اقرا باسم ربك الذى خلق خلق الانسان من علق
اقرا وربك الاكرم الذى علم بالقلم علم الانسان مالم يعلم
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan,
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah,
Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Paling Pemurah,
Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam,
Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.
(Q.S. Al-‘Alaq:1-5)
Demikianlah sebuah perintah agung telah turun pada abad ke-7 Masehi demi mengawali sebuah misi akbar di jagat ini. Penguasa alam telah menunjuk Muhammad yang saat itu tengah berkhalwat (menyepi) sebagai utusan-Nya untuk mengerjakan tugas kerasulan, menebarkan benih-benih rahmat di muka bumi, serta menerangi dunia jahiliyah dengan cahaya Ilahi.
Suatu hal yang tidak mungkin jika Sang Khalik, Allah SWT., bertidak ngawur. Segala yang diperbuat-Nya adalah sempurna, bersih dari khilaf dari cacat. Demikian pula ketika Allah menjadikan perintah membaca sebagai perintah pertama dalam mengawali misi akbar-Nya, tentu saja bukan suatu hal yang sepi arti tanpa makna. Sebaliknya, di dalamnya terkandung lautan hikmah yang harus digali oleh manusia. Jika sang khalik saja menjadikan membaca sebagai suatu hal yang penting, apalagi kita.
Para ulama, cendekiawan, ilmuwan, pemimpin negara dan semua orang yang memiliki kesadaran, pasti sepakat bahwa membaca itu mutlak bagi manusia, baik dalam arti membaca buku atau lebih dari itu. Bahkan membaca bisa dikaitkan dengan muhasabah (introspeksi diri). Memang, semakin mengenal siapa diri kita, semakin jelas pula jalan kehidupan di hadapannya. Karenanya, kita juga dapat menegaskan bahwa "Manusia akan selamat kalau suka membaca."
Sebuah penelitian mendalam (1960-1966) yang dilakukan di sebuah Sekolah Dasar di kota Denver, Amerika Serikat, menyimpulkan bahwa anak yang sudah dibiasakan membaca pada usia pra sekolah relatif tidak menemukan kesulitan dalam belajar dan bergaul. Selain itu, anak-anak yang mengikuti program penelitian ini ternyata memiliki kecakapan membaca yang lebih tinggi dibandingkan dengan anak-anak yang tidak mengikuti program. Ini cuma sebagian kecil bukti ilmiah yang menunjukkan betapa penting arti membaca bagi manusia
Lalu, mengapa minat baca masyarakat kita rendah? jawabannya klasik, "Tidak punya uang untuk membeli bahan bacaan." Ternyata masih cukup relevan untuk dikemukakan bahwa "Masyarakat kita masih cukup repot memikirkan kebutuhan sehari-hari. Minat baca masyarakat rendah terutama karena faktor daya belinya yang rendah. Karena itu, orang tidak membeli buku karena tidak punya uang, walaupun ia senang membaca."
Sebenarnya, jika saja bahan bacaan mudah didapatkan masyarakat, boleh jadi hal tersebut akan membantu proses pemulihan kondisi bangsa. Bila orang mudah mendapatkan bahan bacaan, besar kemungkinan terwujud masyarakat yang terbiasa membaca. Masyarakat seperti ini intelektualitas dan emosionalitasnya boleh jadi lebih stabil. Ini artinya, masyarakat tersebut bisa dikatakan masyarakat yang memiliki filter pikir yang baik, tak mudah terbawa arus. Contoh negara yang pernah dan sukses menerapkan konsep tersebut adalah Jepang.
Selain masalah daya beli masyarakat dan “kurangnya perhatian pemerintah” untuk masalah perbukuan, rendahnya minat baca masyarakat juga disebabkan pula oleh faktor budaya dan tradisi masyarakat kita yang dalam menyampaikan informasi selalu menggunakan budaya lisan. Kerana memang tidak sedikit orang yang beranggapan bahwa budaya kita bukanlah budaya membaca, tetapi budaya mendengar dan meniru
Dalam membangun karakteristik sebuah masyarakat, dibutuhkan kultur yang kondusif. Begitupun dengan minat membaca, akan lebih mungkin terwujud jika dilakukan secara massal. Kalau dijalankan sendiri-sendiri pihak manapun itu (pemerintah, praktisi pendidikan, orang tua atau siapa pun) akan sulit menumbuhkan minat baca masyarakat. Jadi harus ada “gerakan jama'ah”. Dalam kandungan firman-Nya pun begitu banyak hal yang disarankan Allah untuk dijalankan secara berjama'ah.
Lebih dari itu, kita harus mampu memberikan kesadaran bahwa “buku adalah gudang ilmu, dan membaca adalah pintunya”. Untuk itu, kita harus berusaha keras, karena untuk mengembangkan minat baca masyarakat perlu adanya campur tangan dan komitmen Pemerintah dan seluruh komponen bangsa yang lain. Pemerintah dan masyarakat perlu memberikan fasilitas yang kondusif dengan menyediakan bahan bacaan yang memadai.
***
Meningkatkan minat dan gemar membaca, haruslah dimulai dari anak-anak usia dini. Karena minat dan kegemaran membaca haruslah menjadi sebuah budaya, sedangkan budaya tidak mungkin diciptakan serta-merta, melainkan perlu ada proses panjang, sehingga tercipta masyarakat “berbudaya membaca” (di Malaysia dikenal dengan “Budaya Iqra”). Itulah sebabnya, menjadikan anak-anak sebagai subjek utama dalam kampanye gemar membaca harus menjadi prioritas utama dan pertama.
Bagaimana menciptakan kesenangan membaca? Yang harus diingat adalah tidak memaksa anak-anak membaca banyak bacaan. Biarkanlah mereka membaca sedikit di rumah pada awalnya, daripada mereka membaca banyak hanya karena kita memaksanya. Kemudian, berikanlah anak-anak bahan bacaan yang mudah untuk dinikmati dan menyenangkan. Biarkanlah anak-anak membaca buku-buku yang membuat mereka merasa bahwa mereka adalah pembaca yang baik dengan menanyakan pendapat mereka tentang buku yang mereka baca. Jika kita sudah mengetahui, buku-buku macam apa yang mereka sukai dan mengasyikkan bagi mereka, berusahalah untuk mencari dan memberikannya kepada mereka.
Jika anak-anak kita termasuk anak yang enggan membaca, baik karena ia tidak suka maupun karena ia tidak mampu membaca, sebaiknya kita tidak perlu berputus asa. Ada baiknya kita mencoba tahap-tahap berikut:
1. Berikan anak-anak kita buku dan majalah yang penuh dengan gambar-gambar yang menarik. Biarkan ia membolak-balik buku-buku atau majalah tersebut. Sekali-kali, cobalah memintanya memilih buku/majalah sendiri untuk mengetahui minatnya.
2. Biarkan ia membaca komik, majalah dan koran. Janganlah berpikir bahwa ketiga jenis bacaan tersebut bacaan yang buruk atau tidak bermutu. Untuk anak yang minat bacanya rendah atau kemampuan membacanya rendah, bacaan tersebut memiliki beberapa kelebihan, yaitu: komik memiliki karakter, garis cerita, jenis bahasa, dan nada yang sama. Sedangkan, majalah dan koran memiliki artikel dan cerita pendek yang dapat dibaca dalam waktu yang singkat oleh orang yang tidak suka membaca. Di samping itu, ada gambar yang bisa membantunya menerka arti kata yang tidak ia mengerti. Biarkan anak membaca bacaan tersebut, tetapi mulailah menggerakkannya untuk membaca buku.
3. Berikanlah buku pertama kepada anak dengan ciri-ciri: yang memiliki penuturan cerita yang dilakukan dari sudut orang pertama; atau buku humor, karena anak seringkali terkesan pada buku yang lucu.
4. Tahap berikutnya, umumnya anak menolak membaca buku lain di luar tulisan pengarang yang disukainya. Oleh karena itu, seringkali orangtua kerepotan menghadapinya. Namun, sebaiknya orangtua tetap mendukung dengan mencoba mencarikan buku-buku yang disukainya.
5. Selanjutnya adalah pengembangan. Orangtua harus mulai memperkenalkan bacaan lain di luar dari yang disukai anak. Kita bisa menyarankan buku jenis yang sama dari pengarang yang berbeda. Ini adalah waktu yang baik untuk mulai memanfaatkan perpustakaan sehingga jika anak tetap tidak ingin membacanya, kita bisa mengembalikannya. Di sinilah penting dan strategisnya kehadiran “perpustakaan” di tengah-tengah masyarakat kita.
6. Berikan dukungan untuk peralihan ke bacaan yang lebih luas. Jika Anak sudah terpikat pada buku kesenangannya, memberikan tugas membaca klasik akan membantunya mengembangkan bacaan. Ia akan dapat menikmati buku lain selain yang disenanginya. Kita sudah bisa menawarkan kepadanya buku yang pantas dan seharusnya dipelajari anak-anak.
7. Biarkan anak mencari buku sendiri. Pada tahap ini anak sudah mempunyai kebutuhan terhadap buku. Ia perlu sesuatu untuk dibaca. Ia menemukan pengarang-pengarang baru. Ia juga mencoba jenis-jenis fiksi baru. Ia selalu mencari buku berikutnya. Pada tahapan ini, kita seyogyanya memulai memberikan dan menanamkan kepada anak-anak untuk mencintai buku-buku keagamaan. Pada tahapan ini pula kita bisa mendorong agar anak-anak rajin membaca “Kitab Suci”, Al-Qur’an Al-Karim (lebih baik jika Al-Qur’an Tarjamah), sehingga pesan-pesan Ilahiyyah dapat terserap dan terinternalisasi dalam jiwa dan kalbu anak.
8. Akhirnya, anak-anak kita menjadi kutu buku sejati karena ia sudah tidak bisa lepas dari buku. Ia tidak bisa kalau tidak membaca.
Demikianlah sekedar ikut berpartisipasi dalam meningkatkan minat dan kegemaran membaca. Sebab, saya sendiri sangat menyadari betapa penting dan strategisnya kebiasaan membaca dalam membentuk karakter, kepribadian, pemikiran, dan wawasan seseorang. Saya selalu ingat dan menghayati kehidupan orang-orang besar, yang “menjadi besar” karena kegemaran mereka membaca dan menjadi “kutu buku”, seperti HAMKA, Mohammad Natsir, H. Agus Salim, Ir. Soekarno dan lain sebagainya. Pendidikan formal sebagian dari mereka bisa jadi rendah, tetapi karena kegemaran mereka terhadap buku, telah mengantarkan mereka menjadi orang dan pemimpin yang disegani.
Semoga!
Monday, July 2, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment