Monday, July 2, 2007

Islam dan Kerukunan Beragama

Pendahuluan
Kerukunan hidup beragama merupakan salah satu tujuan pembangunan di bidang ‎agama. Gagasan ini muncul, terutama karena dilatarbelakangi oleh beberapa kejadian ‎yang memperlihatkan gejala meruncingnya hubungan antar umat beragama. Gejala ini ‎terlihat kentara pada beberapa waktu yang lalu, misalnya kasus Tasikmalaya, Situbondo, ‎Pandeglang, Ujungpandang dan lain-lain. Atas dasar peristiwa-peristiwa tersebut, serta ‎peristiwa-peristiwa lain yang mendahuluinya di tahun-tahun yang telah lampau, maka ‎dipandang sangat penting untuk membina kerukunan hidup beragama.‎
Gagasan mengenai pentingnya membina kerukunan hidup beragama ini ‎dilontarkan pertama kali pada tahun 1971 oleh Bapak Prof. Dr. Mukti Ali (Menteri ‎Agama pada waktu itu). Pada saat itu beliau melontarkan gagasan dialog pemuka agama, ‎sebagai usaha untuk mempertemukan tokoh-tokoh berbagai agama dalam satu forum ‎percakapan bebas dan terus-terang, di mana masing-masing pihak saling mengemukakan ‎pendapatnya tentang masalah-masalah yang menjadi kepentingan bersama. Sejak itu ‎kegiatan dialog diprogramkan dan merupakan program utama dari Proyek Kerukunan ‎Hidup Beragama Departemen Agama.‎
Secara umum, kehidupan dan pergaulan umat berbagai agama tampak rukun. ‎Akan tetapi hal ini tidak berarti tidak pernah terjadi ketegangan atau persinggungan satu ‎sama lain. Ketegangan dan persinggungan itu wajar dalam suatu masyarakat yang ‎heterogen. Sebab bagaimanapun juga, dalam masyarakat majemuk mesti terdapat ‎persaingan, dan justru dalam persaingan itu terdapat dinamika.‎
Walaupun ketegangan dan persinggungan itu bisa dianggap wajar, namun suatu ‎ketika bisa terjadi peruncingan yang tak terkendalikan. Kemungkinan peruncingan itu ‎bisa disebabkan oleh beberapa hal, antara lain, masalah penyebaran agama, warisan ‎penjajahan serta masalah-masalah kompleks mayoritas dan minoritas.‎
Penyebaran agama (dalam Islam dikenal dengan istilah dakwah) adalah hal yang ‎wajar dan semestinya. Bahkan para pemeluknya menanggung kewajiban untuk ‎melakukan penyebaran itu. Oleh karena itu adalah sangat kodrati apabila orang yang ‎beragama merasa terpanggil untuk menyelamatkan orang lain lewat ajakan memeluk ‎agama yang diyakini sebagai satu-satunya jalan keselamatan. Ini berarti bahwa pada ‎dasarnya penyebaran agama adalah berdasarkan motivasi yang sangat luhur, yakni ‎mengajak orang menuju keselamatan. ‎
Ketegangan dan peruncingan kehidupan beragama timbul, apabila cara-cara yang ‎dipergunakan dalam penyebaran itu dirasakan sebagai kurang wajar. Adanya penyebaran ‎agama yang mendatangi rumah demi rumah penganut agama lain; ceramah-ceramah dan ‎tulisan-tulisan yang bersifat kecaman terhadap ajaran agama lain; memberikan santunan, ‎berupa beras, mie instant, pakaian dan lain-lain, kepada penganut agama lain; serta cara-‎cara lain yang dipandang kurang wajar, tentu dapat menyebabkan terjadinya ketegangan ‎dan peruncingan kehidupan beragama.‎
Ketegangan hubungan antar umat berbagai agama, khususnya Islam dan Kristen ‎‎(Protestan dan Katolik) amat terasa pada beberapa waktu yang lalu. Hal ini terutama ‎berkisar pada issue pengkristenan (kristenisasi) yang tumbuh di kalangan umat Islam, ‎serta issue-issue lain yang menyebabkan munculnya ketegangan dan peruncingan ‎kehidupan beragama.‎
Menghadapi masalah-masalah di atas, bagaimanakah konsepsi Islam tentang ‎kerukunan hidup beragama? Bagaimana pula sikap Islam terhadap agama-gama lain? ‎Untuk menjawab masalah-masalah tersebut, penulis mencoba membahasnya dalam ‎makalah yang sederhana ini.‎

Konsepsi Islam Tentang Kerukunan Hidup Beragama
Kerukunan hidup beragama adalah suasana di mana manusia secara individu atau ‎secara kelompok yang satu dengan yang lainnya terjalin rasa kebersamaan dan kerukunan ‎tanpa terhalang oleh perbedaan yang bersifat keagamaan. Dalam hal ini, kita mengenal ‎tiga bentuk kerukunan hidup beragama, yaitu Pertama, kerukunan hidup intern umat ‎beragama. Kedua, kerukunan hidup antar umat beragama. Ketiga, Kerukunan hidup antar ‎umat beragama dengan pemerintah.‎
Dalam ajaran Islam, kerukunan hidup intern umat beragama bertujuan untuk ‎membangun dan membina Ukhuwwah Islamiyyah dan kemajuan di segala bidang. ‎Mengenai sikap hidup seorang muslim telah dijelaskan dalam al-Qur'an, di mana antar ‎sesama muslim hendaklah saling sayang-menyayangi dan terhadap orang kafir haruslah ‎bersikap tegas dan konsisten. Firman Allah SWT:‎
محمد رسول الله والذين معه اشداء على الكفار رحماء بينهم ‏
‎"Muhammad itu utusan Allah, dan orang bersama dia adalah keras terhadap orang ‎kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka..." (Q.S. Al-Fath : 29).‎
Mengenai kerukunan hidup antar umat beragama, dalam ajaran Islam ditekankan ‎agar ukhuwwah insaniyyah dapat dibangun dan diwujudkan. Hal ini dilandasi oleh suatu ‎komitmen ajaran Islam, tentang larangan pemaksaan dalam menganut suatu agama. ‎Firman Allah SWT:‎
لا اكراه فىالدين
‎"Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam)" (Q.S. Al-Baqarah : 256).‎
Sedangkan mengenai kerukunan umat beragama dengan pemerintah, bertujuan ‎untuk memudahkan pembangunan di segala bidang dalam rangka pembangunan manusia ‎seutuhnya. Juga untuk menghindari adanya kebijaksanaan atau pembangunan yang dapat ‎merugikan atau tidak sejalan dengan nilai atau ajaran suatu agama. Sabda Rasulullah ‎SAW:‎
صنفان من الناس اذا صلحا صلح الناس واذا فسدا فسد الناس: العلماء ‏والامراء
‎"Dua macam dari manusia apabila mereka kedua itu baik, maka baiklah semua manusia ‎dan apabila mereka kedua itu rusak, maka rusaklah semua manusia, yaitu ulama (ahli ‎agama) dan umara (pejabat pemerintahan)" (H.R. Ibn Abdul Barra').‎
Selain konsep-konsep yang sangat mendasar tersebut, ajaran Islam juga ‎menganjurkan beberapa hal yang berkenaan dengan upaya menciptakan kerukunan hidup ‎beragama, yaitu :‎
Pertama, untuk menciptakan kehidupan masyarakat yang damai dan sejahtera, ‎maka kerukunan hidup intern umat beragama; antar umat beragama; dan kerukunan antar ‎umat beragama dengan pemerintah perlu diwujudkan.‎
يايها الناس انا خلقنكم من ذكر وانثى وجعلنكم شعوبا وقبائل لتعارفوا
‎"Hai manusia, sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki, seorang ‎perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu ‎saling kenal mengenal" (Q.S. Al-Hujurat : 13).‎
Kedua, Allah tidak melarang kepada kaum muslimin untuk berbuat baik, ‎mengadakan hubungan persaudaraan dan tolong-menolong kepada orang kafir, selama ‎mereka tidak mempunyai niat menghancurkan umat Islam. Hal ini menandakan adanya ‎sikap toleran dari kaum muslimin terhadap umat beragama lain. Firman Allah :‎
لاينهكم الله عن الذين لم يقتلوكم فى الدين ولم يخرجوكم من دياركم ان ‏تبروهم وتقسطوا اليهم ‏
‎"Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang ‎yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu" ‎‎(Q.S. Al-Mumtahinah : 8).‎
Bahkan Rasulullah sendiri melarang umat Islam mengganggu ketenteraman orang ‎kafir dzimmy sekalipun. Beliau bersabda :‎
من اذى ذميا فقد اذانى ومن اذانى فقد اذىالله ‏
‎"Barang siapa mengganggu seorang kafir dzimmy, maka suangguh ia telah ‎menggangguku dan barang siapa menggangguku, maka sungguh ia telah mengganggu ‎Allah". (H.R. Thabrany).‎
Ketiga, kerukunan antar umat beragama tidak boleh menyimpang dari ajaran ‎Islam. Sikap toleran dalam Islam telah dijelaskan batasan-batasannya, yaitu antara lain, ‎tidak boleh ada sikap toleran antara orang Islam dengan orang kafir dalam soal iman dan ‎ibadah. Firman Allah :‎
لكم دينكم ولى دين ‏
‎"Untukmulah agamu dan untukkulah agamaku" (Q.S. Al-Kafirun : 6).‎
لنا اعمالنا ولكم اعمالكم
‎"Bagi kami amalan kami, nagi kamu amalan kamu, dan hanya kepada-Nya kami ‎mengikhlaskan hati". (Q.S. Al-Baqarah : 131).‎
Keempat, kerukunan hidup intern umat beragama atau antar individu demi ‎ukhuwwah Islamiyyah sangat dianjurkan. Firman Allah :‎
واعتصموا بحبل الله جميعا ولا تفوقوا
‎"Dan berpeganglah kamu semua kepada tali (agama) Allah. Dan janganlah kamu ‎bercerai-berai" (Q.S. Ali Imran : 103).‎
Kelima, kerukunan hidup antar umat beragama dengan pemerintah, berarti juga ‎adanya saling kerja sama dan saling memberi. Pihak pemerintah memberikan hak dan ‎kewajibannya kepada umat beragama (masyarakat) demikian pula dari masyarakat harus ‎memberikan kewajibannya, berupa taat dan patuh kepada peraturan-peraturan yang ‎ditetapkan pemerintah. Firman Allah :‎
يايها الذين امنوا اطيعواالله واطيعواالرسول واولىالامر منكم ‏
‎"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya dan ulil amri ‎‎(pemimpin) di antara kamu" (Q.S. An-Nisa : 59).‎
Kepatuhan umat kepada pemimpin, penguasa atau pemerintah itu diharuskan, ‎selama kebijaksanaan, perintah atau keputusan yang ditetapkannya tidak bertentangan ‎dengan ajaran al-Qur'an. Sabda Nabi :‎
لاطاعة لمخلوق فى معصية الخالق
‎"Tidak (dibenarkan) taat kepada makhluk di dalam hal-hal yang merupakan maksiyat ‎kepada Khalik (Allah)" (H.R. Ahmad).‎

Penutup
Dengan terjalinnya kerukunan hidup beragama, maka sekat-sekat sosial yang ‎sering menghambat bahkan meruntuhkan proses pembangunan dapat dihindari. Oleh ‎karena itu, maka kerukunan hidup beragama merupakan modal yang sangat penting ‎dalam membangun masa depan bersama.‎
Sebaliknya, jika ketegangan dan peruncingan kehidupan beragama terus terjadi, ‎maka kesempatan kita untuk membangun akan hilang sia-sia. Bahkan, ketegangan dan ‎peruncingan itu dapat menghancurkan hasil-hasil pembangunan yang telah dicapai ‎bersama. ‎

No comments: