Monday, July 2, 2007

Kembali kepada Nilai-nilai Islam

Ketika beberapa waktu yang lampau Bapak Prof. K.H. Ali Yafie (Ketua Umum MUI Pusat ‎waktu itu) berkunjung ke Kabupaten Ciamis dan sempat singgah di Pondok Pesantren ‎Darussalam, beliau merasa sangat yakin bahwa krisis multidimensional yang dialami ‎bangsa Indonesia yang sampai saat ini di awal tahun 2001 masih mendera kita, tiada lain ‎disebabkan dan berawal dari krisis moral dan etika yang melanda negeri ini. Beliau sangat ‎percaya bahwa krisis ekonomi, sosial, dan politik di negeri dengan mayoritas penduduk ‎muslim ini berpangkal dari lunturnya tata nilai moral dan etika yang seharusnya memandu ‎dan menjadi acuan kita dalam bersikap, berperilaku dan bertindak sehari-hari. Akibat dari ‎krisis multidimensional itu, masyarakat kita seolah kehilangan pegangan dan acuan moral ‎dan etik.‎
Para pengamat biasa menyebut bahwa kondisi dan situasi masyarakat kita sedang ‎mengalami periode transisi yang biasa ditandai dengan munculnya gejala anomi-anomi ‎sosial, di mana tata nilai lama semakin ditinggalkan masyarakat, tetapi tata nilai baru yang ‎mereka harapkan belum terbentuk. Maka, banyak di antara anggota masyarakat kita yang ‎kehilangan pegangan dan acuan moral dan etik. Kondisi yang sesungguhnya sudah sangat ‎rawan ini masih diperparah oleh lemahnya upaya penegakkan hukum di tengah ‎masyarakat.‎
Atas dasar itu, barangkali kita sepakat bahwa bangsa ini perlu sesegera mungkin ‎kembali kepada tata nilai yang mampu membimbing, menuntun, memandu dan memberi ‎petunjuk kepada kita semua. Kembali kepada sistem dan tata nilai yang universal, yang ‎tidak dibatasi oleh tempat dan waktu dan yang tidak luntur karena perkembangan zaman.‎
Kita tidak ingin bangsa kita menjadi masyararakat tanpa moral, etik dan akhlak. ‎Sebab, sebuah bangsa tanpa akhlak, moral dan etik, sejatinya bangsa itu telah punah. ‎Sebuah syarir Syauqi Bey (ulama Mesir) menggambarkannya sebagai berikut:‎
إِنَّمَااْلاُمَمُ اْلاَخْلاَقُ مَابَقِيَتْ فَإِنْ هُمُوا ذَهَبَتْ اَخْلاَقُهُمْ ذَهَبُوْا
‎“Keberadaan suatu bangsa (ditentukan) oleh tegaknya akhlak. Dan jika akhlak telah ‎hilang dari mereka, maka sesungguhnya bangsa itu punah”.‎
‎ Menyadari pentingnya akhlak, moral dan etik bagi eksistensi sebuah bangsa yang ‎didukung oleh keyakinan kuat bahwa krisis multidimensional yang kita alami bermula dari ‎adanya krisis moral, etik dan akhlak, maka kembali kepada tata nilai yang adiluhung ‎menjadi prasyarat kondisi yang tidak bisa ditawar-tawar lagi (conditio sine qua non). Bagi ‎kita, tata nilai adiluhung yang dimaksud tiada lain adalah tata nilai Islam yang menyeluruh ‎‎(kâffah), sebagai manhaj al-hâyat atau way of life, acuan dan kerangka tata nilai ‎kehidupan kita. Tata nilai Islam yang kâffah tersebut tidak hanya baik untuk dijadikan ‎landasan akhlak, moral dan etik, tetapi juga karena sifatnya yang universal menjadikan tata ‎nilai Islam selalu kondusif dan aplikatif untuk semua masyarakat, bangsa dan zaman. Tata ‎nilai Islam tidak akan pernah lekang oleh terik panas atau lapuk oleh hujan. Dengan tata ‎nilai Islam, masyarakat tidak akan pernah mengalami anomi-anomi, yang bisa ‎menyebabkan masyarakat kehilangan pegangan, acuan dan pedoman hidup. ‎
Hal itu disebabkan karena tata nilai Islam tiada lain adalah Al-Qur’an, yang juga ‎menjadi akhlak Rasulullah saw. Sebagaimana diriwayatkan dalam sebuah hadis, di mana ‎Sa’id ibn Hisyam berkata, “Aku datang menemui ‘Aisyah r.a., lalu bertanya kepadanya ‎mengenai akhlak Rasulullah saw. ‘Aisyah menjawab, ‘Apakah engkau membaca Al-Qur’an?’ ‎Aku jawab, ‘Benar, aku membaca Al-Qur’an.’ ‘Aisyah berkata, ‘Akhlak Rasulullah saw ‎adalah Al-Qur’an. Sesunbgguhnya Al-Qur’an mengajarinya adab, seperti firman Allah SWT: ‎Jadilah engkau pemaaf, suruhlah orang mengerjakan yang baik, dan berpalinglah dari ‎orang-orang yang bodoh (Q.S. Al-A’raf:199), Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) ‎berbuat adil, berbuat kebajikan dan memberi kepada kaum kerabat dan melarang dari ‎perbuatan keji, kemunkaran dan permusuhan (Q.S. An-Nahl:90), Dan bersabarlah terhadap ‎apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian itu termasuk hal-hal yang diwajibkan ‎‎(oleh Allah) (Q.S. Luqman:17). Dan banyak lagi ayat-ayat lainnya”.‎
Karena tata nilai Islam tiada lain adalah Al-Qur’an yang juga menjadi akhlak ‎Rasulullah saw, sedangkan Al-Qur’an selalu dipelihara dan dijaga (oleh Allah) dari segala ‎bentuk penyimpangan dan kerusakan:‎
اِنَّانَحْنُ نَزَّلْنَاالذِّكْرَ وَاِنَّا لَه لَحفِظُوْنَ
‎“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an dan sesungguhnya kami ‎benar-benar memeliharanya” (Q.S. Al-Hijr:9).‎
Maka, tata nilai Islam akan selalu eksis, kondusif dan aplikatif sepanjang Al-Qur’an ‎tetap dipedomani sebagai petunjuk dan tuntunan hidup. Bagi mereka yang mau mendalami ‎dan menelaah Al-Qur’an, pastilah akan menemukan berbagai petunjuk dan tuntunan hidup. ‎Petunjuk-petunjuk dan tuntunan-tuntunan hidup yang termaktub dalam Al-Qur’an mencakup ‎berbagai aspek kehidupan manusia, baik yang menyangkut hubungan manusia dengan ‎Khâliq, hubungan manusia dengan manusia, maupun hubungan manusia dengan alam ‎secara keseluruhan. Lebih-lebih jika kita mau menelaah dan mendalami hadis-hadis ‎Nabawi, kita pun akan menemukan berbagai nasihat dan tauladan mulia dari Rasulullah ‎saw. Dalam suatu hadis diriwayatkan bahwa Mu’adz ibn Jabal r.a. berkata, “Rasulullah saw ‎berwasiat kepadaku. Beliau bersabda:‎
أُوصِيْكَ بِاتِّقَاءِ اللهِ تَعَالَى وَصِدْقِ الْحَدِيْثِ وَالْوَفَاءِ بِالعَهْدِ وَأَدَاءِ اْلأَمَانَةِ وَتَرْكِ ‏الْخِيَانَةِ وَحِفْظِ الْجَارِ وَرَحْمَةِ الْيَتِيْمِ وَلِيْنِ الْكَلاَمِ وَبِدْءِ السَّلاَمِ وَحُسْنِ الْعَمَلِ ‏وَقِصَرِ اْلأَمَلِ وَلُزُوْمِ اْلإِيْمَانِ وَالنَّفَقَةِ فِىالْقُرْآنِ وَحُبِّ اْلاَخِرَةِ وَالْجَزَعِ مِنَ ‏الْحِسَابِ وَخَفْضِ الْجَنَاحِ. وَأَنْهَاكَ اَنْ تَسُبَّ حَكِيْمًا اَوْتُكَذِّبَ صَادِقًا اَوْتُطِيْعَ ‏آثِمًا اَوْتُعْصِى اِمَامًا عَادِلاً اَوْتُفْسِدَ أَرْضًا. وَاُوصِيْكَ بِاتِّقَاءِ اللهِ عِنْدَ كُلِّ حَجَرٍ ‏وَشَجَرٍ وَمَدَرٍ وَاَنْ تُحْدِثَ لِكُلِّ ذَنْبٍ تَوْبَةَ السِّرِّ بِالسِّرِّ وَالْعَلاَنِيَةَ بِالْعَلاَنِيَةِ

‎“Aku wasiatkan kepadamu agar bertakwa kepada Allah SWT, berkata benar, ‎menepati janji, menunaikan amanah, meninggalkan pengkhianatan, menjaga hubungan ‎baik dengan tetangga, mengasihi anak yatim, berkata lembut, memulai salam, berbuat baik, ‎pendek angan-angan, meneguhkan keimanan, mempelajari Al-Qur’an, mencintai akhirat, ‎merasa gelisah terhadap penghisaban, dan merendahkan hati. Aku melarang kepadamu ‎dari mencaci orang yang bijak, mendustakan orang jujur, menaati pendosa, durhaka kepada ‎pemimpin yang adil, atau membuat kerusakan di muka bumi. Aku wasiatkan kepadamu ‎agar bertakwa kepada Allah pada setiap batu, pohon, dan tanah. Hendaklah pada setiap ‎dosa engkau datangkan tobat, yang rahasia dengan rahasia dan yang terang-terangan ‎dengan terang-terangan”.‎
Tata nilai Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan juga Sunnah Rasulullah saw. ‎memiliki ketinggian karakteristik yang mencakup landasan-landasan yang bersifat asasi ‎serta memuat acuan-acuan yang bersifat praktis. Sebagai tata nilai yang bersifat Ilahiyyah, ‎tata nilai Islam memiliki karakteristik-karakteristik yang sekaligus melebihkannya dari tata ‎nilai yang dikonstruksi manusia.‎
Pertama, syari’at Islam adalah tata nilai, aturan dan norma ciptaan Allah SWT, Zat ‎yang mengetahui segala sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Tata nilai Islam diciptakan ‎sesuai dan selaras dengan sendi-sendi kemanusiaan, baik manusia sebagai individu ‎maupun manusia sebagai masyarakat. Oleh sebab itu, tidak mungkin terjadi pertentangan ‎antara tata nilai Islam dengan fitrah kemanusiaan. Firman Allah SWT:‎
فَاَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّيْنِ حَنِيْفَا فِطْرَةَ اللهِ الَّتِى فَطَرَ النَّاسَ عَلَيْهَا لاَتَبْدِيْلَ لِخَلْقِ اللهِ ذلِكَ ‏الدِّيْنُ الْقَيِّمْ وَلكِنَّ اَكْثَرَ النَّاسِ لاَ يَعْلَمُوْنَ
‎“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepda Agama (Allah); (tetaplah atas) fitrah ‎Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah ‎Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui” (Q.S. Al-‎Rum:30).‎
Kedua, tata nilai Islam diciptakan dengan tujuan untuk kebahagiaan dan ‎kesejahteraan umat manusia, sehingga terpelihara agamanya, dirinya, akalnya, ‎kehormatannya, dan harta bendanya. Tata nilai Islam selalu memuat perintah untuk berbuat ‎yang ma’ruf, mencegah dari perbuatan yang munkar, menghalalkan yang baik-baik, dan ‎mengharamkan yang buruk-buruk. Firman Allah SWT:‎
اَلَّذِيْنَ يَتَّبِعُوْنَ الرَّسُولَ النَّبِىَّ اْلاُمِىَّ اَلَّذِى يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِى التَّوْرَـةِ ‏وَاْلاِنْجِيْلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْههُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبتِ وَيُحَرِّمُ ‏عَلَيْهِمُ الْخَبئِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ اِصْرَهُمْ وَاْلاَغْللَ اَلَّتِى كَانَتْ عَلَيْهِمْ فَالَّذِيْنَ امَنُوا بِهِ ‏وَعَزَرُوْهُ وَنَصَرُوْهُ وَاتَّبَعُواالنُّوْرَ اَلَّذِي اَنْزَلَ مَعَهُ اُولئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ
‎“(Yaitu) orang-orang yang mengikuti rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka ‎dapati tertulis di dalam taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka ‎mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang munkar dan ‎menghalalkan mereka kepada yang baik dan mengharamkan mereka dari yang buruk dan ‎membuang dari mereka beban-beban dan belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-‎orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang ‎terang yang diturunkan kepadanya (Al-Qur’an) mereka itulah orang-orang yang beruntung” ‎‎(Q.S. Al-A’raf:157).‎
Ketiga, tata nilai Islam bersifat mencakup seluruh aspek kehidupan manusia ‎‎(syumûliyah). Ia mencakup seluruh sistem keyakinan, etika, moral, hukum, pemikiran dan ‎ilmu pengetahuan, sistem keluarga, ekonomi, sosial-politik dan lain sebagainya. Tidak ada ‎satu aspek pun dari kehidupan manusia yang luput dari jangkauan tata nilai Islam. Kalaupun ‎tidak diatur secara terperinci, setidaknya terdapat landasan yang bersifat asasi dan prinsipil. ‎Itulah kesempurnaan tata nilai Islam yang tidak tertandingi oleh sistem dan tata nilai mana ‎pun juga.‎
اَلْيَوْمَ اَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُمْ وَاَتْمَمْتُ لَكُمْ نِعْمَتِى وَرَضِيْتُ لَكُمُ اْلاِسْلمَ دِيْنًا
‎“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan ‎untuk kamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridlai Islami itu jadi agama bagimua” (Q.S. Al-‎Maidah:3).‎
Berdasarkan keunggulan-keunggulan karakteristik tata nilai Islam tersebut ‎dihubungkan dengan kondisi dan situasi bangsa ini, kita berhadapan dengan sebuah ‎realitas masyarakat yang memperihatinkan. Prihatin karena di satu sisi kita memiliki ‎perangkat tata nilai yang luhur dan adiluhung, yaitu tata nilai Islam; tetapi di sisi lain kita ‎berhadapan dengan realitas masyarakat yang hampir-hampir anarkhis, kurang berakhlak, ‎tak peduli pada hukum, dan hampir-hampir menjadi masyarakat biadab.‎
Oleh karena, sebelum masyarakat kita benar-benar menjadi anarkhis, mari kita ‎kembali kepada tata nilai Islam, yaitu tata nilai yang bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah ‎Rasul yang selalu sesuai dan selaras dengan fitrah manusia dan fitrah masyarakat. ‎

No comments: