Monday, July 2, 2007

Madrasah Nubuwwah

Pendahuluan
Dalam pandangan Islam, seorang anak yang baru dilahirkan berada dalam ‎keadaan suci-bersih (fitrah). Tidak ada noda dan dosa yang melekat di dalamnya. Dia ‎akan menjadi orang baik atau jahat, pandai atau bodoh, shalih atau durhaka sangat ‎tergantung kepada orang tua, keluarga dan lingkungannya, baik lingkungan sekolah ‎maupun lingkungan sosialnya.‎
كل مولود يولد على الفطرة فابواه يهودانه اوينصرانه اويمجسانه
Sejak seorang anak dilahirkan hingga mencapai usia remaja, dia akan mengalami ‎masa-masa perkembangan yang sangat penting, baik perkembangan fisik, perkembangan ‎mental, kepribadian maupun perkembangan pengalaman keagamaan. Pada masa-masa ‎itulah, pengetahuan cognitive anak akan sangat berpengaruh dan menentukan ‎perkembangan sikap (afektif) dan perilaku (psikomotorik) di masa-masa selanjutnya.‎
Itulah sebabnya pendidikan dipandang dan diyakini sangat penting untuk ‎membimbing, mengarahkan dan melatih anak, agar persepsi-kognitif sang anak dapat ‎dikembangkan ke arah yang positif, tanpa mengganggu dan mengurangi kebutuhannya ‎untuk bermain dan bersenda gurau.‎
Tentu saja pendidikan yang dimaksud di sini tidak hanya pendidikan sekolah, ‎melainkan juga pendidikan di lingkungan keluarga, pendidikan luar sekolah seperti ‎Madrasah Diniyah, Pondok Pesantren dan lain sebagainya. ‎
Panorama Pendidikan Islam
Sebelum dibicarakan mengenai panorama pendidikan Islam, akan dibahas ‎terlebih dahulu mengenai beberapa panorama pendidikan yang kita ketahui. Selama ini ‎kita mengenal beberapa "panorama" pendidikan. Panorama-panorama pendidikan ini ‎tentu saja memiliki implikasi yang luas terhadap berbagai dimensi pendidikan. ‎
Pertama, mendidik diartikan sebagai upaya mengatur tingkah laku terdidik secara ‎sepihak. Pendidik pula yang menentukan apa yang harus dilakukan terdidik, sehingga ‎kalau berhasil, terdidik sekedar menjadi duplikasi si pendidik. Ia selalu berada dalam ‎bayang-bayang si pendidik, tidak berkemauan, tanpa inisiatif dan tidak bertanggung ‎jawab.‎
Mendidik dalam arti tingkah laku, dipandang sebagai kegiatan pembiasaan dan ‎reinforcement, teguran, pengulangan, dan ganjaran. Sasarannya hanya sampai kepada ‎mengubah tingkah laku dalam arti molekuler, terbatas pada apa yang dapat dilihat dan ‎diraba. Pribadi seperti itulah yang merupakan hasil bentukan pola kerja stimulus-respon ‎dari kaum behavioris. ‎
Kedua, yang berlawanan dengan pandangan ini mengatakan, bahwa pendidikan ‎sepenuhnya harus berpusat pada terdidik. Si terdidik dipandang sebagai tolok ukur ‎penentu arah tingkah laku, sehingga arah itu sendiri menjadi kabur. Pendidik sekedar ‎penggerak dan penghidup mesin, sedang kemudinya diserahkan kepada terdidik
Ketiga, panorama lain memandang, bahwa pendidik perlu memperhatikan ‎aktifitas si terdidik di samping pendidik harus mengarahkan si terdidik. Ini berarti bahwa ‎tindakan pendidikan merupakan tindakan yang bipolar. Pendidikan seperti ini sering ‎menempatkan pendidik pada posisi yang sulit, karena dia harus memperhitungkan ‎seberapa jauh ia memberi kesempatan kepada terdidik, dan seberapa jauh pula ia harus ‎memberikan arahan dan bimbingan.‎
Keempat, adapula yang melaksanakan pendidikan berdasarkan impuls yang ‎muncul secara insidental pada si pendidik, sehingga pola maupun arah pendidikan tidak ‎menunjukkan suatu garis yang lurus, dan tidak jelas pula ke mana mau menuju. ‎Pandangan seperti ini mempercayakan perbuatan pendidikan pada gejolak hati dan intuisi ‎yang sulit diperhitungkan dan diperkirakan, kapan akan tiba dan bagaimana corak dan ‎arahnya.‎
Kelima, tindakan pendidikan semata-mata di dasarkan kepada situasi sosial yang ‎di batasi oleh kesementaraan ruang dan waktu. Segala nilai di gali dari kekinian dan "di ‎sini" semata-mata, sehingga nilai itupun bernilai nisbi belaka. ‎
Lalu bagaimanakah panorama pendidikan islam? Pendidikan islam, mengakui dan ‎bahkan menekankan kemampuan manusia untuk bertanggung jawab. Ia bertopang pada ‎kejelasan norma, memiliki garis lurus yang membimbing pemikiran dan tindakan ‎pendidikan, yang oleh karenanya dapat diketahui dasar, tujuan, dan garis ‎pembimbingnya. Dengan model pendidikan seperti inilah dapat di bangun manusia yang ‎utuh (kaffah) yaitu manusia yang memiliki kesatuan niat, ucap, pikir, prilaku dan tujuan, ‎yang direalisasikan dalam kehidupan bermasyarakat.‎
Tujuan pendidikan Islam yang paling pokok adalah: ‎
‎1. Taqwimunnufus, yaitu menegakkan jiwa agar tidak terombang-ambing. ‎
‎2. Tahdzibussuluk, yaitu membersihkan perjalanan hidup dan kehidupan.‎
‎3. Tajwidul akhlaq, yaitu memperindah akhlak dan budi pekerti.‎
‎4. Merancang bangun pribadi muslim agar menjadi keluarga ummat yang salih. ‎
‎5. Pembinaan keterampilan tangan.‎
Keberhasilan kelima tujuan pendidikan Islam tersebut pada akhirnya akan meng-‎hasilkan ‎خير امة اخرجت للناس‎ (ummat yang terbaik yang dikeluarkan kepada manusia), ‎sehingga mampu berperan sebagai : ‎
* Petunjuk kepada jalan Allah ‎
* Pemimpin dalam kehidupan
* Mengerti bahwa islam adalah agama yang up to date dan ilmiah, bukan agama filsafat ‎yang berdasarkan penalaran yang kosong dari tuntunan wahyu ‎
* Mampu menjadi tauladan bagi anak-anaknya dan generasi penerusnya
* Menampilkan diri sebagai pembuat dan pelaksana garis kebijakan hidup dan ‎kehidupan ‎
* Mampu menyingkapkan tabir diri ‎
* Memiliki pegangan dan nilai hidup yang bersih dan lurus ‎
Untuk mencapai tujuan di atas itu, seorang anak perlu dibekali dengan nilai-nilai ‎keislaman, ilmu pengetahuan dan keterampilan. Upaya pembekalan ini sedapat mungkin ‎dilakukan sejak anak berusia dini. Pembekalan ilmu dan keterampilan dapat dilakukan ‎dengan mengambil sumber ilmu pengetahuan dan teknologi, baik yang berasal dari ‎tradisi ilmu pengetahuan islam maupun yang berasal dari ilmu pengetahuan "umum". ‎Karena, tradisi keilmuan dan kebudayaan islam sangat kaya, sebagaimana dikemukakan ‎oleh Sayyid Quthub dalam bukunya ‎المستقبل لهذاالدين‎ (masa depan untuk islam) : ‎
والحق ان الدين ليس بديلا من العلم والحضارة ولا عدوا للعلم والحضارة انما ‏هو اطار للعلم والحضارة ومحور للعلم والحضارة ومنهج للعلم والحضارة فى ‏حدود اطاره ومحوره الذى يحكم كل شؤن الحياة
‎"Yang benar, bahwasanya agama (Islam) bukan pengganti ilmu dan kebudayaan bahkan ‎bukan pula musuh ilmu dan kebudayaan. Padahal dinul islam merupakan bingkai ilmu ‎dan kebudayaan dan poros/sumbu untuk ilmu dan kebudayaan, begitu pula sebagai ‎metoda bagi ilmu dan kebudayaan dan membatasi bingkai dan poros yang mampu ‎memberi hukum (peraturan) bagi segala masalah kehidupan". ‎
Konsepsi Islam Tentang Guru Pendidikan Anak
Berdasarkan pembahasan di atas, dapat disebutkan beberapa sifat dan sikap ‎seorang guru pendidikan anak yang dalam bahasa arab dikenal dengan murabby. ‎
Pertama, seorang murabby, dalam menghadapi anak selayaknya memiliki sifat ‎dan sikap keibuan dan kebapakan. ‎
كن مربيا بعد ما كنت ابا او اما
‎"Jadilah pendidik setelah anda mengalami kedudukan sebagai ayah atau ibu"‎
Kedua, memiliki pengetahuan mengenai manhaj Ilahy yang bersumber pada al-‎Kitab dan as-Sunnah. Karena, manhaj Ilahy bertujuan untuk membangun peserta didik ‎menjadi ‎شخصية طيبة‎ (pribadi suci) sejak dini, sejak kanak-kanak untuk melahirkan ‎عائلة ‏طيبة‎ (keluarga suci), dan akhirnya ‎قرية طيبة‎ (kampung suci) yang menuju ‎بلدة طيبة‎ (negeri ‎yang suci) disertai ‎ورب غفور‎ (penuh dengan ampun Ilahy).‎
Untuk membentuk pribadi yang suci maka perlu ditanamkan kalimah thayyibah ‎‎(kata yang sarwa suci), sebagaimana firman Allah:‎
الم ترى كيف ضرب الله مثلا كلمة طيبة كشجرة طيبة اصلها ثابت وفرعها فى ‏السماء تؤتى اكلها كل حين باذن ربها
‎"Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat ‎yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, ‎pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya "(Q.S. ‎Ibrahim : 24-25) .‎
Syaikhul Islam Al-Imam Ibnu Taimiyyah berkata: ‎
الكلمة اصل العقيدة فالاعتقاد هو الكلمة التى يعتقدها المرء واطيب الكلام ‏والعقائد كلمة التوحيد واعتقاد ان لااله الاالله ‏
‎"Kata (yang paling) utama adalah asal akidah, maka i'tikad ialah kata utama yang ‎menjadi pokok akidah seseorang. Dan kalimat serta aqa'id yang paling suci ialah ‎kalimat tauhid, yaitu ‎لااله الاالله‏‎ (tiada Tuhan kecuali Allah)".‎
Ketiga, menanamkan pengertian bahwa Allah-lah yang menciptakan manusia dan ‎segala makhluk yang lainnya. Sebagai ciptaan Allah, jasad manusia tidak terpisah dari ‎ruh, dan akal tidak terpisah dari jasad dan ruh. Konsep inilah yang melandasi pendidikan ‎yang bersifat kaffah, dalam arti antara kebutuhan fisik, kebutuhan ruhani dan kebutuhan ‎intelektualnya seimbang. ‎
Keempat, menggali dan mengembangkan konsep-konsep qur'aniyah sehingga ‎dapat ditemukan petunujuk-petunjuk bagi manusia, termasuk bagi pengembangan ilmu ‎pengetahuan itu sendiri. Dari ayat pertama yang di turunkan yaitu : ‎
اقرأ باسم ربك الذى خلق*خلق الانسان من علق*اقرأ وربك الاكرم*الذى علم ‏بالقلم*علم الانسان مالم يعلم
‎"Bacalah, dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan, Dia telah menciptakan ‎manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang paling pemurah, yang ‎mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa ‎yang tidak diketahuinya". (Q.S. al-'Alaq : 1-5)‎
Dari ayat tersebut jelas sekali menunjukkan bahwa Islam sangat mendorong ‎manusia untuk menggali dan mengembangkan ilmu pengetahuan, baik dengan melalui ‎membaca, menulis maupun penelitian.‎
Kelima, kedudukan ilmu dalam Islam adalah untuk hidup seluruhnya dan untuk ‎berkhidmat kepada kemandirian segalanya, bukan sekedar timbunan dan serba rahasia, ‎tetapi untuk disalurkan lagi buahnya, sehingga mereka merasa berbahagia dengan ‎membekasnya ilmu untuk menghubungkannya kepada Allah, dalam kedudukan orang-‎orang yang mempunyai ilmu hidayah dan ilmu atsar.‎
Keenam, membaca adalah tangga pertama dari titian ma'rifat, dan alatnya adalah ‎pena, tinta, kertas dan lain-lain.‎
Ketujuh, tujuan ilmu dan risalahnya harus atas nama Murabby Yang Agung, ‎Yang Maha Pencipta dan Maha Pemberi Ilmu, bukan atas nama haiah jama'ah, negeri, ‎berhala, dan golongan, sebab semuanya karena manusia, bukan karena Allah.‎
Rasulullah bersabda :‎
‎"Barangsiapa yang mencari ilmu karena hanya untuk kecongkakan ulama dan keren-‎dahan orang-orang bodoh, maka Allah akan memasukkannya ke dalam neraka". (HR. ‎Tirmidzi). ‎
Penutup
Menjadi guru atau murabby di Taman Kanak-kanak atau Raudlatul Athfal ‎bukanlah sesuatu yang mudah dan ringan. Karena ia tidak hanya dituntut untuk memiliki ‎berbagai pengetahuan dan keterampilan dalam menghadapi dan mendidik anak-anak ‎kecil, tetapi juga dituntut tanggung jawab yang cukup berat.‎
Maka sudah saatnyalah para guru di Taman Kanak-kanak mendapat penghargaan ‎yang setinggi-tingginya, mengingat di tangan merekalah anak-anak kita, secara dini ‎dibekali, dilatih dan dirangsang pertumbuhannya, baik fisik, mental maupun ruhaninya.‎

Konsep Madrasah Nubuwwah

Setiap kali datang bulan Rabi’ul Awwal, umat Islam di berbagai penjuru dunia ‎selalu memperingati hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Sayang sekali, peringatan ‎kelahiran Nabi Muhammad SAW itu lebih banyak hanya menonjolkan segi-segi ‎seremonial dan kurang menghayati makna yang terkandung dari kelahiran beliau beserta ‎keberhasilan-keberhasilan beliau dalam menegakkan panji-panji Islam dan membangun ‎jamaah atau masyarakat, khususnya di kota Madinah.‎
Ulasan mengenai peristiwa kelahiran Nabi Muhammad SAW beserta ‎keistimewaan-keistimewaan yang menyertainya telah banyak dilakukan. Dan rasanya ‎tidak lengkap apabila mengulas sejarah Rasulullah SAW tetapi melupakan aspek-aspek ‎yang bersifat substansial, khususnya yang berkenaan dengan perjuangan Rasulullah SAW ‎dalam melakukan dakwah Islamiyah serta proses yang beliau lakukan dalam mendidik ‎umatnya.‎
Dalam menyebarkan agama Allah (Islam) serta dalam mendidik umatnya, ‎Rasulullah SAW selalu menggunakan sistem dan metode dakwah dan pendidikan yang ‎khas dan berbeda dengan kebanyakan sistem dan metode yang digunakan oleh tokoh-‎tokoh agama lain yang mendahuluinya.‎
Sistem dan metode dakwah Rasulullah SAW serta sistem dan metode pendidikan ‎Nabi SAW (‎مدرسة النبوة‎) didasarkan pada sistem dan metode dakwah Al-Qur’an. Konsep ‎dakwah (‎دعوة‎) dimaksudkan sebagai upaya menyeru dan mengajak orang untuk memeluk ‎Islam; sedangkan konsep pendidikan (‎تربـية ‏‎ atau ‎تأديب‎) dimaksudkan untuk memberikan ‎pengertian, pemahaman dan kesadaran yang lebih baik tentang ajaran dan nilai-nilai ‎ajaran Islam kepada umatnya.‎
Kedua sistem dan metode ini didasarkan pada firman Allah SWT:‎
ادع الى سبيل ربك بالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم بالتى هى احسن
Keberhasilan Rasulullah SAW dalam menegakkan ajaran dan nilai-nilai Islam ‎serta dalam membangun umat dalam jangka waktu 32 tahun itu tidak bisa dilepaskan dari ‎sistem dan metode dakwah serta pendidikan yang beliau lakukan. ‎
Dalam menyeru dan mengajak orang untuk memasuki dan memeluk agama Allah ‎‎(Islam) beliau melakukan dengan cara-cara yang penuh dengan kebijakan (‎دعوة بالحكمة‎). ‎Beliau tidak pernah memaksa, mengancam atau mengintimidasi seseorang agar bersedia ‎menjadi pemeluk Islam. Hal ini sangat berbeda dengan yang dilakukan oleh para kaisar ‎di Romawi yang memaksa warganya untuk memeluk agama tertentu. Dalam ‎menyebarkan agama yang sesuai dengan agama sang Kaisar, tidak jarang mereka ‎melakukan tindakan-tindakan kekerasan, pemaksaan, ancaman dan intimidasi. Bahkan ‎tidak jarang seseorang yang tidak mau mengikuti agama sang Kaisar, berakhir dengan ‎kematian di tiang gantungan atau mati dengan cara yang sangat memilukan di tengah ‎arena yang penuh dengan binatang singa yang amat ganas. Rasulullah SAW juga tidak ‎mengikuti pola penyebaran agama yang menggunakan kekuasaan dan harta sebagai ‎iming-iming yang menggiurkan. ‎
Beliau menyampaikan kebenaran Ilahy kepada setiap orang dan membebaskan ‎mereka untuk memilih; menerima atau menolak dan mengikuti atau memalingkan diri. ‎Tidak pernah sekalipun dalam sejarah perjuangannya, Rasulullah memaksa orang untuk ‎memasuki ajaran Islam. Kalau pun ada tuduhan para sarjana Barat yang mengatakan ‎bahwa Islam disebarluaskan dengan pedang (kekerasan dan peperangan), hal itu semata-‎mata karena kebencian para sarjana Barat, serta perasaan takut yang berlebihan terhadap ‎kejayaan Islam dan umatnya. Sebab tidak sedikit para sarjana Barat yang netral dan ‎bersimpati terhadap umat Islam, yang menentang pendapat dan pemikiran tentang ‎kekerasan dan peperangan sebagai metode penyiaran agama Islam.‎
Sistem dan metode dakwah serta pendidikan yang dilakukan oleh Rasulullah ‎SAW adalah pemberian tauladan yang baik (‎موعظة الحسنة‎). Sistem dan metode ini terutama ‎sekali beliau terapkan dalam mendidik para pengikut dan sahabatnya. Dengan sistem dan ‎metode ini, beliau tidak pernah menyuruh atau meminta seseorang kecuali beliau sendiri ‎juga mengerjakannya. Tidak seperti para pemimpin yang berlagak seorang raja, yang ‎bisanya hanya main tunjuk semata; Rasulullah SAW selalu ikut serta bersama para ‎sahabatnya bahu-membahu berjuang menegakkan syi’ar Ilahy. Bahkan tatkala ‎membangun masjid untuk pertama kalinya di kota Madinah, beliau ikut serta bekerja ‎dalam menyediakan batu-batu dan tanah yang diperlukan. Demikian pula ketika ‎penduduk kota Madinah membangun sistem pertahanan parit (khandaq) dalam ‎menghadapi ancaman serangan kaum kafir Quraisy, beliau bersama-sama dengan para ‎penduduk ikut menggali dan mengangkut tanah galian.‎
Sistem dan metode dakwah ini juga selalu beliau terapkan setiap kali beliau ‎menyampaikan butir-butir wahyu Ilahy kepada para sahabatnya. Hampir semua ayat-ayat ‎al-Qur’an yang khitab-nya ditujukan kepada umat manusia pada umumnya dan orang-‎orang yang beriman pada khususnya, juga mencakup pribadi Rasulullah SAW. Kalau ‎orang-orang yang beriman diwajibkan untuk melaksanakan sesuatu, seperti shalat, puasa, ‎zakat, haji, menegakkan keadilan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah yang ‎munkar; maka kewajiban tersebut juga berlaku bagi Rasulullah SAW. Demikian pula jika ‎orang-orang yang beriman dilarang melakukan sesuatu, maka larangan tersebut juga ‎berlaku bagi Rasulullah SAW.‎
Sedangkan sistem dan metode dakwah serta pendidikan ketiga adalah melakukan ‎dialog dengan cara yang lebih baik (‎مجادلة بالتى هى احسن‎). Metode ini selalu beliau gunakan ‎dalam melakukan dakwah, terutama jika menghadapi kaum yang beliau pandang ‎memiliki pengetahuan yang lebih baik.‎
Sudah menjadi kebiasaan Rasulullah pada setiap musim haji mengunjungi ‎kemah-kemah jemaah membicarakan masalah agama. Meskipun sebagian mereka tidak ‎menghiraukan pembicaraannya, atau bahkan sebagian lagi menolaknya dengan tegas. ‎Tetapi ada juga dukungan dari suatu kelompok yang tidak diduga-duga sebelumnya. ‎Dikisahkan oleh Ibnu Ishaq, bahwa suatu saat beliau mengunjungi suatu kemah yang ‎terdiri dari enam atau tujuh orang, yang rupanya berasal dari kota Yatsrib, “Dari suku ‎mana kalian?” tanya Nabi. “Kami dari Khajraj”, jawab mereka. “Sahabat orang-orang ‎Yahudi?” “Ya”. “Kalau begitu, mengapa kalian tidak duduk sebentar, agar aku dapat ‎berbicara dengan kalian?” “Tentu saja!”, sahut mereka. Mereka pun duduk bersama ‎Nabi di mana beliau menjelaskan kepada mereka tentang Tuhan yang sebenarnya dan ‎tentang Islam serta membacakan beberapa ayat al-Qur’an.‎
Demikianlah Tuhan memberi inayah kepada Islam, bahwa di Yatsrib tinggal ‎orang-orang Yahudi yang memiliki Kitab (Taurat) dan kebijaksanaan, sedang orang-‎orang Khajraj sendiri masih menganut agama berhala. Sering kali orang-orang Yahudi ‎berperang dengan mereka. Orang-orang Yahudi selalu mengatakan kepada mereka bahwa ‎‎“Tidak lama lagi akan datang seorang Rasul, kami akan mengikutinya, dan kami akan ‎menang, sedang kamu akan binasa seperti binasanya kaum ‘Ad dan Iram”. Dan kini ‎Rasul Tuhan itu sedang berada dan berbicara di hadapan mereka, menyeru mereka ‎mempercayai Tuhan, maka mereka pun berkata satu sama lain: “Ketahuilah, ‎sesungguhnya inilah Rasul yang disebut-sebut oleh orang Yahudi itu. Untuk apa kita ‎membuang-buang waktu lagi. Mari kita menggabungkan diri sebelum didahului oleh ‎orang-orang Yahudi”. Begitulah lalu mereka masuk Islam dan berkata kepada Rasul: ‎‎“Bangsa kami telah lama terlibat dalam permusuhan, tetapi kini kiranya Tuhan akan ‎mempersatukannya dengan perantaraan Anda dan ajaran-ajaran yang kami terima dari ‎Anda”. ‎
Masuknya beberapa orang Khajraj ini jelas sekali merupakan jerih payah beliau ‎untuk selalu mengajak orang melakukan dialog atau diskusi. Dengan memberikan ‎pengertian, pemahaman dan menjawab segala pertanyaan dan keraguan mereka yang ‎diajak dialog, maka keinginan dan simpati akan mengikuti dengan sendirinya. Lebih-‎lebih jika metode dialog atau diskusi ini dilakukan pada momen-momen yang tepat, ‎seperti yang terjadi dalam dialog antara Rasulullah dengan kaum Khajraj di atas.‎
Momentum peringatan maulid Nabi Muhammad SAW tahun ini agaknya sangat ‎tepat untuk kita renungkan bersama, sekaligus mengambil hikmah dan pelajaran-‎pelajaran penting dari kisah perjuangan Rasulullah SAW dalam menegakkan ajaran dan ‎nilai-nilai Islam, serta dalam membangun masyarakat madani (civil society) di kota ‎Madinah. ‎
Dengan demikian, kalau cita-cita kita bersama untuk mewujudkan masyarakat ‎madani (civil society) di Indonesia ingin berhasil, maka acuan kita tiada lain adalah ‎model dan pola perjuangan Rasulullah SAW dalam membangun masyarakat di kota ‎Madinah.‎
Mengakhiri tulisan ini, saya ingin mengingatkan kembali pernyataan Imam Malik ‎bin Anas, ulama pendiri mazhab Maliki, sebagai berikut:‎
لا تصلح هذه الامة الا بما صلح به اولها
‎“Umat ini tidak akan mencapai kemaslahatan, kecuali dengan sesuatu yang telah ‎memaslahatkan umat terdahulu”.‎