Pendahuluan
Kerukunan hidup beragama merupakan salah satu tujuan pembangunan di bidang agama. Gagasan ini muncul, terutama karena dilatarbelakangi oleh beberapa kejadian yang memperlihatkan gejala meruncingnya hubungan antar umat beragama. Gejala ini terlihat kentara pada beberapa waktu yang lalu, misalnya kasus Tasikmalaya, Situbondo, Pandeglang, Ujungpandang dan lain-lain. Atas dasar peristiwa-peristiwa tersebut, serta peristiwa-peristiwa lain yang mendahuluinya di tahun-tahun yang telah lampau, maka dipandang sangat penting untuk membina kerukunan hidup beragama.
Gagasan mengenai pentingnya membina kerukunan hidup beragama ini dilontarkan pertama kali pada tahun 1971 oleh Bapak Prof. Dr. Mukti Ali (Menteri Agama pada waktu itu). Pada saat itu beliau melontarkan gagasan dialog pemuka agama, sebagai usaha untuk mempertemukan tokoh-tokoh berbagai agama dalam satu forum percakapan bebas dan terus-terang, di mana masing-masing pihak saling mengemukakan pendapatnya tentang masalah-masalah yang menjadi kepentingan bersama. Sejak itu kegiatan dialog diprogramkan dan merupakan program utama dari Proyek Kerukunan Hidup Beragama Departemen Agama.
Secara umum, kehidupan dan pergaulan umat berbagai agama tampak rukun. Akan tetapi hal ini tidak berarti tidak pernah terjadi ketegangan atau persinggungan satu sama lain. Ketegangan dan persinggungan itu wajar dalam suatu masyarakat yang heterogen. Sebab bagaimanapun juga, dalam masyarakat majemuk mesti terdapat persaingan, dan justru dalam persaingan itu terdapat dinamika.
Walaupun ketegangan dan persinggungan itu bisa dianggap wajar, namun suatu ketika bisa terjadi peruncingan yang tak terkendalikan. Kemungkinan peruncingan itu bisa disebabkan oleh beberapa hal, antara lain, masalah penyebaran agama, warisan penjajahan serta masalah-masalah kompleks mayoritas dan minoritas.
Penyebaran agama (dalam Islam dikenal dengan istilah dakwah) adalah hal yang wajar dan semestinya. Bahkan para pemeluknya menanggung kewajiban untuk melakukan penyebaran itu. Oleh karena itu adalah sangat kodrati apabila orang yang beragama merasa terpanggil untuk menyelamatkan orang lain lewat ajakan memeluk agama yang diyakini sebagai satu-satunya jalan keselamatan. Ini berarti bahwa pada dasarnya penyebaran agama adalah berdasarkan motivasi yang sangat luhur, yakni mengajak orang menuju keselamatan.
Ketegangan dan peruncingan kehidupan beragama timbul, apabila cara-cara yang dipergunakan dalam penyebaran itu dirasakan sebagai kurang wajar. Adanya penyebaran agama yang mendatangi rumah demi rumah penganut agama lain; ceramah-ceramah dan tulisan-tulisan yang bersifat kecaman terhadap ajaran agama lain; memberikan santunan, berupa beras, mie instant, pakaian dan lain-lain, kepada penganut agama lain; serta cara-cara lain yang dipandang kurang wajar, tentu dapat menyebabkan terjadinya ketegangan dan peruncingan kehidupan beragama.
Ketegangan hubungan antar umat berbagai agama, khususnya Islam dan Kristen (Protestan dan Katolik) amat terasa pada beberapa waktu yang lalu. Hal ini terutama berkisar pada issue pengkristenan (kristenisasi) yang tumbuh di kalangan umat Islam, serta issue-issue lain yang menyebabkan munculnya ketegangan dan peruncingan kehidupan beragama.
Menghadapi masalah-masalah di atas, bagaimanakah konsepsi Islam tentang kerukunan hidup beragama? Bagaimana pula sikap Islam terhadap agama-gama lain? Untuk menjawab masalah-masalah tersebut, penulis mencoba membahasnya dalam makalah yang sederhana ini.
Konsepsi Islam Tentang Kerukunan Hidup Beragama
Kerukunan hidup beragama adalah suasana di mana manusia secara individu atau secara kelompok yang satu dengan yang lainnya terjalin rasa kebersamaan dan kerukunan tanpa terhalang oleh perbedaan yang bersifat keagamaan. Dalam hal ini, kita mengenal tiga bentuk kerukunan hidup beragama, yaitu Pertama, kerukunan hidup intern umat beragama. Kedua, kerukunan hidup antar umat beragama. Ketiga, Kerukunan hidup antar umat beragama dengan pemerintah.
Dalam ajaran Islam, kerukunan hidup intern umat beragama bertujuan untuk membangun dan membina Ukhuwwah Islamiyyah dan kemajuan di segala bidang. Mengenai sikap hidup seorang muslim telah dijelaskan dalam al-Qur'an, di mana antar sesama muslim hendaklah saling sayang-menyayangi dan terhadap orang kafir haruslah bersikap tegas dan konsisten. Firman Allah SWT:
محمد رسول الله والذين معه اشداء على الكفار رحماء بينهم
"Muhammad itu utusan Allah, dan orang bersama dia adalah keras terhadap orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka..." (Q.S. Al-Fath : 29).
Mengenai kerukunan hidup antar umat beragama, dalam ajaran Islam ditekankan agar ukhuwwah insaniyyah dapat dibangun dan diwujudkan. Hal ini dilandasi oleh suatu komitmen ajaran Islam, tentang larangan pemaksaan dalam menganut suatu agama. Firman Allah SWT:
لا اكراه فىالدين
"Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)" (Q.S. Al-Baqarah : 256).
Sedangkan mengenai kerukunan umat beragama dengan pemerintah, bertujuan untuk memudahkan pembangunan di segala bidang dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya. Juga untuk menghindari adanya kebijaksanaan atau pembangunan yang dapat merugikan atau tidak sejalan dengan nilai atau ajaran suatu agama. Sabda Rasulullah SAW:
صنفان من الناس اذا صلحا صلح الناس واذا فسدا فسد الناس: العلماء والامراء
"Dua macam dari manusia apabila mereka kedua itu baik, maka baiklah semua manusia dan apabila mereka kedua itu rusak, maka rusaklah semua manusia, yaitu ulama (ahli agama) dan umara (pejabat pemerintahan)" (H.R. Ibn Abdul Barra').
Selain konsep-konsep yang sangat mendasar tersebut, ajaran Islam juga menganjurkan beberapa hal yang berkenaan dengan upaya menciptakan kerukunan hidup beragama, yaitu :
Pertama, untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang damai dan sejahtera, maka kerukunan hidup intern umat beragama; antar umat beragama; dan kerukunan antar umat beragama dengan pemerintah perlu diwujudkan.
يايها الناس انا خلقنكم من ذكر وانثى وجعلنكم شعوبا وقبائل لتعارفوا
"Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki, seorang perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal mengenal" (Q.S. Al-Hujurat : 13).
Kedua, Allah tidak melarang kepada kaum muslimin untuk berbuat baik, mengadakan hubungan persaudaraan dan tolong-menolong kepada orang kafir, selama mereka tidak mempunyai niat menghancurkan umat Islam. Hal ini menandakan adanya sikap toleran dari kaum muslimin terhadap umat beragama lain. Firman Allah :
لاينهكم الله عن الذين لم يقتلوكم فى الدين ولم يخرجوكم من دياركم ان تبروهم وتقسطوا اليهم
"Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu" (Q.S. Al-Mumtahinah : 8).
Bahkan Rasulullah sendiri melarang umat Islam mengganggu ketenteraman orang kafir dzimmy sekalipun. Beliau bersabda :
من اذى ذميا فقد اذانى ومن اذانى فقد اذىالله
"Barang siapa mengganggu seorang kafir dzimmy, maka suangguh ia telah menggangguku dan barang siapa menggangguku, maka sungguh ia telah mengganggu Allah". (H.R. Thabrany).
Ketiga, kerukunan antar umat beragama tidak boleh menyimpang dari ajaran Islam. Sikap toleran dalam Islam telah dijelaskan batasan-batasannya, yaitu antara lain, tidak boleh ada sikap toleran antara orang Islam dengan orang kafir dalam soal iman dan ibadah. Firman Allah :
لكم دينكم ولى دين
"Untukmulah agamu dan untukkulah agamaku" (Q.S. Al-Kafirun : 6).
لنا اعمالنا ولكم اعمالكم
"Bagi kami amalan kami, nagi kamu amalan kamu, dan hanya kepada-Nya kami mengikhlaskan hati". (Q.S. Al-Baqarah : 131).
Keempat, kerukunan hidup intern umat beragama atau antar individu demi ukhuwwah Islamiyyah sangat dianjurkan. Firman Allah :
واعتصموا بحبل الله جميعا ولا تفوقوا
"Dan berpeganglah kamu semua kepada tali (agama) Allah. Dan janganlah kamu bercerai-berai" (Q.S. Ali Imran : 103).
Kelima, kerukunan hidup antar umat beragama dengan pemerintah, berarti juga adanya saling kerja sama dan saling memberi. Pihak pemerintah memberikan hak dan kewajibannya kepada umat beragama (masyarakat) demikian pula dari masyarakat harus memberikan kewajibannya, berupa taat dan patuh kepada peraturan-peraturan yang ditetapkan pemerintah. Firman Allah :
يايها الذين امنوا اطيعواالله واطيعواالرسول واولىالامر منكم
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan ulil amri (pemimpin) di antara kamu" (Q.S. An-Nisa : 59).
Kepatuhan umat kepada pemimpin, penguasa atau pemerintah itu diharuskan, selama kebijaksanaan, perintah atau keputusan yang ditetapkannya tidak bertentangan dengan ajaran al-Qur'an. Sabda Nabi :
لاطاعة لمخلوق فى معصية الخالق
"Tidak (dibenarkan) taat kepada makhluk di dalam hal-hal yang merupakan maksiyat kepada Khalik (Allah)" (H.R. Ahmad).
Penutup
Dengan terjalinnya kerukunan hidup beragama, maka sekat-sekat sosial yang sering menghambat bahkan meruntuhkan proses pembangunan dapat dihindari. Oleh karena itu, maka kerukunan hidup beragama merupakan modal yang sangat penting dalam membangun masa depan bersama.
Sebaliknya, jika ketegangan dan peruncingan kehidupan beragama terus terjadi, maka kesempatan kita untuk membangun akan hilang sia-sia. Bahkan, ketegangan dan peruncingan itu dapat menghancurkan hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai bersama.
Monday, July 2, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment