Monday, July 2, 2007

Islam dan Non Muslim I

Pendahuluan
Ketika Samuel W. Huntington, salah seorang pakar politik termasyhur dari Amerika ‎Serikat, membuat tesis tentang pertentangan peradaban (clash of civilization), hampir secara ‎keseluruhan para cendekiawan muslim di berbagai belahan dunia menyanggah dan ‎menolaknya. Menurut Huntington, berakhirnya Perang Dingin antara AS dengan Negara-‎negara Eropa Timur, khususnya Uni Soviet (sekarang Rusia), maka pertentangan tidak lagi ‎berkisar pada perbedaan ideologis (Kapitalisme dan Komunisme) juga bukan pada ‎perbedaan wilayah geografis dan batas-batas negara; melainkan pertentangan antarperadaban, ‎terutama yang diwakili oleh Peradaban Barat (Kristen) dengan Peradaban Timur (khususnya ‎Islam). Dengan tesisnya itu, Huntington telah menempatkan peradaban Islam sebagai musuh ‎masa depan peradaban Barat, yang oleh karenanya Islam harus diwaspadai dan dicurigai.‎
Dengan menggunakan tesis Huntington sebagai contoh yang paling aktual, setidaknya ‎kita dapat menerka betapa selama ini telah terjadi kesalahpahaman yang serius di kalangan ‎masyarakat non-muslim, khususnya masyarakat Barat terhadap Islam. Betapa selama ‎bertahun-tahun bahkan berabad-abad masyarakat Barat masih tetap menyimpan suatu ‎gambaran, citra atau image yang teramat negatif terhadap Islam. Betapa tokoh-tokoh orientalis ‎di kalangan mereka telah sangat berhasil menanamkan citra negatif yang berlebihan terhadap ‎Islam. Bahkan tokoh sekaliber Gustav Le Bon, Annemarie Schimel, Maurice Bucaille, Frijtop ‎Schoun dan tokoh-tokoh lain yang secara objektif selalu membela Islam di kalangan ‎masyarakat Barat belum mampu merubah secara signifikan pandangan dan image masyarakat ‎Barat terhadap Islam.‎
Gambaran negatif dan kecurigaan yang berlebihan terhadap Islam dan umatnya, ‎sebetulnya juga tidak hanya terjadi di kalangan masyarakat Barat. Bahkan dengan melihat ‎berbagai kecenderungan yang ada, kita dapat pula mengatakan bahwa di kalangan non-‎muslim di negara kita, juga banyak yang memiliki pandangan negatif dan kecurigaan yang ‎berlebihan terhadap Islam. Lebih-lebih apabila kita mencermati peta politik dan ‎konfigurasinya menjelang dan saat Sidang Umum MPR 1999 ini, terlihat dengan jelas betapa ‎tokoh-tokoh politik non-muslim dan kalangan nasionalis-sekuler telah mampu mengentalkan ‎dan memantapkan citra negatif terhadap Islam dan umatnya. Dengan memanfaatkan tema ‎dan isu-isu di seputar gerakan reformasi, secara sistematis mereka berhasil menarik simpati ‎dan dukungan luas dari masyarakat untuk menyerang tokoh-tokoh politik yang memiliki ‎keberpihakan tinggi terhadap Islam dan umatnya. Amatlah wajar apabila ada analis politik ‎yang berpendapat bahwa konfigurasi elite politik sekarang ini bukan lagi didasarkan pada ‎polarisasi kubu reformis versus kubu pro status quo; melainkan polarisasi antara muslim versus ‎non muslim serta muslim versus nasionalis-sekuler. ‎
Padahal dengan melihat sumber-sumber utama ajaran Islam, sebetulnya kalangan non-‎muslim tidak perlu curiga apalagi takut terhadap Islam. Sebab ajaran Islam secara jelas dan ‎nyata tidak pernah memandang non muslim sebagai musuh yang perlu dicurigai.‎

Hak-hak Non Muslim Dalam Pandangan Islam
Landasan utama yang menjadi dasar bagi hubungan antara umat Islam dengan non-‎muslim dapat kita jumpai dalam firman Allah swt dalam surat al-Mumtahanah ayat 8-9 ‎sebagai berikut:‎
لاينهكم الله عن الذين لم يقاتلونكم فى الدين ولم يخرجوكم من دياركم ان تبروهم وتقسطوا اليهم ان الله ‏يحب المقسطين انما ينهكم الله عن الذين قاتلوكم فى الدين واخرجوكم من دياركم وظاهروا على ‏اخراجكم ان تولوهم ومن يتولهم فاولئك هم الظلمون
‎“Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada ‎memerangimu karena agama dan tidak pula mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai ‎orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu ‎orang-orang yang memerangi kamu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu dan membantu (orang ‎lain) untuk mengusirmu. Dan barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka itulah ‎orang-orang yang zalim” (Q.S. Al-Mumtahanah : 8-9).‎
Ayat di atas dengan jelas memerintahkan agar setiap muslim selalu memperlakukan ‎semua manusia dengan kebajikan dan keadilan, walaupun mereka tidak mengakui agama ‎Islam, selama mereka tidak memerangi dan menindas umat Islam. ‎
Landasan lain yang juga menjadi dasar bagi setiap muslim dalam hubungannya dengan ‎non muslim adalah larangan yang tegas dari Allah swt agar umat Islam tidak memaksa ‎seseorang atau sekelompok orang untuk memeluk Islam. Firman Allah swt:‎
لااكره فى الدين قد تبين الرشد من الغي
‎“Tidak ada paksaan untuk memasuki agama Islam, sesungguhnya telah jelas jalan yang benar dari pada ‎jalan yang sesat” (Q.S. Al-Baqarah : 256).‎
افأنت تكره الناس حتى يكونوا مومنين
‎“Maka apakah kamu hendak memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman ‎semuanya?” (Q.S. Yunus : 99)‎
Dalam sejarah peradaban Islam, terutama pada masa Nabi saw dan para Khalifah ‎sesudah beliau, hubungan harmonis antara umat Islam dengan non muslim selalu rukun dan ‎harmonis. Mereka saling menjaga dan melindungi, saling kerja sama dan bahu-membahu ‎dalam menghadapi musuh yang menyerang mereka. Tidak satu dokumen pun yang ‎menyebutkan adanya perlakuan tidak wajar umat Islam terhadap non-muslim. Hal ini ‎berbeda sekali dengan sejarah yang terjadi di negara-negara Barat di mana umat Islam yang ‎minoritas selalu mengalami nasib yang menyedihkan, tertindas dan sama sekali tidak memiliki ‎kemerdekaan dalam beragama. Kejadian mutakhir di Bosnia Herzegovina, Kosovo, Checnia, ‎dan lain-lain menunjukkan bahwa minoritas umat Islam yang berada di tengah-tengah ‎mayoritas non muslim selalu terbelenggu dan tertindas.‎
Rasulullah saw serta para Khalifah sesudah beliau telah mengembangkan suatu pola ‎hubungan yang harmonis antara umat Islam dan non muslim, dengan memberikan hak-hak ‎kepada setiap non muslim atau disebut pula ahlu al-dzimmah yang memadai. Hak-hak tersebut, ‎di antaranya adalah:‎
Pertama, hak perlindungan terhadap setiap non muslim. Perlindungan ini meliputi ‎perlindungan terhadap segala macam pelanggaran (serangan) yang berasal dari luar negeri, ‎maupun terhadap segala macam kezaliman yang berasal dari dalam negeri. ‎
Dalam hal perlindungan terhadap pelanggaran dari luar negeri, hak yang diberikan ‎kepada non muslim sama dengan hak yang diterima oleh muslim. Dalam kitab “Mathâlib Ulin ‎Nuha”, salah satu kitab dalam mazhab Hanbali, menyebutkan bahwa “Seorang imam (pemimpin) ‎wajib menjaga keselamatan ahlu al-dzimmah dan mencegah siapa saja yang mengganggu mereka, ‎melepaskan mereka dari tindakan penawanan dan menolak kejahatan siapa saja yang ditujukan kepada ‎mereka”. Imam Qarafi al-Maliki dalam kitabnya “Al-Furûq”, yang mengutip ucapan Imam Ibn ‎Hazm juga menyatakan “Apabila kaum kafir datang ke negeri kita karena hendak mengganggu orang ‎yang berada dalam perlindungan akad dzimmah, maka wajib atas kita menghadang dan memerangi mereka ‎dengan segala kekuatan dan senjata, bahkan kita harus siap mati untuk itu demi menjaga keselamatan ‎orang yang berada dalam dzimmah Allah swt dan dzimmmah Rasul-Nya.”.‎
Dari dua kutipan di atas, maka jelaslah bahwa hubungan baik dan tindakan adil yang ‎harus dilakukan umat Islam terhadap non muslim tidak hanya tertulis dalam sumber-sumber ‎Islam, tetapi juga secara hiostoris telah dilakukan oleh para pemimpin dan khalifah Islam.‎
Perlindungan terhadap non muslim dari kezaliman yang berasal dari dalam negeri juga ‎ditunjukkan oleh Rasulullah saw, para khalifah dan pemimpin Islam lainnya. Dalam sebuah ‎sabdanya, Rasulullah saw menyatakan: “Barangsispa mengganggu seorang dzimmah, sungguh ia telah ‎menggangguku, dan barangsiapa yang menggangguku sungguh ia telah mengganggu Allah”.‎
Para kahlifah sesudah Rasulullah juga menaruh perhatian yang sangat besar terhadp ‎non muslim. Umar ibn al-Khaththab r.a. selalu menanyai orang-orang yang datang dari ‎daerah-daerah tentang keadaan ahlu al-dzimmah karena khawatir ada di antara kaum muslimin ‎yang menimbulkan suatu gangguan terhadap mereka. Bahkan dalam kitab “Ahkâm al-‎Dzimmiyyîn wa al-Mustakmanîn” disebutkan bahwa Ali ibn Abi Thalib pernah berkata: “Ahlu ‎al-dzimmah membayar jizyah agar harta mereka sama dengan harta kita dan nyawa mereka sama seperti ‎nyawa kita”.‎
Kedua, perlindungan nyawa dan badan. Hak perlindungan yang diterapkan bagi non ‎muslim yang berada di tengah-tengah masyarakat Islam juga mencakup perlindungan ‎keselamatan nyawa dan badan mereka sebagaimana mencakup pula harta dan kehormatan ‎mereka. Darah dan nyawa non muslim sepenuhnya dijamin keselamatannya dengan ‎kesepakatan kaum muslimin. Pembunuhan atas mereka haram berdasarkan ketetapan ijma. ‎Rasulullah saw juga bersabda: “Barang siapa membunuh seorang mu’ahad (yakni yang terikat ‎perjanjian keselamatan dengan kaum muslimin) tidak akan mencium bau harum surga, sedangkan ‎harusmnya dapat tercium dari jarak perjalanan empat puluh tahun”.‎
Ketiga, perlindungan terhadap harta benda. Perlindungan terhadap harta benda non ‎muslim yang hidup di lingkungan masyarakat Islam ini telah disepakati oleh seluruh madzhab ‎di seluruh negeri. Dalam kitab “Al-Kharaj”, Abu Yusuf meriwayatkan sebagian perjanjian ‎nabi saw dengan orang-orang Nasrani Najran: “....Bagi orang-orang Najran dan para pengikut ‎mereka diberikan jaminan Allah dan jaminan Rasul-Nya, atas harta benda mereka, tempat-tempat ‎peribadatan mereka serta apa saja yang berada di bawah kekuasaan mereka, baik yang sedikit ataupun ‎yang banyak.....”.‎
Umar ibn al-Khaththab juga pernah memberikan pesan kepada Abu Ubaidah, yakni: ‎‎“Cegahlah kaum muslimin dari bertindak zalim terhadap ahlu al-dzimmah, mengganggu ataupun ‎memakan harta mereka kecuali dengan cara-cara yang menghalalkannya”.‎
Tentu saja hak-hak yang diberikan kepada non muslim yang hidup di lingkungan ‎masyarakat Islam tidak hanya terbatas pada tiga jenis yang disebutkan di atas. Insya Allah ‎dalam tulisan selanjutnya akan diteruskan kepada pembahasan mengenai hak-hak yang lain, ‎yang mencakup perlindungan terhadap kehormatan, jaminan hari tua dan kemiskinan, ‎kebebasan beragama, kebebasan bekerja dan berusaha, jabatan dalam pemerintahan, dan lain-‎lainnya.‎

No comments: