialnya.
كل مولود يولد على الفطرة فابواه يهودانه اوينصرانه اويمجسانه
Sejak seorang anak dilahirkan hingga mencapai usia remaja, dia akan mengalami masa-masa perkembangan yang sangat penting, baik perkembangan fisik, perkembangan mental, kepribadian maupun perkembangan pengalaman keagamaan. Pada masa-masa itulah, pengetahuan cognitive anak akan sangat berpengaruh dan menentukan perkembangan sikap (afektif) dan perilaku (psikomotorik) di masa-masa selanjutnya.
Itulah sebabnya pendidikan dipandang dan diyakini sangat penting untuk membimbing, mengarahkan dan melatih anak, agar persepsi-kognitif sang anak dapat dikembangkan ke arah yang positif, tanpa mengganggu dan mengurangi kebutuhannya untuk bermain dan bersenda gurau.
Tentu saja pendidikan yang dimaksud di sini tidak hanya pendidikan sekolah, melainkan juga pendidikan di lingkungan keluarga, pendidikan luar sekolah seperti Madrasah Diniyah, Pondok Pesantren dan lain sebagainya.
Panorama Pendidikan Islam
Sebelum dibicarakan mengenai panorama pendidikan Islam, akan dibahas terlebih dahulu mengenai beberapa panorama pendidikan yang kita ketahui. Selama ini kita mengenal beberapa "panorama" pendidikan. Panorama-panorama pendidikan ini tentu saja memiliki implikasi yang luas terhadap berbagai dimensi pendidikan.
Pertama, mendidik diartikan sebagai upaya mengatur tingkah laku terdidik secara sepihak. Pendidik pula yang menentukan apa yang harus dilakukan terdidik, sehingga kalau berhasil, terdidik sekedar menjadi duplikasi si pendidik. Ia selalu berada dalam bayang-bayang si pendidik, tidak berkemauan, tanpa inisiatif dan tidak bertanggung jawab.
Mendidik dalam arti tingkah laku, dipandang sebagai kegiatan pembiasaan dan reinforcement, teguran, pengulangan, dan ganjaran. Sasarannya hanya sampai kepada mengubah tingkah laku dalam arti molekuler, terbatas pada apa yang dapat dilihat dan diraba. Pribadi seperti itulah yang merupakan hasil bentukan pola kerja stimulus-respon dari kaum behavioris.
Kedua, yang berlawanan dengan pandangan ini mengatakan, bahwa pendidikan sepenuhnya harus berpusat pada terdidik. Si terdidik dipandang sebagai tolok ukur penentu arah tingkah laku, sehingga arah itu sendiri menjadi kabur. Pendidik sekedar penggerak dan penghidup mesin, sedang kemudinya diserahkan kepada terdidik
Ketiga, panorama lain memandang, bahwa pendidik perlu memperhatikan aktifitas si terdidik di samping pendidik harus mengarahkan si terdidik. Ini berarti bahwa tindakan pendidikan merupakan tindakan yang bipolar. Pendidikan seperti ini sering menempatkan pendidik pada posisi yang sulit, karena dia harus memperhitungkan seberapa jauh ia memberi kesempatan kepada terdidik, dan seberapa jauh pula ia harus memberikan arahan dan bimbingan.
Keempat, adapula yang melaksanakan pendidikan berdasarkan impuls yang muncul secara insidental pada si pendidik, sehingga pola maupun arah pendidikan tidak menunjukkan suatu garis yang lurus, dan tidak jelas pula ke mana mau menuju. Pandangan seperti ini mempercayakan perbuatan pendidikan pada gejolak hati dan intuisi yang sulit diperhitungkan dan diperkirakan, kapan akan tiba dan bagaimana corak dan arahnya.
Kelima, tindakan pendidikan semata-mata di dasarkan kepada situasi sosial yang di batasi oleh kesementaraan ruang dan waktu. Segala nilai di gali dari kekinian dan "di sini" semata-mata, sehingga nilai itupun bernilai nisbi belaka.
Lalu bagaimanakah panorama pendidikan islam? Pendidikan islam, mengakui dan bahkan menekankan kemampuan manusia untuk bertanggung jawab. Ia bertopang pada kejelasan norma, memiliki garis lurus yang membimbing pemikiran dan tindakan pendidikan, yang oleh karenanya dapat diketahui dasar, tujuan, dan garis pembimbingnya. Dengan model pendidikan seperti inilah dapat di bangun manusia yang utuh (kaffah) yaitu manusia yang memiliki kesatuan niat, ucap, pikir, prilaku dan tujuan, yang direalisasikan dalam kehidupan bermasyarakat.
Tujuan pendidikan Islam yang paling pokok adalah:
1. Taqwimunnufus, yaitu menegakkan jiwa agar tidak terombang-ambing.
2. Tahdzibussuluk, yaitu membersihkan perjalanan hidup dan kehidupan.
3. Tajwidul akhlaq, yaitu memperindah akhlak dan budi pekerti.
4. Merancang bangun pribadi muslim agar menjadi keluarga ummat yang salih.
5. Pembinaan keterampilan tangan.
Keberhasilan kelima tujuan pendidikan Islam tersebut pada akhirnya akan meng-hasilkan خير امة اخرجت للناس (ummat yang terbaik yang dikeluarkan kepada manusia), sehingga mampu berperan sebagai :
* Petunjuk kepada jalan Allah
* Pemimpin dalam kehidupan
* Mengerti bahwa islam adalah agama yang up to date dan ilmiah, bukan agama filsafat yang berdasarkan penalaran yang kosong dari tuntunan wahyu
* Mampu menjadi tauladan bagi anak-anaknya dan generasi penerusnya
* Menampilkan diri sebagai pembuat dan pelaksana garis kebijakan hidup dan kehidupan
* Mampu menyingkapkan tabir diri
* Memiliki pegangan dan nilai hidup yang bersih dan lurus
Untuk mencapai tujuan di atas itu, seorang anak perlu dibekali dengan nilai-nilai keislaman, ilmu pengetahuan dan keterampilan. Upaya pembekalan ini sedapat mungkin dilakukan sejak anak berusia dini. Pembekalan ilmu dan keterampilan dapat dilakukan dengan mengambil sumber ilmu pengetahuan dan teknologi, baik yang berasal dari tradisi ilmu pengetahuan islam maupun yang berasal dari ilmu pengetahuan "umum". Karena, tradisi keilmuan dan kebudayaan islam sangat kaya, sebagaimana dikemukakan oleh Sayyid Quthub dalam bukunya المستقبل لهذاالدين (masa depan untuk islam) :
والحق ان الدين ليس بديلا من العلم والحضارة ولا عدوا للعلم والحضارة انما هو اطار للعلم والحضارة ومحور للعلم والحضارة ومنهج للعلم والحضارة فى حدود اطاره ومحوره الذى يحكم كل شؤن الحياة
"Yang benar, bahwasanya agama (Islam) bukan pengganti ilmu dan kebudayaan bahkan bukan pula musuh ilmu dan kebudayaan. Padahal dinul islam merupakan bingkai ilmu dan kebudayaan dan poros/sumbu untuk ilmu dan kebudayaan, begitu pula sebagai metoda bagi ilmu dan kebudayaan dan membatasi bingkai dan poros yang mampu memberi hukum (peraturan) bagi segala masalah kehidupan".
Konsepsi Islam Tentang Guru Pendidikan Anak
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disebutkan beberapa sifat dan sikap seorang guru pendidikan anak yang dalam bahasa arab dikenal dengan murabby.
Pertama, seorang murabby, dalam menghadapi anak selayaknya memiliki sifat dan sikap keibuan dan kebapakan.
كن مربيا بعد ما كنت ابا او اما
"Jadilah pendidik setelah anda mengalami kedudukan sebagai ayah atau ibu"
Kedua, memiliki pengetahuan mengenai manhaj Ilahy yang bersumber pada al-Kitab dan as-Sunnah. Karena, manhaj Ilahy bertujuan untuk membangun peserta didik menjadi شخصية طيبة (pribadi suci) sejak dini, sejak kanak-kanak untuk melahirkan عائلة طيبة (keluarga suci), dan akhirnya قرية طيبة (kampung suci) yang menuju بلدة طيبة (negeri yang suci) disertai ورب غفور (penuh dengan ampun Ilahy).
Untuk membentuk pribadi yang suci maka perlu ditanamkan kalimah thayyibah (kata yang sarwa suci), sebagaimana firman Allah:
الم ترى كيف ضرب الله مثلا كلمة طيبة كشجرة طيبة اصلها ثابت وفرعها فى السماء تؤتى اكلها كل حين باذن ربها
"Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya "(Q.S. Ibrahim : 24-25) .
Syaikhul Islam Al-Imam Ibnu Taimiyyah berkata:
الكلمة اصل العقيدة فالاعتقاد هو الكلمة التى يعتقدها المرء واطيب الكلام والعقائد كلمة التوحيد واعتقاد ان لااله الاالله
"Kata (yang paling) utama adalah asal akidah, maka i'tikad ialah kata utama yang menjadi pokok akidah seseorang. Dan kalimat serta aqa'id yang paling suci ialah kalimat tauhid, yaitu لااله الاالله (tiada Tuhan kecuali Allah)".
Ketiga, menanamkan pengertian bahwa Allah-lah yang menciptakan manusia dan segala makhluk yang lainnya. Sebagai ciptaan Allah, jasad manusia tidak terpisah dari ruh, dan akal tidak terpisah dari jasad dan ruh. Konsep inilah yang melandasi pendidikan yang bersifat kaffah, dalam arti antara kebutuhan fisik, kebutuhan ruhani dan kebutuhan intelektualnya seimbang.
Keempat, menggali dan mengembangkan konsep-konsep qur'aniyah sehingga dapat ditemukan petunujuk-petunjuk bagi manusia, termasuk bagi pengembangan ilmu pengetahuan itu sendiri. Dari ayat pertama yang di turunkan yaitu :
اقرأ باسم ربك الذى خلق*خلق الانسان من علق*اقرأ وربك الاكرم*الذى علم بالقلم*علم الانسان مالم يعلم
"Bacalah, dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang paling pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya". (Q.S. al-'Alaq : 1-5)
Dari ayat tersebut jelas sekali menunjukkan bahwa Islam sangat mendorong manusia untuk menggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan, baik dengan melalui membaca, menulis maupun penelitian.
Kelima, kedudukan ilmu dalam Islam adalah untuk hidup seluruhnya dan untuk berkhidmat kepada kemandirian segalanya, bukan sekedar timbunan dan serba rahasia, tetapi untuk disalurkan lagi buahnya, sehingga mereka merasa berbahagia dengan membekasnya ilmu untuk menghubungkannya kepada Allah, dalam kedudukan orang-orang yang mempunyai ilmu hidayah dan ilmu atsar.
Keenam, membaca adalah tangga pertama dari titian ma'rifat, dan alatnya adalah pena, tinta, kertas dan lain-lain.
Ketujuh, tujuan ilmu dan risalahnya harus atas nama Murabby Yang Agung, Yang Maha Pencipta dan Maha Pemberi Ilmu, bukan atas nama haiah jama'ah, negeri, berhala, dan golongan, sebab semuanya karena manusia, bukan karena Allah.
Rasulullah bersabda :
"Barangsiapa yang mencari ilmu karena hanya untuk kecongkakan ulama dan keren-dahan orang-orang bodoh, maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka". (HR. Tirmidzi).
Penutup
Menjadi guru atau murabby di Taman Kanak-kanak atau Raudlatul Athfal bukanlah sesuatu yang mudah dan ringan. Karena ia tidak hanya dituntut untuk memiliki berbagai pengetahuan dan keterampilan dalam menghadapi dan mendidik anak-anak kecil, tetapi juga dituntut tanggung jawab yang cukup berat.
Maka sudah saatnyalah para guru di Taman Kanak-kanak mendapat penghargaan yang setinggi-tingginya, mengingat di tangan merekalah anak-anak kita, secara dini dibekali, dilatih dan dirangsang pertumbuhannya, baik fisik, mental maupun ruhaninya.
Monday, July 2, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment