Monday, July 2, 2007

Budaya Membaca

اقرا باسم ربك الذى خلق خلق الانسان من علق ‏
اقرا وربك الاكرم الذى علم بالقلم علم الانسان مالم يعلم
‎“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan,‎
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah,‎
Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Paling Pemurah,‎
Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam,‎
Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. ‎
‎(Q.S. Al-‘Alaq:1-5)‎

Demikianlah sebuah perintah agung telah turun pada abad ke-7 Masehi ‎demi mengawali sebuah misi akbar di jagat ini. Penguasa alam telah menunjuk ‎Muhammad yang saat itu tengah berkhalwat (menyepi) sebagai utusan-Nya ‎untuk mengerjakan tugas kerasulan, menebarkan benih-benih rahmat di muka ‎bumi, serta menerangi dunia jahiliyah dengan cahaya Ilahi. ‎
Suatu hal yang tidak mungkin jika Sang Khalik, Allah SWT., bertidak ‎ngawur. Segala yang diperbuat-Nya adalah sempurna, bersih dari khilaf dari ‎cacat. Demikian pula ketika Allah menjadikan perintah membaca sebagai ‎perintah pertama dalam mengawali misi akbar-Nya, tentu saja bukan suatu hal ‎yang sepi arti tanpa makna. Sebaliknya, di dalamnya terkandung lautan hikmah ‎yang harus digali oleh manusia. Jika sang khalik saja menjadikan membaca ‎sebagai suatu hal yang penting, apalagi kita.‎
Para ulama, cendekiawan, ilmuwan, pemimpin negara dan semua orang ‎yang memiliki kesadaran, pasti sepakat bahwa membaca itu mutlak bagi ‎manusia, baik dalam arti membaca buku atau lebih dari itu. Bahkan membaca ‎bisa dikaitkan dengan muhasabah (introspeksi diri). Memang, semakin ‎mengenal siapa diri kita, semakin jelas pula jalan kehidupan di hadapannya. ‎Karenanya, kita juga dapat menegaskan bahwa "Manusia akan selamat kalau ‎suka membaca."‎
Sebuah penelitian mendalam (1960-1966) yang dilakukan di sebuah ‎Sekolah Dasar di kota Denver, Amerika Serikat, menyimpulkan bahwa anak ‎yang sudah dibiasakan membaca pada usia pra sekolah relatif tidak menemukan ‎kesulitan dalam belajar dan bergaul. Selain itu, anak-anak yang mengikuti ‎program penelitian ini ternyata memiliki kecakapan membaca yang lebih tinggi ‎dibandingkan dengan anak-anak yang tidak mengikuti program. Ini cuma ‎sebagian kecil bukti ilmiah yang menunjukkan betapa penting arti membaca ‎bagi manusia
Lalu, mengapa minat baca masyarakat kita rendah? jawabannya klasik, ‎‎"Tidak punya uang untuk membeli bahan bacaan." Ternyata masih cukup ‎relevan untuk dikemukakan bahwa "Masyarakat kita masih cukup repot ‎memikirkan kebutuhan sehari-hari. Minat baca masyarakat rendah terutama ‎karena faktor daya belinya yang rendah. Karena itu, orang tidak membeli buku ‎karena tidak punya uang, walaupun ia senang membaca."‎
Sebenarnya, jika saja bahan bacaan mudah didapatkan masyarakat, ‎boleh jadi hal tersebut akan membantu proses pemulihan kondisi bangsa. Bila ‎orang mudah mendapatkan bahan bacaan, besar kemungkinan terwujud ‎masyarakat yang terbiasa membaca. Masyarakat seperti ini intelektualitas dan ‎emosionalitasnya boleh jadi lebih stabil. Ini artinya, masyarakat tersebut bisa ‎dikatakan masyarakat yang memiliki filter pikir yang baik, tak mudah terbawa ‎arus. Contoh negara yang pernah dan sukses menerapkan konsep tersebut ‎adalah Jepang.‎
Selain masalah daya beli masyarakat dan “kurangnya perhatian ‎pemerintah” untuk masalah perbukuan, rendahnya minat baca masyarakat juga ‎disebabkan pula oleh faktor budaya dan tradisi masyarakat kita yang dalam ‎menyampaikan informasi selalu menggunakan budaya lisan. Kerana memang ‎tidak sedikit orang yang beranggapan bahwa budaya kita bukanlah budaya ‎membaca, tetapi budaya mendengar dan meniru
Dalam membangun karakteristik sebuah masyarakat, dibutuhkan kultur ‎yang kondusif. Begitupun dengan minat membaca, akan lebih mungkin terwujud ‎jika dilakukan secara massal. Kalau dijalankan sendiri-sendiri pihak manapun itu ‎‎(pemerintah, praktisi pendidikan, orang tua atau siapa pun) akan sulit ‎menumbuhkan minat baca masyarakat. Jadi harus ada “gerakan jama'ah”. ‎Dalam kandungan firman-Nya pun begitu banyak hal yang disarankan Allah ‎untuk dijalankan secara berjama'ah.‎
Lebih dari itu, kita harus mampu memberikan kesadaran bahwa “buku ‎adalah gudang ilmu, dan membaca adalah pintunya”. Untuk itu, kita harus ‎berusaha keras, karena untuk mengembangkan minat baca masyarakat perlu ‎adanya campur tangan dan komitmen Pemerintah dan seluruh komponen ‎bangsa yang lain. Pemerintah dan masyarakat perlu memberikan fasilitas yang ‎kondusif dengan menyediakan bahan bacaan yang memadai.‎
‎***‎
Meningkatkan minat dan gemar membaca, haruslah dimulai dari anak-‎anak usia dini. Karena minat dan kegemaran membaca haruslah menjadi ‎sebuah budaya, sedangkan budaya tidak mungkin diciptakan serta-merta, ‎melainkan perlu ada proses panjang, sehingga tercipta masyarakat “berbudaya ‎membaca” (di Malaysia dikenal dengan “Budaya Iqra”). Itulah sebabnya, ‎menjadikan anak-anak sebagai subjek utama dalam kampanye gemar membaca ‎harus menjadi prioritas utama dan pertama.‎
Bagaimana menciptakan kesenangan membaca? Yang harus diingat ‎adalah tidak memaksa anak-anak membaca banyak bacaan. Biarkanlah mereka ‎membaca sedikit di rumah pada awalnya, daripada mereka membaca banyak ‎hanya karena kita memaksanya. Kemudian, berikanlah anak-anak bahan bacaan ‎yang mudah untuk dinikmati dan menyenangkan. Biarkanlah anak-anak ‎membaca buku-buku yang membuat mereka merasa bahwa mereka adalah ‎pembaca yang baik dengan menanyakan pendapat mereka tentang buku yang ‎mereka baca. Jika kita sudah mengetahui, buku-buku macam apa yang mereka ‎sukai dan mengasyikkan bagi mereka, berusahalah untuk mencari dan ‎memberikannya kepada mereka. ‎
Jika anak-anak kita termasuk anak yang enggan membaca, baik karena ia ‎tidak suka maupun karena ia tidak mampu membaca, sebaiknya kita tidak perlu ‎berputus asa. Ada baiknya kita mencoba tahap-tahap berikut:‎
‎1.‎ Berikan anak-anak kita buku dan majalah yang penuh dengan ‎gambar-gambar yang menarik. Biarkan ia membolak-balik buku-buku ‎atau majalah tersebut. Sekali-kali, cobalah memintanya memilih ‎buku/majalah sendiri untuk mengetahui minatnya. ‎
‎2.‎ Biarkan ia membaca komik, majalah dan koran. Janganlah berpikir ‎bahwa ketiga jenis bacaan tersebut bacaan yang buruk atau tidak ‎bermutu. Untuk anak yang minat bacanya rendah atau kemampuan ‎membacanya rendah, bacaan tersebut memiliki beberapa kelebihan, ‎yaitu: komik memiliki karakter, garis cerita, jenis bahasa, dan nada yang ‎sama. Sedangkan, majalah dan koran memiliki artikel dan cerita pendek ‎yang dapat dibaca dalam waktu yang singkat oleh orang yang tidak suka ‎membaca. Di samping itu, ada gambar yang bisa membantunya menerka ‎arti kata yang tidak ia mengerti. Biarkan anak membaca bacaan tersebut, ‎tetapi mulailah menggerakkannya untuk membaca buku. ‎
‎3.‎ Berikanlah buku pertama kepada anak dengan ciri-ciri: yang ‎memiliki penuturan cerita yang dilakukan dari sudut orang pertama; atau ‎buku humor, karena anak seringkali terkesan pada buku yang lucu. ‎
‎4.‎ Tahap berikutnya, umumnya anak menolak membaca buku lain di ‎luar tulisan pengarang yang disukainya. Oleh karena itu, seringkali ‎orangtua kerepotan menghadapinya. Namun, sebaiknya orangtua tetap ‎mendukung dengan mencoba mencarikan buku-buku yang disukainya. ‎
‎5.‎ Selanjutnya adalah pengembangan. Orangtua harus mulai ‎memperkenalkan bacaan lain di luar dari yang disukai anak. Kita bisa ‎menyarankan buku jenis yang sama dari pengarang yang berbeda. Ini ‎adalah waktu yang baik untuk mulai memanfaatkan perpustakaan ‎sehingga jika anak tetap tidak ingin membacanya, kita bisa ‎mengembalikannya. Di sinilah penting dan strategisnya kehadiran ‎‎“perpustakaan” di tengah-tengah masyarakat kita.‎
‎6.‎ Berikan dukungan untuk peralihan ke bacaan yang lebih luas. Jika ‎Anak sudah terpikat pada buku kesenangannya, memberikan tugas ‎membaca klasik akan membantunya mengembangkan bacaan. Ia akan ‎dapat menikmati buku lain selain yang disenanginya. Kita sudah bisa ‎menawarkan kepadanya buku yang pantas dan seharusnya dipelajari ‎anak-anak. ‎
‎7.‎ Biarkan anak mencari buku sendiri. Pada tahap ini anak sudah ‎mempunyai kebutuhan terhadap buku. Ia perlu sesuatu untuk dibaca. Ia ‎menemukan pengarang-pengarang baru. Ia juga mencoba jenis-jenis fiksi ‎baru. Ia selalu mencari buku berikutnya. Pada tahapan ini, kita ‎seyogyanya memulai memberikan dan menanamkan kepada anak-anak ‎untuk mencintai buku-buku keagamaan. Pada tahapan ini pula kita bisa ‎mendorong agar anak-anak rajin membaca “Kitab Suci”, Al-Qur’an Al-‎Karim (lebih baik jika Al-Qur’an Tarjamah), sehingga pesan-pesan ‎Ilahiyyah dapat terserap dan terinternalisasi dalam jiwa dan kalbu anak.‎
‎8.‎ Akhirnya, anak-anak kita menjadi kutu buku sejati karena ia sudah ‎tidak bisa lepas dari buku. Ia tidak bisa kalau tidak membaca. ‎

Demikianlah sekedar ikut berpartisipasi dalam meningkatkan minat dan ‎kegemaran membaca. Sebab, saya sendiri sangat menyadari betapa penting ‎dan strategisnya kebiasaan membaca dalam membentuk karakter, kepribadian, ‎pemikiran, dan wawasan seseorang. Saya selalu ingat dan menghayati ‎kehidupan orang-orang besar, yang “menjadi besar” karena kegemaran mereka ‎membaca dan menjadi “kutu buku”, seperti HAMKA, Mohammad Natsir, H. Agus ‎Salim, Ir. Soekarno dan lain sebagainya. Pendidikan formal sebagian dari ‎mereka bisa jadi rendah, tetapi karena kegemaran mereka terhadap buku, telah ‎mengantarkan mereka menjadi orang dan pemimpin yang disegani.‎
Semoga!‎

No comments: