Mukadimah
Selama bertahun-tahun, konsep jihad tidak saja telah mengalami proses penyempitan makna, tetapi juga telah mengalami penyimpangan arti (distorting of meaning). Terjadinya proses penyempitan makna kata jihad, menyebabkan kata tersebut selalu berkonotasi peperangan, terutama memerangi orang-orang kafir dan musyrik. Sementara itu, terjadinya distorsi atau penyimpangan arti kata jihad telah menyebabkan pemahaman kita terhadap konsep jihad keluar dari konteks yang sesungguhnya.
Tidak heran apabila kita mendengar kata jihad, yang selalu terbayang dalam benak kita adalah mengangkat senjata untuk memerangi orang-orang kafir atau musyrik tanpa peduli kesalahan apa yang telah diperbuat oleh orang-orang kafir atau musyrik tersebut. Karena kesalahan dalam memaknai kata jihad, tidak heran pula apabila peristiwa penyerangan atau pembakaran terhadap tempat-tempat ibadah non-muslim dipandang sebagai suatu perbuatan jihad, yang oleh karenanya akan mendapat pahala dari Allah swt.
Di sisi lain orang-orang non muslim, khususnya kaum orientalis Barat, telah menciptakan suatu citra negatif terhadap Islam dan umatnya dengan memanfaatkan issu jihad yang telah mengalami proses penyempitan makna dan distorsi yang luar biasa. Bagi kebanyakan orang Barat, konsep jihad dalam Islam berarti mengangkat pedang (baca: senjata) dalam rangka dakwah atau menyebarkan ajaran Islam. Meraka tidak saja telah berhasil menciptakan arti (creating of meaning) baru dan mambakukan wacana jihad secara salah, tetapi juga berhasil membuat dan mengembangkan citra negatif terhadap Islam dan umatnya dengan memanfaatkan kesalahpahaman mereka, serta menanamkan kebencian dan ketakutan kepada Islam dan umatnya.
Kesalahan dan penyimpangan dalam memaknai konsep jihad pada akhirnya mendatangkan kerugian yang luar biasa bagi umat Islam. Kita tidak saja dicurigai sebagai umat yang gemar dengan kekerasan, peperangan dan terorisme; bahkan selalu ditakuti dan dipandang sebagai ancaman serius bagi peradaban dunia. Ketika Samuel W. Huntington, salah seorang pakar politik internasional dari Amerika Serikat, membuat tesis tentang pertentangan peradaban (the clash of civilization), di mana dia menempatkan peradaban Timur (khususnya peradaban Islam) sebagai sebagai “musuh” baru peradaban Barat setelah berakhirnya Perang Dingin; penulis yakin bahwa tesis Huntington tersebut merupakan salah satu akibat dari kesalahan masyarakat Barat dalam memahami konsep jihad.
Anehnya, kesalahpahaman Barat dalam memahami konsep jihad terjadi pula di kalangan umat Islam sendiri. Kita yang sadar sungguh merasa sangat risau dan prihatin, mengapa umat kita selalu menggunakan konsep jihad sebagai alasan dalam kerusuhan bernuansa agama. Mengapa umat Islam yang melakukan pembakaran terhadap gereja, misalnya, selalu mengatakan bahwa itu merupakan bagian dari jihad? Mengapa pula orang-orang non muslim merasa takut bila mendengar kata jihad? Lalu apa sesungguhnya arti dan hakikat jihad dalam Islam?
Dengan latar belakang di atas, penulis ingin mencoba meluruskan kembali makna jihad yang sesungguhnya menurut ajaran Islam, dengan harapan mudah-mudahan tidak terjadi lagi kesalahpahaman dalam memaknai konsep jihad.
Arti Jihad
Kata jihad yang berasal dari kata jahd mengandung arti “sukar atau letih”. Ada juga yang mengatakan bahwa jihad berasal dari kata juhd yang berarti “kemampuan”. Tetapi ada pula yang mengatakan bahwa arti jihad adalah ujian atau cobaan, terutama bila dihubungkan dengan ungkapan jahida bi al-rajul (seseorang sedang mengalami cobaan/ujian). Namun demikian, secara umum makna bahasa jihad yang berasal dari kata jahada adalah berbuat sesuatu secara sungguh-sungguh atau berjuang secara sungguh-sungguh. Jadi secara etimologis, kata jihad bisa berarti berbuat sesuatu dengan sungguh-sungguh, sukar atau letih, kemampuan, serta ujian atau cobaan.
Berdasarkan kajian terhadap ayat-ayat al-Qur’an, kata jihad dengan berbagai bentuknya tercantum di dalamnya sebanyak empat puluh satu kali. Beberapa ayat al-Qur’an yang berkenaan dengan konsep jihad sesuai dengan arti etimologisnya, di antaranya adalah:
وَجَاهِدُوا فِى اللهِ حَقَّ جِهَادِهِ
“Berjihadlah di (jalan) Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya” (Q.S. Al-Hajj : 78).
وَاِنْ جهَدَاكَ عَلى أَنْ تُشْرِكَ بِى مَالَيْسَ لَكَ بِه عِلْمٌ فَلاَ تُطِعْهُمَا وَصَاحِبْهُمَا فِى الدُّنْيَا مَعْرُوفًا
“Apabila keduanya (ibu bapak) berjihad (bersungguh-sungguh hingga letih memaksamu) untuk mempersekutukan Aku dengan sesuatu, yang tidak ada bagimu pengetahuan tentang itu, jangan taati mereka, namun pergauli keduanya di dunia dengan baik…” (Q.S. Luqman : 15).
اَمْ حَسِبْتُمْ أَنْ تَدْخُلُوا الْجَنَّةَ وَلَمَّا يَعْلَمِ اللهُ الَّذِيْنَ جهَدُوا مِنْكُمْ وَيَعْلَمَ الصّبِرِيْنَ
“Apakah kamu menduga akan dapat masuk surga padahal belum nyata bagi Allah orang yang berjihad di antara kamu dan (belum nyata) orang-orang yang sabar” (Q.S. Ali Imran : 142).
اَلَّذِيْنَ يَلْمِزُوْنَ المُطَوِّعِيْنَ مِنَ المؤُْمِنِيْنَ فِى الصَّدَقتِ وَالَّذِيْنَ لاَ يَجِدُوْنَ اِلاَّ جُهْدَهُمْ فَيَسَخَرُوْنَ مِنْهُمْ سَخِرَ اللهُ مِنْهُمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيْمٌ
“Orang-orang munafik mencela orang-orang mukmin yang memberi sedekah dengan sukarela dan mencela juga orang-orang yang tidak memiliki sesuatu untuk disumbangkan (kecuali sedikit) sebesar kemampuan mereka. Orang-orang munafik menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka, dan bagi mereka siksa yang pedih” (Q.S. At-Taubah : 79).
Secara berurutan, ayat-ayat di atas memiliki kesesuaian dengan makna ijtihad secara bahasa (usaha sungguh-sungguh, letih atau sukar, ujian atau cobaan, dan kemampuan).
Sedangkan makna jihad menurut terminologi para ulama adalah mengerahkan segala kemampuan yang ada atau sesuatu yang dimiliki untuk menegakkan kebenaran dan kebaikan serta menentang segala kebatilan dan kejahatan dengan mengharap ridla Allah swt. Dari pengertian ini maka jelaslah bahwa jihad mengandung arti yang luas dan tidak hanya terbatas pada perjuangan fisik atau perlawanan bersenjata. Memang harus diakui bahwa perjuangan fisik atau perlawanan bersenjata merupakan bagian dari jihad. Tetapi jelas bukan satu-satunya. Lagi pula perjuangan fisik dan perlawanan senjata sebagai bagian dari jihad harus ditempatkan pada konteks yang dapat dibenarkan secara syar’i.
Macam-macam Jihad
Pengertian jihad yang telah dijelaskan di atas, baik secara etimologis maupun terminologis, menunjukkan keluasan makna yang terkandung di dalamnya. Dengan makna yang luas tersebut, maka konsep jihad pun memiliki beberapa macam jenis. Ar-Raghib Al-Isfahani dalam bukunya Mu’jam Mufradât Al-Fâzh Al-Qur’an, menjelaskan bahwa jihad adalah mengerahkan segala tenaga untuk mengalahkan musuh. Sedangkan musuh yang dimaksud di sini meliputi (1) musuh yang nyata secara fisik, (2) musuh dalam bentuk setan, dan (3) musuh dalam bentuk nafsu yang ada pada setiap manusia.
1. Jihad menghadapi musuh yang nyata
Salah satu bentuk jihad adalah memerangi musuh yang nyata secara fisik. Jenis jihad inilah yang dikenal secara umum oleh umat Islam. Termasuk ke dalam jenis jihad ini adalah berperang mengangkat senjata untuk mempertahankan agama (Islam) dan tanah air. Perang mengangkat senjata untuk mempertahankan agama dan tanah air inilah yang dalam serajah peradaban Islam sering disebut sebagai perang suci. Perang fisik yang dibenarkan adalah untuk keperluan defensif. Kita dibenarkan melakukan jihad fisik dalam rangka mempertahankan agama dan tanah air; melindungi nyawa, kehormatan, dan harta benda. Lagi pula, dalam setiap peristiwa perang fisik, umat Islam diharamkan melakukan perusakan terhadap tempat-tempat ibadah umat lain, dilarang membunuh anak-anak, perempuan, orang tua dan orang-orang sipil lainnya.
Dengan demikian, maka jelaslah bahwa perusakan atau pembakaran terhadap tempat-tempat ibadah non muslim tidak diperkenankan, baik pada waktu perang apalagi pada saat damai.
2. Jihad menghadapi setan dan nafsu
Sebagaimana kita ketahui bahwa sumber dari segala kejahatan adalah setan yang memanfaatkan kelemahan nafsu manusia. Dengan kelemahannya itu, tidak jarang manusia tergoda dan terjerumus ke dalam perilaku-perilaku jahat, buruk dan tercela. Dalam sebuah ayat dijelaskan bahwa setan akan selalu merayu dan menggoda manusia agar melenceng dari jalan kebenaran, yaitu melenceng dari jalan Allah swt yang lurus.
قاَلَ فَبِماَ أَغْوَيْتَنىِ لاَقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرطَكَ الْمُسْتَقِيْمَ ثُمَّ لاتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ اَيْدِيْهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ اَيْمنِهِمْ وَعَنْ ثَمَائِلِهِمْ وَلاَتَجِدَ اَكْثَرَهُمْ شكِرِيْنَ
“Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, maka saya akan benar-benar menghalangi mereka dari jalan-Mu yang lurus. Kemudian saya akan mendatangi (menggoda) mereka dari muka dan belakang, dari kanan dan kiri mereka, dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat)” (Q.S. Al-A’raf : 16-17).
Dalam menghadapi segala godaan dan rayuan setan, manusia dituntut untuk memiliki kekuatan dan ketangguhan iman. Manusia diharuskan menyiapkan iklim dan suasana yang sehat untuk menghalangi tersebarnya wabah dan virus yang diakibatkan oleh wabah setan. Termasuk ke dalam jenis jihad adalah memerangi hawa nafsu buruk akibat dari rayuan dan godaan setan. Bahkan memerangi hawa nafsu dan terhindar dari godaan setan adalah termasuk jihad yang lebih berat dan besar.
Dalam suatu riwayat diceritakan bahwa ketika Rasulullah bersama para sahabatnya pulang dari suatu medan peperangan, beliau bersabda kepada para sahabatnya: “Kita sekarang pulang dari melakukan jihad kecil (al-jihad al-asghar) untuk kemudian menuju jihad yang lebih besar (al-jihad al-akbar). Ketika beliau ditanya apa yang dimaksud dengan jihad yang lebih besar, beliau menjawab: “Jihad melawan hawa nafsu”.
3. Berjihad dengan melakukan amar ma’ruf dan nahy munkar
Termasuk juga ke dalam bagian jihad adalah menyuruh orang untuk selalu berbuat baik dan mencegah mereka dari segala perbuatan munkar. Jihad dalam pengertian ini berarti melaksanakan dakwah dan pendidikan Islam, yaitu menyebarkan ajaran-ajaran Islam kepada setiap manusia, baik orang tua, pemuda, remaja maupun anak-anak. Jadi jelaslah bahwa kegiatan dakwah Islam dan kegiatan pendidikan tiada lain adalah salah satu dari realisasi jihad di jalan Allah.
Ikhtitam
Ajaran Islam sesungguhnya mencintai perdamaian di antara sesama umat manusia dan tidak menghendaki tindakan permusuhan dan kekerasan apalagi peperangan yang dapat merenggut banyak korban. Perdamaian yang dikehendaki oleh Islam bukan hanya di lingkungan umat Islam sendiri, tetapi juga dengan sesama umat manusia yang lain (non-muslim). Tetapi dalam kondisi umat Islam diserang, maka umat Islam diwajibkan mempertahankan diri dalam rangka merealisasikan jihad fi sabilillah.
Oleh karena itu, mencegah agar perdamaian di tengah masyarakat tidak terganggu oleh para pengacau, juga termasuk ke dalam bagian jihad. Termasuk juga bagian dari jihad adalah mencegah orang untuk tidak merusak atau membakar tempat-tempat ibadah umat lain.
Akhirnya, sebagai orang yang memiliki kesadaran, kita harus mengingatkan masyarakat kita agar tidak menggunakan alasan “jihad” untuk tujuan-tujuan yang sesunguhnya bertentangan dengan makna jihad yang sesungguhnya. Melalui kegiatan dakwah dan pendidikan, kita harus menanamkan ajaran Islam secara baik dan benar. Islam harus dipahami sebagai agama yang membawa misi perdamaian, kebaikan, kesejahteraan, dan ketenteraman umat manusia.
Monday, July 2, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment