Hampir setiap hari umat Islam selalu menjadikan pendidikan dan dakwah sebagai bahan perbincangan dan diskusi. Pendidikan dan dakwah tidak saja telah menjadi istilah yang amat populer di kalangan bangsa Indonesia umumnya dan umat Islam khususnya. Kedua konsep di atas tidak saja dijadikan sebagai bahan perbincangan, diskusi, seminar dan forum ilmiah lainnya, tetapi juga sering dijadikan “kambing hitam”. Tidak sedikit para analis yang menyatakan bahwa kemunduran umat Islam diakibatkan oleh kesalahan dan kekacauan yang ada pada pola atau sistem pendidikan dan dakwah di kalangan umat Islam.
Tudingan semacam itu, memang tidak sepenuhnya salah atau bahkan untuk sebagian besarnya benar. Itulah sebabnya, mau tidak mau kita harus kembali menelaah dan mengkaji model atau pola pendidikan dan dakwah yang dikembangkan oleh Rasulullah SAW. Penelaahan dan kajian terhadap model pendidikan dan dakwah Rasul ini bukan berarti umat Islam harus bersikap a priori dan anti terhadap sistem pendidikan dan dakwah yang ada sekarang ini. Penelaahan dan kajian ini dimaksudkan untuk mengambil hikmah, dan jika ditemukan segi-segi yang relevan dengan kehidupan sekarang ini, maka kita dapat mengembangkannya dengan tetap memperhatikan kondisi dan dinamika masyarakat modern.
Dalam menyebarkan agama Allah (Islam) serta dalam mendidik umatnya, Rasulullah SAW selalu menggunakan sistem dan metode dakwah dan pendidikan yang khas dan berbeda dengan kebanyakan sistem dan metode yang digunakan oleh tokoh-tokoh agama lain yang mendahuluinya.
Sistem dan metode dakwah Rasulullah SAW serta sistem dan metode pendidikan Nabi SAW (مدرسة النبوة) didasarkan pada sistem dan metode dakwah Al-Qur’an. Konsep dakwah (دعوة) dimaksudkan sebagai upaya menyeru dan mengajak orang untuk memeluk Islam; sedangkan konsep pendidikan (تربـية atau تأديب) dimaksudkan untuk memberikan pengertian, pemahaman dan kesadaran yang lebih baik tentang ajaran dan nilai-nilai ajaran Islam kepada umatnya.
Kedua sistem dan metode ini didasarkan pada firman Allah SWT:
ادع الى سبيل ربك بالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم بالتى هى احسن
Keberhasilan Rasulullah SAW dalam menegakkan ajaran dan nilai-nilai Islam serta dalam membangun umat dalam jangka waktu 32 tahun itu tidak bisa dilepaskan dari sistem dan metode dakwah serta pendidikan yang beliau lakukan.
Dalam menyeru dan mengajak orang untuk memasuki dan memeluk agama Allah (Islam) beliau melakukannya dengan cara-cara yang penuh dengan kebijakan (دعوة بالحكمة). Beliau tidak pernah memaksa, mengancam atau mengintimidasi seseorang agar bersedia menjadi pemeluk Islam. Hal ini sangat berbeda dengan yang dilakukan oleh para kaisar di Romawi yang memaksa warganya untuk memeluk agama tertentu. Dalam menyebarkan agama yang sesuai dengan agama sang Kaisar, tidak jarang mereka melakukan tindakan-tindakan kekerasan, pemaksaan, ancaman dan intimidasi. Bahkan tidak jarang seseorang yang tidak mau mengikuti agama sang Kaisar, berakhir dengan kematian di tiang gantungan atau mati dengan cara yang sangat memilukan di tengah arena yang penuh dengan binatang singa yang amat ganas. Rasulullah SAW juga tidak mengikuti pola penyebaran agama yang menggunakan kekuasaan dan harta sebagai iming-iming yang menggiurkan.
Beliau menyampaikan kebenaran Ilahy kepada setiap orang dan membebaskan mereka untuk memilih; menerima atau menolak dan mengikuti atau memalingkan diri. Tidak pernah sekalipun dalam sejarah perjuangannya, Rasulullah memaksa orang untuk memasuki ajaran Islam. Kalau pun ada tuduhan para sarjana Barat yang mengatakan bahwa Islam disebarluaskan dengan pedang (kekerasan dan peperangan), hal itu semata-mata karena kebencian para sarjana Barat, serta perasaan takut yang berlebihan terhadap kejayaan Islam dan umatnya. Sebab tidak sedikit para sarjana Barat yang netral dan bersimpati terhadap umat Islam, yang menentang pendapat dan pemikiran tentang kekerasan dan peperangan sebagai metode penyiaran agama Islam.
Sistem dan metode dakwah serta pendidikan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW adalah pemberian tauladan yang baik (موعظة الحسنة). Sistem dan metode ini terutama sekali beliau terapkan dalam mendidik para pengikut dan sahabatnya. Dengan sistem dan metode ini, beliau tidak pernah menyuruh atau meminta seseorang kecuali beliau sendiri juga mengerjakannya. Tidak seperti para pemimpin yang berlagak seorang raja, yang bisanya hanya main tunjuk semata; Rasulullah SAW selalu ikut serta bersama para sahabatnya bahu-membahu berjuang menegakkan syi’ar Ilahy. Bahkan tatkala membangun masjid untuk pertama kalinya di kota Madinah, beliau ikut serta bekerja dalam menyediakan batu-batu dan tanah yang diperlukan. Demikian pula ketika penduduk kota Madinah membangun sistem pertahanan parit (khandaq) dalam menghadapi ancaman serangan kaum kafir Quraisy, beliau bersama-sama dengan para penduduk ikut menggali dan mengangkut tanah galian.
Sistem dan metode dakwah ini juga selalu beliau terapkan setiap kali beliau menyampaikan butir-butir wahyu Ilahy kepada para sahabatnya. Hampir semua ayat-ayat al-Qur’an yang khitab-nya ditujukan kepada umat manusia pada umumnya dan orang-orang yang beriman pada khususnya, juga mencakup pribadi Rasulullah SAW. Kalau orang-orang yang beriman diwajibkan untuk melaksanakan sesuatu, seperti shalat, puasa, zakat, haji, menegakkan keadilan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah yang munkar; maka kewajiban tersebut juga berlaku bagi Rasulullah SAW. Demikian pula jika orang-orang yang beriman dilarang melakukan sesuatu, maka larangan tersebut juga berlaku bagi Rasulullah SAW.
Sedangkan sistem dan metode dakwah serta pendidikan ketiga adalah melakukan dialog dengan cara yang lebih baik (مجادلة بالتى هى احسن). Metode ini selalu beliau gunakan dalam melakukan dakwah, terutama jika menghadapi kaum yang beliau pandang memiliki pengetahuan yang lebih baik.
Sudah menjadi kebiasaan Rasulullah pada setiap musim haji mengunjungi kemah-kemah jemaah membicarakan masalah agama. Meskipun sebagian mereka tidak menghiraukan pembicaraannya, atau bahkan sebagian lagi menolaknya dengan tegas. Tetapi ada juga dukungan dari suatu kelompok yang tidak diduga-duga sebelumnya. Dikisahkan oleh Ibnu Ishaq, bahwa suatu saat beliau mengunjungi suatu kemah yang terdiri dari enam atau tujuh orang, yang rupanya berasal dari kota Yatsrib, “Dari suku mana kalian?” tanya Nabi. “Kami dari Khajraj”, jawab mereka. “Sahabat orang-orang Yahudi?” “Ya”. “Kalau begitu, mengapa kalian tidak duduk sebentar, agar aku dapat berbicara dengan kalian?” “Tentu saja!”, sahut mereka. Mereka pun duduk bersama Nabi di mana beliau menjelaskan kepada mereka tentang Tuhan yang sebenarnya dan tentang Islam serta membacakan beberapa ayat al-Qur’an.
Demikianlah Tuhan memberi inayah kepada Islam, bahwa di Yatsrib tinggal orang-orang Yahudi yang memiliki Kitab (Taurat) dan kebijaksanaan, sedang orang-orang Khajraj sendiri masih menganut agama berhala. Sering kali orang-orang Yahudi berperang dengan mereka. Orang-orang Yahudi selalu mengatakan kepada mereka bahwa “Tidak lama lagi akan datang seorang Rasul, kami akan mengikutinya, dan kami akan menang, sedang kamu akan binasa seperti binasanya kaum ‘Ad dan Iram”. Dan kini Rasul Tuhan itu sedang berada dan berbicara di hadapan mereka, menyeru mereka mempercayai Tuhan, maka mereka pun berkata satu sama lain: “Ketahuilah, sesungguhnya inilah Rasul yang disebut-sebut oleh orang Yahudi itu. Untuk apa kita membuang-buang waktu lagi. Mari kita menggabungkan diri sebelum didahului oleh orang-orang Yahudi”. Begitulah lalu mereka masuk Islam dan berkata kepada Rasul: “Bangsa kami telah lama terlibat dalam permusuhan, tetapi kini kiranya Tuhan akan mempersatukannya dengan perantaraan Anda dan ajaran-ajaran yang kami terima dari Anda”.
Masuknya beberapa orang Khajraj ini jelas sekali merupakan jerih payah beliau untuk selalu mengajak orang melakukan dialog atau diskusi. Dengan memberikan pengertian, pemahaman dan menjawab segala pertanyaan dan keraguan mereka yang diajak dialog, maka keinginan dan simpati akan mengikuti dengan sendirinya. Lebih-lebih jika metode dialog atau diskusi ini dilakukan pada momen-momen yang tepat, seperti yang terjadi dalam dialog antara Rasulullah dengan kaum Khajraj di atas.
Momentum peringatan maulid Nabi Muhammad SAW tahun ini agaknya sangat tepat untuk kita renungkan bersama, sekaligus mengambil hikmah dan pelajaran-pelajaran penting dari kisah perjuangan Rasulullah SAW dalam menegakkan ajaran dan nilai-nilai Islam, serta dalam membangun masyarakat madani (civil society) di kota Madinah.
Dengan demikian, kalau cita-cita kita bersama untuk mewujudkan masyarakat madani (civil society) di Indonesia ingin berhasil, maka acuan kita tiada lain adalah model dan pola perjuangan Rasulullah SAW dalam membangun masyarakat di kota Madinah.
Mengakhiri tulisan ini, saya ingin kembali mengingatkan kembali pernyataan Imam Malik bin Anas, ulama pendiri mazhab Maliki, sebagai berikut:
لا تصلح هذه الامة الا بما صلح به اولها
“Umat ini tidak akan mencapai kemaslahatan, kecuali dengan sesuatu yang telah memaslahatkan umat terdahulu”.
Thursday, June 28, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment