Pendahuluan
Dalam pandangan Islam, seorang anak yang baru dilahirkan berada dalam keadaan suci-bersih (fitrah). Tidak ada noda dan dosa yang melekat di dalamnya. Dia akan menjadi orang baik atau jahat, pandai atau bodoh, shalih atau durhaka sangat tergantung kepada orang tua, keluarga dan lingkungannya, baik lingkungan sekolah maupun lingkungan sosialnya.
كل مولود يولد على الفطرة فابواه يهودانه اوينصرانه اويمجسانه
Sejak seorang anak dilahirkan hingga mencapai usia remaja, dia akan mengalami masa-masa perkembangan yang sangat penting, baik perkembangan fisik, perkembangan mental, kepribadian maupun perkembangan pengalaman keagamaan. Pada masa-masa itulah, pengetahuan cognitive anak akan sangat berpengaruh dan menentukan perkembangan sikap (afektif) dan perilaku (psikomotorik) di masa-masa selanjutnya.
Itulah sebabnya pendidikan dipandang dan diyakini sangat penting untuk membimbing, mengarahkan dan melatih anak, agar persepsi-kognitif sang anak dapat dikembangkan ke arah yang positif, tanpa mengganggu dan mengurangi kebutuhannya untuk bermain dan bersenda gurau.
Tentu saja pendidikan yang dimaksud di sini tidak hanya pendidikan sekolah, melainkan juga pendidikan di lingkungan keluarga, pendidikan luar sekolah seperti Madrasah Diniyah, Pondok Pesantren dan lain sebagainya.
Panorama Pendidikan Islam
Sebelum dibicarakan mengenai panorama pendidikan Islam, akan dibahas terlebih dahulu mengenai beberapa panorama pendidikan yang kita ketahui. Selama ini kita mengenal beberapa "panorama" pendidikan. Panorama-panorama pendidikan ini tentu saja memiliki implikasi yang luas terhadap berbagai dimensi pendidikan.
Pertama, mendidik diartikan sebagai upaya mengatur tingkah laku terdidik secara sepihak. Pendidik pula yang menentukan apa yang harus dilakukan terdidik, sehingga kalau berhasil, terdidik sekedar menjadi duplikasi si pendidik. Ia selalu berada dalam bayang-bayang si pendidik, tidak berkemauan, tanpa inisiatif dan tidak bertanggung jawab.
Mendidik dalam arti tingkah laku, dipandang sebagai kegiatan pembiasaan dan reinforcement, teguran, pengulangan, dan ganjaran. Sasarannya hanya sampai kepada mengubah tingkah laku dalam arti molekuler, terbatas pada apa yang dapat dilihat dan diraba. Pribadi seperti itulah yang merupakan hasil bentukan pola kerja stimulus-respon dari kaum behavioris.
Kedua, yang berlawanan dengan pandangan ini mengatakan, bahwa pendidikan sepenuhnya harus berpusat pada terdidik. Si terdidik dipandang sebagai tolok ukur penentu arah tingkah laku, sehingga arah itu sendiri menjadi kabur. Pendidik sekedar penggerak dan penghidup mesin, sedang kemudinya diserahkan kepada terdidik
Ketiga, panorama lain memandang, bahwa pendidik perlu memperhatikan aktifitas si terdidik di samping pendidik harus mengarahkan si terdidik. Ini berarti bahwa tindakan pendidikan merupakan tindakan yang bipolar. Pendidikan seperti ini sering menempatkan pendidik pada posisi yang sulit, karena dia harus memperhitungkan seberapa jauh ia memberi kesempatan kepada terdidik, dan seberapa jauh pula ia harus memberikan arahan dan bimbingan.
Keempat, adapula yang melaksanakan pendidikan berdasarkan impuls yang muncul secara insidental pada si pendidik, sehingga pola maupun arah pendidikan tidak menunjukkan suatu garis yang lurus, dan tidak jelas pula ke mana mau menuju. Pandangan seperti ini mempercayakan perbuatan pendidikan pada gejolak hati dan intuisi yang sulit diperhitungkan dan diperkirakan, kapan akan tiba dan bagaimana corak dan arahnya.
Kelima, tindakan pendidikan semata-mata di dasarkan kepada situasi sosial yang di batasi oleh kesementaraan ruang dan waktu. Segala nilai di gali dari kekinian dan "di sini" semata-mata, sehingga nilai itupun bernilai nisbi belaka.
Lalu bagaimanakah panorama pendidikan islam? Pendidikan islam, mengakui dan bahkan menekankan kemampuan manusia untuk bertanggung jawab. Ia bertopang pada kejelasan norma, memiliki garis lurus yang membimbing pemikiran dan tindakan pendidikan, yang oleh karenanya dapat diketahui dasar, tujuan, dan garis pembimbingnya. Dengan model pendidikan seperti inilah dapat di bangun manusia yang utuh (kaffah) yaitu manusia yang memiliki kesatuan niat, ucap, pikir, prilaku dan tujuan, yang direalisasikan dalam kehidupan bermasyarakat.
Tujuan pendidikan Islam yang paling pokok adalah:
1. Taqwimunnufus, yaitu menegakkan jiwa agar tidak terombang-ambing.
2. Tahdzibussuluk, yaitu membersihkan perjalanan hidup dan kehidupan.
3. Tajwidul akhlaq, yaitu memperindah akhlak dan budi pekerti.
4. Merancang bangun pribadi muslim agar menjadi keluarga ummat yang salih.
5. Pembinaan keterampilan tangan.
Keberhasilan kelima tujuan pendidikan Islam tersebut pada akhirnya akan meng-hasilkan خير امة اخرجت للناس (ummat yang terbaik yang dikeluarkan kepada manusia), sehingga mampu berperan sebagai :
* Petunjuk kepada jalan Allah
* Pemimpin dalam kehidupan
* Mengerti bahwa islam adalah agama yang up to date dan ilmiah, bukan agama filsafat yang berdasarkan penalaran yang kosong dari tuntunan wahyu
* Mampu menjadi tauladan bagi anak-anaknya dan generasi penerusnya
* Menampilkan diri sebagai pembuat dan pelaksana garis kebijakan hidup dan kehidupan
* Mampu menyingkapkan tabir diri
* Memiliki pegangan dan nilai hidup yang bersih dan lurus
Untuk mencapai tujuan di atas itu, seorang anak perlu dibekali dengan nilai-nilai keislaman, ilmu pengetahuan dan keterampilan. Upaya pembekalan ini sedapat mungkin dilakukan sejak anak berusia dini. Pembekalan ilmu dan keterampilan dapat dilakukan dengan mengambil sumber ilmu pengetahuan dan teknologi, baik yang berasal dari tradisi ilmu pengetahuan islam maupun yang berasal dari ilmu pengetahuan "umum". Karena, tradisi keilmuan dan kebudayaan islam sangat kaya, sebagaimana dikemukakan oleh Sayyid Quthub dalam bukunya المستقبل لهذاالدين (masa depan untuk islam) :
والحق ان الدين ليس بديلا من العلم والحضارة ولا عدوا للعلم والحضارة انما هو اطار للعلم والحضارة ومحور للعلم والحضارة ومنهج للعلم والحضارة فى حدود اطاره ومحوره الذى يحكم كل شؤن الحياة
"Yang benar, bahwasanya agama (Islam) bukan pengganti ilmu dan kebudayaan bahkan bukan pula musuh ilmu dan kebudayaan. Padahal dinul islam merupakan bingkai ilmu dan kebudayaan dan poros/sumbu untuk ilmu dan kebudayaan, begitu pula sebagai metoda bagi ilmu dan kebudayaan dan membatasi bingkai dan poros yang mampu memberi hukum (peraturan) bagi segala masalah kehidupan".
Konsepsi Islam Tentang Guru Pendidikan Anak
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disebutkan beberapa sifat dan sikap seorang guru pendidikan anak yang dalam bahasa arab dikenal dengan murabby.
Pertama, seorang murabby, dalam menghadapi anak selayaknya memiliki sifat dan sikap keibuan dan kebapakan.
كن مربيا بعد ما كنت ابا او اما
"Jadilah pendidik setelah anda mengalami kedudukan sebagai ayah atau ibu"
Kedua, memiliki pengetahuan mengenai manhaj Ilahy yang bersumber pada al-Kitab dan as-Sunnah. Karena, manhaj Ilahy bertujuan untuk membangun peserta didik menjadi شخصية طيبة (pribadi suci) sejak dini, sejak kanak-kanak untuk melahirkan عائلة طيبة (keluarga suci), dan akhirnya قرية طيبة (kampung suci) yang menuju بلدة طيبة (negeri yang suci) disertai ورب غفور (penuh dengan ampun Ilahy).
Untuk membentuk pribadi yang suci maka perlu ditanamkan kalimah thayyibah (kata yang sarwa suci), sebagaimana firman Allah:
الم ترى كيف ضرب الله مثلا كلمة طيبة كشجرة طيبة اصلها ثابت وفرعها فى السماء تؤتى اكلها كل حين باذن ربها
"Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya "(Q.S. Ibrahim : 24-25) .
Syaikhul Islam Al-Imam Ibnu Taimiyyah berkata:
الكلمة اصل العقيدة فالاعتقاد هو الكلمة التى يعتقدها المرء واطيب الكلام والعقائد كلمة التوحيد واعتقاد ان لااله الاالله
"Kata (yang paling) utama adalah asal akidah, maka i'tikad ialah kata utama yang menjadi pokok akidah seseorang. Dan kalimat serta aqa'id yang paling suci ialah kalimat tauhid, yaitu لااله الاالله (tiada Tuhan kecuali Allah)".
Ketiga, menanamkan pengertian bahwa Allah-lah yang menciptakan manusia dan segala makhluk yang lainnya. Sebagai ciptaan Allah, jasad manusia tidak terpisah dari ruh, dan akal tidak terpisah dari jasad dan ruh. Konsep inilah yang melandasi pendidikan yang bersifat kaffah, dalam arti antara kebutuhan fisik, kebutuhan ruhani dan kebutuhan intelektualnya seimbang.
Keempat, menggali dan mengembangkan konsep-konsep qur'aniyah sehingga dapat ditemukan petunujuk-petunjuk bagi manusia, termasuk bagi pengembangan ilmu pengetahuan itu sendiri. Dari ayat pertama yang di turunkan yaitu :
اقرأ باسم ربك الذى خلق*خلق الانسان من علق*اقرأ وربك الاكرم*الذى علم بالقلم*علم الانسان مالم يعلم
"Bacalah, dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang paling pemurah, yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya". (Q.S. al-'Alaq : 1-5)
Dari ayat tersebut jelas sekali menunjukkan bahwa Islam sangat mendorong manusia untuk menggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan, baik dengan melalui membaca, menulis maupun penelitian.
Kelima, kedudukan ilmu dalam Islam adalah untuk hidup seluruhnya dan untuk berkhidmat kepada kemandirian segalanya, bukan sekedar timbunan dan serba rahasia, tetapi untuk disalurkan lagi buahnya, sehingga mereka merasa berbahagia dengan membekasnya ilmu untuk menghubungkannya kepada Allah, dalam kedudukan orang-orang yang mempunyai ilmu hidayah dan ilmu atsar.
Keenam, membaca adalah tangga pertama dari titian ma'rifat, dan alatnya adalah pena, tinta, kertas dan lain-lain.
Ketujuh, tujuan ilmu dan risalahnya harus atas nama Murabby Yang Agung, Yang Maha Pencipta dan Maha Pemberi Ilmu, bukan atas nama haiah jama'ah, negeri, berhala, dan golongan, sebab semuanya karena manusia, bukan karena Allah.
Rasulullah bersabda :
"Barangsiapa yang mencari ilmu karena hanya untuk kecongkakan ulama dan keren-dahan orang-orang bodoh, maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka". (HR. Tirmidzi).
Penutup
Menjadi guru atau murabby di Taman Kanak-kanak atau Raudlatul Athfal bukanlah sesuatu yang mudah dan ringan. Karena ia tidak hanya dituntut untuk memiliki berbagai pengetahuan dan keterampilan dalam menghadapi dan mendidik anak-anak kecil, tetapi juga dituntut tanggung jawab yang cukup berat.
Maka sudah saatnyalah para guru di Taman Kanak-kanak mendapat penghargaan yang setinggi-tingginya, mengingat di tangan merekalah anak-anak kita, secara dini dibekali, dilatih dan dirangsang pertumbuhannya, baik fisik, mental maupun ruhaninya.
Monday, July 2, 2007
Konsep Madrasah Nubuwwah
Setiap kali datang bulan Rabi’ul Awwal, umat Islam di berbagai penjuru dunia selalu memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Sayang sekali, peringatan kelahiran Nabi Muhammad SAW itu lebih banyak hanya menonjolkan segi-segi seremonial dan kurang menghayati makna yang terkandung dari kelahiran beliau beserta keberhasilan-keberhasilan beliau dalam menegakkan panji-panji Islam dan membangun jamaah atau masyarakat, khususnya di kota Madinah.
Ulasan mengenai peristiwa kelahiran Nabi Muhammad SAW beserta keistimewaan-keistimewaan yang menyertainya telah banyak dilakukan. Dan rasanya tidak lengkap apabila mengulas sejarah Rasulullah SAW tetapi melupakan aspek-aspek yang bersifat substansial, khususnya yang berkenaan dengan perjuangan Rasulullah SAW dalam melakukan dakwah Islamiyah serta proses yang beliau lakukan dalam mendidik umatnya.
Dalam menyebarkan agama Allah (Islam) serta dalam mendidik umatnya, Rasulullah SAW selalu menggunakan sistem dan metode dakwah dan pendidikan yang khas dan berbeda dengan kebanyakan sistem dan metode yang digunakan oleh tokoh-tokoh agama lain yang mendahuluinya.
Sistem dan metode dakwah Rasulullah SAW serta sistem dan metode pendidikan Nabi SAW (مدرسة النبوة) didasarkan pada sistem dan metode dakwah Al-Qur’an. Konsep dakwah (دعوة) dimaksudkan sebagai upaya menyeru dan mengajak orang untuk memeluk Islam; sedangkan konsep pendidikan (تربـية atau تأديب) dimaksudkan untuk memberikan pengertian, pemahaman dan kesadaran yang lebih baik tentang ajaran dan nilai-nilai ajaran Islam kepada umatnya.
Kedua sistem dan metode ini didasarkan pada firman Allah SWT:
ادع الى سبيل ربك بالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم بالتى هى احسن
Keberhasilan Rasulullah SAW dalam menegakkan ajaran dan nilai-nilai Islam serta dalam membangun umat dalam jangka waktu 32 tahun itu tidak bisa dilepaskan dari sistem dan metode dakwah serta pendidikan yang beliau lakukan.
Dalam menyeru dan mengajak orang untuk memasuki dan memeluk agama Allah (Islam) beliau melakukan dengan cara-cara yang penuh dengan kebijakan (دعوة بالحكمة). Beliau tidak pernah memaksa, mengancam atau mengintimidasi seseorang agar bersedia menjadi pemeluk Islam. Hal ini sangat berbeda dengan yang dilakukan oleh para kaisar di Romawi yang memaksa warganya untuk memeluk agama tertentu. Dalam menyebarkan agama yang sesuai dengan agama sang Kaisar, tidak jarang mereka melakukan tindakan-tindakan kekerasan, pemaksaan, ancaman dan intimidasi. Bahkan tidak jarang seseorang yang tidak mau mengikuti agama sang Kaisar, berakhir dengan kematian di tiang gantungan atau mati dengan cara yang sangat memilukan di tengah arena yang penuh dengan binatang singa yang amat ganas. Rasulullah SAW juga tidak mengikuti pola penyebaran agama yang menggunakan kekuasaan dan harta sebagai iming-iming yang menggiurkan.
Beliau menyampaikan kebenaran Ilahy kepada setiap orang dan membebaskan mereka untuk memilih; menerima atau menolak dan mengikuti atau memalingkan diri. Tidak pernah sekalipun dalam sejarah perjuangannya, Rasulullah memaksa orang untuk memasuki ajaran Islam. Kalau pun ada tuduhan para sarjana Barat yang mengatakan bahwa Islam disebarluaskan dengan pedang (kekerasan dan peperangan), hal itu semata-mata karena kebencian para sarjana Barat, serta perasaan takut yang berlebihan terhadap kejayaan Islam dan umatnya. Sebab tidak sedikit para sarjana Barat yang netral dan bersimpati terhadap umat Islam, yang menentang pendapat dan pemikiran tentang kekerasan dan peperangan sebagai metode penyiaran agama Islam.
Sistem dan metode dakwah serta pendidikan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW adalah pemberian tauladan yang baik (موعظة الحسنة). Sistem dan metode ini terutama sekali beliau terapkan dalam mendidik para pengikut dan sahabatnya. Dengan sistem dan metode ini, beliau tidak pernah menyuruh atau meminta seseorang kecuali beliau sendiri juga mengerjakannya. Tidak seperti para pemimpin yang berlagak seorang raja, yang bisanya hanya main tunjuk semata; Rasulullah SAW selalu ikut serta bersama para sahabatnya bahu-membahu berjuang menegakkan syi’ar Ilahy. Bahkan tatkala membangun masjid untuk pertama kalinya di kota Madinah, beliau ikut serta bekerja dalam menyediakan batu-batu dan tanah yang diperlukan. Demikian pula ketika penduduk kota Madinah membangun sistem pertahanan parit (khandaq) dalam menghadapi ancaman serangan kaum kafir Quraisy, beliau bersama-sama dengan para penduduk ikut menggali dan mengangkut tanah galian.
Sistem dan metode dakwah ini juga selalu beliau terapkan setiap kali beliau menyampaikan butir-butir wahyu Ilahy kepada para sahabatnya. Hampir semua ayat-ayat al-Qur’an yang khitab-nya ditujukan kepada umat manusia pada umumnya dan orang-orang yang beriman pada khususnya, juga mencakup pribadi Rasulullah SAW. Kalau orang-orang yang beriman diwajibkan untuk melaksanakan sesuatu, seperti shalat, puasa, zakat, haji, menegakkan keadilan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah yang munkar; maka kewajiban tersebut juga berlaku bagi Rasulullah SAW. Demikian pula jika orang-orang yang beriman dilarang melakukan sesuatu, maka larangan tersebut juga berlaku bagi Rasulullah SAW.
Sedangkan sistem dan metode dakwah serta pendidikan ketiga adalah melakukan dialog dengan cara yang lebih baik (مجادلة بالتى هى احسن). Metode ini selalu beliau gunakan dalam melakukan dakwah, terutama jika menghadapi kaum yang beliau pandang memiliki pengetahuan yang lebih baik.
Sudah menjadi kebiasaan Rasulullah pada setiap musim haji mengunjungi kemah-kemah jemaah membicarakan masalah agama. Meskipun sebagian mereka tidak menghiraukan pembicaraannya, atau bahkan sebagian lagi menolaknya dengan tegas. Tetapi ada juga dukungan dari suatu kelompok yang tidak diduga-duga sebelumnya. Dikisahkan oleh Ibnu Ishaq, bahwa suatu saat beliau mengunjungi suatu kemah yang terdiri dari enam atau tujuh orang, yang rupanya berasal dari kota Yatsrib, “Dari suku mana kalian?” tanya Nabi. “Kami dari Khajraj”, jawab mereka. “Sahabat orang-orang Yahudi?” “Ya”. “Kalau begitu, mengapa kalian tidak duduk sebentar, agar aku dapat berbicara dengan kalian?” “Tentu saja!”, sahut mereka. Mereka pun duduk bersama Nabi di mana beliau menjelaskan kepada mereka tentang Tuhan yang sebenarnya dan tentang Islam serta membacakan beberapa ayat al-Qur’an.
Demikianlah Tuhan memberi inayah kepada Islam, bahwa di Yatsrib tinggal orang-orang Yahudi yang memiliki Kitab (Taurat) dan kebijaksanaan, sedang orang-orang Khajraj sendiri masih menganut agama berhala. Sering kali orang-orang Yahudi berperang dengan mereka. Orang-orang Yahudi selalu mengatakan kepada mereka bahwa “Tidak lama lagi akan datang seorang Rasul, kami akan mengikutinya, dan kami akan menang, sedang kamu akan binasa seperti binasanya kaum ‘Ad dan Iram”. Dan kini Rasul Tuhan itu sedang berada dan berbicara di hadapan mereka, menyeru mereka mempercayai Tuhan, maka mereka pun berkata satu sama lain: “Ketahuilah, sesungguhnya inilah Rasul yang disebut-sebut oleh orang Yahudi itu. Untuk apa kita membuang-buang waktu lagi. Mari kita menggabungkan diri sebelum didahului oleh orang-orang Yahudi”. Begitulah lalu mereka masuk Islam dan berkata kepada Rasul: “Bangsa kami telah lama terlibat dalam permusuhan, tetapi kini kiranya Tuhan akan mempersatukannya dengan perantaraan Anda dan ajaran-ajaran yang kami terima dari Anda”.
Masuknya beberapa orang Khajraj ini jelas sekali merupakan jerih payah beliau untuk selalu mengajak orang melakukan dialog atau diskusi. Dengan memberikan pengertian, pemahaman dan menjawab segala pertanyaan dan keraguan mereka yang diajak dialog, maka keinginan dan simpati akan mengikuti dengan sendirinya. Lebih-lebih jika metode dialog atau diskusi ini dilakukan pada momen-momen yang tepat, seperti yang terjadi dalam dialog antara Rasulullah dengan kaum Khajraj di atas.
Momentum peringatan maulid Nabi Muhammad SAW tahun ini agaknya sangat tepat untuk kita renungkan bersama, sekaligus mengambil hikmah dan pelajaran-pelajaran penting dari kisah perjuangan Rasulullah SAW dalam menegakkan ajaran dan nilai-nilai Islam, serta dalam membangun masyarakat madani (civil society) di kota Madinah.
Dengan demikian, kalau cita-cita kita bersama untuk mewujudkan masyarakat madani (civil society) di Indonesia ingin berhasil, maka acuan kita tiada lain adalah model dan pola perjuangan Rasulullah SAW dalam membangun masyarakat di kota Madinah.
Mengakhiri tulisan ini, saya ingin mengingatkan kembali pernyataan Imam Malik bin Anas, ulama pendiri mazhab Maliki, sebagai berikut:
لا تصلح هذه الامة الا بما صلح به اولها
“Umat ini tidak akan mencapai kemaslahatan, kecuali dengan sesuatu yang telah memaslahatkan umat terdahulu”.
Ulasan mengenai peristiwa kelahiran Nabi Muhammad SAW beserta keistimewaan-keistimewaan yang menyertainya telah banyak dilakukan. Dan rasanya tidak lengkap apabila mengulas sejarah Rasulullah SAW tetapi melupakan aspek-aspek yang bersifat substansial, khususnya yang berkenaan dengan perjuangan Rasulullah SAW dalam melakukan dakwah Islamiyah serta proses yang beliau lakukan dalam mendidik umatnya.
Dalam menyebarkan agama Allah (Islam) serta dalam mendidik umatnya, Rasulullah SAW selalu menggunakan sistem dan metode dakwah dan pendidikan yang khas dan berbeda dengan kebanyakan sistem dan metode yang digunakan oleh tokoh-tokoh agama lain yang mendahuluinya.
Sistem dan metode dakwah Rasulullah SAW serta sistem dan metode pendidikan Nabi SAW (مدرسة النبوة) didasarkan pada sistem dan metode dakwah Al-Qur’an. Konsep dakwah (دعوة) dimaksudkan sebagai upaya menyeru dan mengajak orang untuk memeluk Islam; sedangkan konsep pendidikan (تربـية atau تأديب) dimaksudkan untuk memberikan pengertian, pemahaman dan kesadaran yang lebih baik tentang ajaran dan nilai-nilai ajaran Islam kepada umatnya.
Kedua sistem dan metode ini didasarkan pada firman Allah SWT:
ادع الى سبيل ربك بالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم بالتى هى احسن
Keberhasilan Rasulullah SAW dalam menegakkan ajaran dan nilai-nilai Islam serta dalam membangun umat dalam jangka waktu 32 tahun itu tidak bisa dilepaskan dari sistem dan metode dakwah serta pendidikan yang beliau lakukan.
Dalam menyeru dan mengajak orang untuk memasuki dan memeluk agama Allah (Islam) beliau melakukan dengan cara-cara yang penuh dengan kebijakan (دعوة بالحكمة). Beliau tidak pernah memaksa, mengancam atau mengintimidasi seseorang agar bersedia menjadi pemeluk Islam. Hal ini sangat berbeda dengan yang dilakukan oleh para kaisar di Romawi yang memaksa warganya untuk memeluk agama tertentu. Dalam menyebarkan agama yang sesuai dengan agama sang Kaisar, tidak jarang mereka melakukan tindakan-tindakan kekerasan, pemaksaan, ancaman dan intimidasi. Bahkan tidak jarang seseorang yang tidak mau mengikuti agama sang Kaisar, berakhir dengan kematian di tiang gantungan atau mati dengan cara yang sangat memilukan di tengah arena yang penuh dengan binatang singa yang amat ganas. Rasulullah SAW juga tidak mengikuti pola penyebaran agama yang menggunakan kekuasaan dan harta sebagai iming-iming yang menggiurkan.
Beliau menyampaikan kebenaran Ilahy kepada setiap orang dan membebaskan mereka untuk memilih; menerima atau menolak dan mengikuti atau memalingkan diri. Tidak pernah sekalipun dalam sejarah perjuangannya, Rasulullah memaksa orang untuk memasuki ajaran Islam. Kalau pun ada tuduhan para sarjana Barat yang mengatakan bahwa Islam disebarluaskan dengan pedang (kekerasan dan peperangan), hal itu semata-mata karena kebencian para sarjana Barat, serta perasaan takut yang berlebihan terhadap kejayaan Islam dan umatnya. Sebab tidak sedikit para sarjana Barat yang netral dan bersimpati terhadap umat Islam, yang menentang pendapat dan pemikiran tentang kekerasan dan peperangan sebagai metode penyiaran agama Islam.
Sistem dan metode dakwah serta pendidikan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW adalah pemberian tauladan yang baik (موعظة الحسنة). Sistem dan metode ini terutama sekali beliau terapkan dalam mendidik para pengikut dan sahabatnya. Dengan sistem dan metode ini, beliau tidak pernah menyuruh atau meminta seseorang kecuali beliau sendiri juga mengerjakannya. Tidak seperti para pemimpin yang berlagak seorang raja, yang bisanya hanya main tunjuk semata; Rasulullah SAW selalu ikut serta bersama para sahabatnya bahu-membahu berjuang menegakkan syi’ar Ilahy. Bahkan tatkala membangun masjid untuk pertama kalinya di kota Madinah, beliau ikut serta bekerja dalam menyediakan batu-batu dan tanah yang diperlukan. Demikian pula ketika penduduk kota Madinah membangun sistem pertahanan parit (khandaq) dalam menghadapi ancaman serangan kaum kafir Quraisy, beliau bersama-sama dengan para penduduk ikut menggali dan mengangkut tanah galian.
Sistem dan metode dakwah ini juga selalu beliau terapkan setiap kali beliau menyampaikan butir-butir wahyu Ilahy kepada para sahabatnya. Hampir semua ayat-ayat al-Qur’an yang khitab-nya ditujukan kepada umat manusia pada umumnya dan orang-orang yang beriman pada khususnya, juga mencakup pribadi Rasulullah SAW. Kalau orang-orang yang beriman diwajibkan untuk melaksanakan sesuatu, seperti shalat, puasa, zakat, haji, menegakkan keadilan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah yang munkar; maka kewajiban tersebut juga berlaku bagi Rasulullah SAW. Demikian pula jika orang-orang yang beriman dilarang melakukan sesuatu, maka larangan tersebut juga berlaku bagi Rasulullah SAW.
Sedangkan sistem dan metode dakwah serta pendidikan ketiga adalah melakukan dialog dengan cara yang lebih baik (مجادلة بالتى هى احسن). Metode ini selalu beliau gunakan dalam melakukan dakwah, terutama jika menghadapi kaum yang beliau pandang memiliki pengetahuan yang lebih baik.
Sudah menjadi kebiasaan Rasulullah pada setiap musim haji mengunjungi kemah-kemah jemaah membicarakan masalah agama. Meskipun sebagian mereka tidak menghiraukan pembicaraannya, atau bahkan sebagian lagi menolaknya dengan tegas. Tetapi ada juga dukungan dari suatu kelompok yang tidak diduga-duga sebelumnya. Dikisahkan oleh Ibnu Ishaq, bahwa suatu saat beliau mengunjungi suatu kemah yang terdiri dari enam atau tujuh orang, yang rupanya berasal dari kota Yatsrib, “Dari suku mana kalian?” tanya Nabi. “Kami dari Khajraj”, jawab mereka. “Sahabat orang-orang Yahudi?” “Ya”. “Kalau begitu, mengapa kalian tidak duduk sebentar, agar aku dapat berbicara dengan kalian?” “Tentu saja!”, sahut mereka. Mereka pun duduk bersama Nabi di mana beliau menjelaskan kepada mereka tentang Tuhan yang sebenarnya dan tentang Islam serta membacakan beberapa ayat al-Qur’an.
Demikianlah Tuhan memberi inayah kepada Islam, bahwa di Yatsrib tinggal orang-orang Yahudi yang memiliki Kitab (Taurat) dan kebijaksanaan, sedang orang-orang Khajraj sendiri masih menganut agama berhala. Sering kali orang-orang Yahudi berperang dengan mereka. Orang-orang Yahudi selalu mengatakan kepada mereka bahwa “Tidak lama lagi akan datang seorang Rasul, kami akan mengikutinya, dan kami akan menang, sedang kamu akan binasa seperti binasanya kaum ‘Ad dan Iram”. Dan kini Rasul Tuhan itu sedang berada dan berbicara di hadapan mereka, menyeru mereka mempercayai Tuhan, maka mereka pun berkata satu sama lain: “Ketahuilah, sesungguhnya inilah Rasul yang disebut-sebut oleh orang Yahudi itu. Untuk apa kita membuang-buang waktu lagi. Mari kita menggabungkan diri sebelum didahului oleh orang-orang Yahudi”. Begitulah lalu mereka masuk Islam dan berkata kepada Rasul: “Bangsa kami telah lama terlibat dalam permusuhan, tetapi kini kiranya Tuhan akan mempersatukannya dengan perantaraan Anda dan ajaran-ajaran yang kami terima dari Anda”.
Masuknya beberapa orang Khajraj ini jelas sekali merupakan jerih payah beliau untuk selalu mengajak orang melakukan dialog atau diskusi. Dengan memberikan pengertian, pemahaman dan menjawab segala pertanyaan dan keraguan mereka yang diajak dialog, maka keinginan dan simpati akan mengikuti dengan sendirinya. Lebih-lebih jika metode dialog atau diskusi ini dilakukan pada momen-momen yang tepat, seperti yang terjadi dalam dialog antara Rasulullah dengan kaum Khajraj di atas.
Momentum peringatan maulid Nabi Muhammad SAW tahun ini agaknya sangat tepat untuk kita renungkan bersama, sekaligus mengambil hikmah dan pelajaran-pelajaran penting dari kisah perjuangan Rasulullah SAW dalam menegakkan ajaran dan nilai-nilai Islam, serta dalam membangun masyarakat madani (civil society) di kota Madinah.
Dengan demikian, kalau cita-cita kita bersama untuk mewujudkan masyarakat madani (civil society) di Indonesia ingin berhasil, maka acuan kita tiada lain adalah model dan pola perjuangan Rasulullah SAW dalam membangun masyarakat di kota Madinah.
Mengakhiri tulisan ini, saya ingin mengingatkan kembali pernyataan Imam Malik bin Anas, ulama pendiri mazhab Maliki, sebagai berikut:
لا تصلح هذه الامة الا بما صلح به اولها
“Umat ini tidak akan mencapai kemaslahatan, kecuali dengan sesuatu yang telah memaslahatkan umat terdahulu”.
Subscribe to:
Posts (Atom)