Pendahuluan
Terdapat banyak sekali bukti yang cukup kuat, bahwa perkembangan suatu masyarakat banyak dipengaruhi oleh kualitas orang yang memimpinnya. Kemajuan yang diraih umat Islam pada masa-masa awal pertumbuhannya, ditopang oleh kepemimpinan dari Nabi Muhammad itu sendiri dan juga oleh para khalifah yang menggantikannya. Modal dasar kepemimpinan mereka adalah kejujuran, keberanian, keadilan, kesederhanaan, populis (merakyat), keterbukaan dan selalu menghindari sikap sewenang-wenang, otoriter, menindas, kolusi dan korupsi. Dengan modal dasar itu semua, umat Islam pada awal perkembangannya dapat mencapai puncak kejayaannya, dan dapat mewujudkan masyarakat muslim yang kuat, tangguh, bersatu dan terhindar dari berbagai kerusuhan dan huru-hara sosial.
Ketika kepemimpinan para khalifah yang jujur itu, diganti oleh para pemimpin umat yang lalim, bergaya hidup glamour, bertindak sewenang-wenang, terlibat kolusi dan korupsi, serta bergelimang dengan kemaksiatan; maka praktis kejayaan umat Islam hancur-luluh, hanya meninggalkan bekas-bekas kejayaan yang hanya dapat dikenang hingga kini.
Dari kenyataan sejarah tersebut, kita dapat dapat bercermin, betapa watak kepemimpinan seorang pemimpin dalam suatu masyarakat sangat menentukan terhadap kemajuan dan kemunduran masyarakat yang dipimpinnya. Kita memang menyadari, bahwa kemajuan dan kemunduran suatu masyarakat tidak hanya ditentukan oleh kualitas pemimpinnya. Tetapi berbagai peristiwa penting dalam sejarah umat manusia, menunjukkan betapa peran seorang pemimpin sangat menonjol dalam kehidupan suatu masyarakat atau bangsa.
Sebagai seorang muslim, kita meyakini bahwa ajaran Islam yang bersumber kepada al-Qur'an dan Sunnah Nabi SAW, telah memberi petunjuk universal tentang apa dan bagaimana menjadi seorang pemimpin. Dalam makalah ini, penulis akan mencoba membahas tentang asas-asas kepemimpinan menurut ajaran Islam.
Islam dan Kepemimpinan
Seperti telah dijelaskan pada bagian atas, bahwa petunjuk-petunjuk al-Qur'an dan as-Sunnah tentang kepemimpinan bersifat universal. Universalitas petunjuk-petunjuk tersebut berlaku, baik untuk kepemimpinan yang bersifat formal maupun informal, sebagaimana yang kita kenal dalam konsep kepemimpinan di lingkungan masyarakat Indonesia.
Pada dasarnya, al-Qur'an dan as-Sunnah tidak membedakan jenis kepemimpinan dalam masyarakat. Karena menurut konsepsi Islam, seorang pemimpin masyarakat, idealnya juga harus menjadi pemimpin agama. Muhammad SAW, adalah pemimpin masyarakat sekaligus pemimpin agama dan tokoh spiritual pada masyarakat Madinah dan daerah-daerah lain yang berada dalam kekuasaannya. Demikian pula dengan para khalifah yang menggantikannya. Dengan demikian, istilah pemimpin formal dan informal tidak akan pernah kita temukan dalam kamus fiqh Islam.
Konsep pemimpin formal (formal leader) dan informal (informal leader) baru kita jumpai dalam teori-teori manajemen dan kepemimpinan modern. Pemimpin formal, biasanya diartikan sebagai orang yang secara resmi diangkat dalam jabatan kepemimpinan, dan teratur dalam organisasi secara hierakhi. Sedangkan pemimpin informal adalah pemimpin yang tidak mempunyai dasar kepangkatan yang resmi dan tidak nyata dalam hierarkhi organisasi.
Kendati demikian, dalam beberapa hadits ditemukan pembedaan antara umara (yang kita kenal sebagai pemimpin formal) dan ulama (yang sering kita sebut sebagai pemimpin informal). Hadits-hadits tersebut, di antaranya :
صنفان من الناس اذا صلحا صلح الناس واذا فسدا فسد الناس
"Ada dua kelompok manusia, jika keduanya baik, maka masyarakat semuanya akan baik, dan jika keduanya rusak maka rusak pula seluruh masyarakat. Mereka adalah para ulama dan umara" (H.R. Ibnu Abdillah).
قوة البلاد باربعة اشياء اولها بعلم العلماء والثانى بعدل الامراء والثالث بسخاوة الاغنياء والرابع بدعاء الفقراء
"Kuatnya negara karena empat perkara: ilmunya para ulama; keadilan para umara; kedermawanan orang-orang kaya; dan doanya orang-orang fakir"
Syarat-syarat Menjadi Pemimpin
Untuk bisa menjadi pemimpin yang baik, sebagaimana yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para khalifah yang menggantikannya, ajaran Islam telah menetapkan beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh orang yang akan menjadi pemimpin. Syarat-syarat tersebut adalah :
* Kuat akidahnya
Kekuatan akidah menjadi syarat bagi seorang pemimpin, mengingat kekuatan akidah itulah yang akan sangat menentukan perilaku kepemimpinannya (leadership behaviour). Dasar disyaratkannya kekuatan akidah ini adalah firman Allah SWT :
يايها الذين امنوا لاتتخدوا الذين اتخدوا دينكم هزوا ولعبا من الذين اوتواالكتب من قبلكم والكفار اولياء
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu angkat jadi pemimpinmu orang yang membuat agamamu jadi buah ejekan dan permainan di antara orang-orang yang telah diberi kitab sebelummu dan orang-orang yang kafir" (Q.S. Al-Maidah : 57)
* Adil dan jujur
Sebagaimana ditegaskan oleh Allah SWT:
يايها الذين امنوا كونوا قوامين لله شهداء بالقسط ولايجرمنكم شنان بقوم على الا تعدلوا اعدلوا هواقرب للتقوى
"Hai orang-orang yang beriman, hendaklah kamu menjadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah kebencianmu pada suatu golongan menyebabkan engkau tidak berlaku adil. Belaku adillah, karena adil itu mendekati takwa" (Q.S. Al-Maidah : 8)
ان الله يأمركم ان تؤدا الامنت الى اهلها واذا حكمتم بين الناس ان تحكموا بالعدل
"Sesungguhnya Allah mewajibkan kamu memberikan/menyampakan amanat kepada ahlinya, dan bila kalian menghukumi di antara manusia hukumilah dengan cara yang adil" (Q.S. An-Nisa : 58)
* Mencintai dan mengutamakan kepentingan rakyat dari pada kepentingan golongan
Syarat ini dipandang cukup penting, mengingat jabatan kepemimpinan secara inheren merupakan konsekuensi langsung dari adanya rakyat. Bagaimana mungkin seorang pemimpin mengabaikan kepentingan rakyat, padahal kepemimpinannya itu berasal dari rakyat yang dipimpinnya. Dalam hal ini Rasulullah SAW menegaskan:
خيار ائمتكم الذين تحبونهم ويحبونكم ويصلون عليكم وتصلون عليهم
وشرار ائمتكم الذين تبغضونهم ويبغضونكم وتلعنونهم ويلعنونكم
"Sebaik-baik pemimpin adalah orang-orang yang kalian cintai dan mereka mencintai kalian. Mereka mendo'akan kalian dan kalian juga mendoakan mereka. Dan seburuk-buruk pimpinan kalian adalah orang yang kalian benci dan mereka pun membenci kalian, mreka kalian kutuk dan mereka pun mengutuk kalian" (H.R. Muslim)
* Mampu menumbuhkan kerjasama dan solidaritas sesama umat
Keberhasilan dan kemajuan suatu masyarakat ditentukan oleh solidaritas sosial dan jalinan kerjasama di antara anggota masyarakat. Mereka saling membantu dan saling menolong untuk mencapai kebajikan dan bukan saling bantu dan saling menolong untuk membuat kerusakan dan permusuhan. Allah SWT berfirman :
وتعاونوا على البر والتقوى ولاتعاونوا على الاثم والعدوان
"Dan saling tolong-menolonglah kalian dalam mengerjakan kebajikan dan takwa dan janganlah kalian tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan" (Q.S. Al-Maidah : 2)
* Bersikap terbuka dan sanggup mendengarkan pendapat dan ide orang lain
Sikap terbuka dan sanggup menerima gagasan dan ide orang lain disyaratkan kepada setiap pemimpin, mengingat kemampuan manusia sebagai makhluk sangat terbatas. Itulah sebabnya, untuk mencari dan menemukan kebenaran diperlukan adanya dialog yang intensif. Hanya seorang pemimpin otoriterlah yang tidak mau menerima gagasan, pendapat dan ide orang lain. Allah SWT berfirman :
الذين يستمعون القول فيتبعون احسنه اولئك الذين هداهم الله واولئك هم اولوالالباب
"Orang-orang yang mendengarkan perkataan orang lain, kemudian mengikuti (pendapat) mana yang lebih baik, mereka itulah yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal" (Q.S. Az-Zumar : 18).
* Pemaaf dan memiliki jiwa toleransi yang tinggi
Firman Allah SWT :
وان عاقبتم فعاقبوا بمثل ما عوقبتم به ولئن صبرتم لهو خير للصبرين
"Dan jika kamu memberikan hukuman, maka hukumlah dengan hukuman yang setimpal. Akan tetapi jika kamu bersabar kepada mereka, sesungguhnya itulah yang lebih baik bagi orang-orang yang sabar" (Q.S. An-Nahl : 126).
Menjadi Pemimpina Yang Baik
Untuk menjadi pemimpin yang baik, di samping harus terpenuhi syarat-syarat di atas, juga harus memperhatikan pedoman-pedoman berikut ini :
* Menjunjung tinggi prinsip musyawarah
Dalam sejarah Islam, prinsip musyawarah telah digunakan oleh Nabi, para sahabat serta para khalifa yang menggantikannya. Mereka menjunjung tinggi prinsip musyawarah dalam menyelesaikan berbagai permasalahan sosial, politik, pertahanan dan keamanan. Allah SWT menegaskan :
وامرهم شورى بينهم
"Dan urusan-urusan mereka (diselenggarakan) dengan musyawarah di antara mereka" (Q.S. Asy-Syura : 38)
وشاورهم فى الامر
"Bermusyawarahlah kamu dalam menyelesaikan urusanmu" (Q.S. Ali Imran : 159).
* Membuat kebijaksanaan dan perintah yang baik dan benar
Seorang pemimpin dalam menyelenggarakan kepemimpinannya, sudah semestinya membuat berbagai kebijakan untuk mencapai kemajuan dan perkembangan masyarakatnya, melalui cara-cara yang benar dan tidak mengarahkan masyarakatnya untuk maksiat dan durhaka kepada Allah SWT.
Meskipun semua masyarakat harus taat kepada pemimpin, sebagaimana firman Allah :
اطيعواالله واطيعواالرسول واولى الامر منكم
Namun hanya kebijaksanaan yang tidak bertentangan dengan syari'atlah yang wajib ditaati dan diikuti oleh masyarakatnya.
ولاطاعة فى معصية الله انماالطاعة فى المعروف
"Dan tidak (boleh) taat dalam (hal-hal yang menjurus kepada) maksiat kepada Allah. Sesungguhnya taat (diwajibkan) atas (hal-hal yang) ma'ruf" (H.R. Ahmad)
* Memiliki pengetahuan yang memadai
Seorang pemimpin seyogyanya memiliki pengetahuan dan keahlian dalam masalah kepemimpinan. Sebab jika seorang pemimpin tidak mengetahui seluk-beluk kepemimpinan, maka kehancuranlah yang akan didapatnya. Hal ini ditegaskan Rasulullah SAW :
اذاوسد الامر الى غير اهله فانتظرالساعة
"Jika satu urusan diserahkan kepada yang bukan ahlinya, maka tunggulah saat kehancurannya" (H.R. Al-Bukhari)
* Ikhlas
Dalam melaksanakan tugas-tugas kepemimpinan, seorang pemimpin seyogyanya berkerja semata-mata untuk mencari ridla Allah SWT dan bersikap ikhlas. Sikap ridla dan ikhlas inilah yang akan membuat segala macam pekerjaannya tidak membebaninya. Adanya pujian dan sanjungan atau cercaan dan makian tidak seharusnya mempengaruhi semangat kerjanya. Dalam kaitan ini Allah berfirman :
ولاغوينهم اجمعين الا عبادك منهم المخلصين
"Dan pasti aku (iblis) akan menyesatkan manusia-manusia semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang ikhlas di antara mereka" (Q.S. Al-Hijr : 39-40).
* Bertanggung jawab
Seorang pemimpin semestinya akan menerima resiko apapun yang akan ditanggungnya. Itulah jiwa pemimpin yang bertanggung jawab. Seorang pemimpin yang baik, akan merasa bertanggung jawab apabila bawahannya ternyata bertindak salah.
Prinsip pertanggungjawaban (mas'uliyyah) dalam ajaran Islam sangat ditonjolkan, karena segala amal dan perbuatan kita, sekecil apapun akan dipertanggungjawabkan di hadapan Allah SWT. Sabda Rasulullah SAW:
كلكم راع وكلكم مسئول عن رعيته
"Setiap kalian adalah pemimpin dan setiap dari kalian akan diminta pertanggungjawaban kepemimpinannya" (H.R. Bukhari)
* Tidak berlaku boros dan melampaui batas
Allah berfirman:
ولاتطيعوا امرالمسرفين الذين يفسدون فىالارض ولايصلحون
"Dan janganlah kamu mematuhi pemimpin yang melampaui batas, yang membuat kerusakan di muka bumi dan tidak mengadakan perbaikan" (Q.S. Asy-Syu'ara : 151-152)
Penutup
Demikianlah pembahasan kami tentang asas-asas kepemimpinan dalam Islam, semoga makalah ini dapat berguna bagi kita dalam rangka menyiapkan kader-kader pemimpin di masa sekarang dan di masa yang akan datang. Tentu saja makalah ini masih jauh dari sempurna. Karena untuk melakukan kajian keislaman diperlukan berbagai khazanah sebagai rujukan, serta usaha yang sungguh-sungguh.
Namun demikian, mudah-mudahan segala keterbatasan yang ada pada penulis tidak mengurangi manfaat dari tulisan ini.
Monday, July 2, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment