Thursday, June 28, 2007

Model Dakwah dan Pendidikan Nabi

Hampir setiap hari umat Islam selalu menjadikan pendidikan dan dakwah sebagai bahan ‎perbincangan dan diskusi. Pendidikan dan dakwah tidak saja telah menjadi istilah yang ‎amat populer di kalangan bangsa Indonesia umumnya dan umat Islam khususnya. Kedua ‎konsep di atas tidak saja dijadikan sebagai bahan perbincangan, diskusi, seminar dan ‎forum ilmiah lainnya, tetapi juga sering dijadikan “kambing hitam”. Tidak sedikit para ‎analis yang menyatakan bahwa kemunduran umat Islam diakibatkan oleh kesalahan dan ‎kekacauan yang ada pada pola atau sistem pendidikan dan dakwah di kalangan umat ‎Islam.‎
Tudingan semacam itu, memang tidak sepenuhnya salah atau bahkan untuk ‎sebagian besarnya benar. Itulah sebabnya, mau tidak mau kita harus kembali menelaah ‎dan mengkaji model atau pola pendidikan dan dakwah yang dikembangkan oleh ‎Rasulullah SAW. Penelaahan dan kajian terhadap model pendidikan dan dakwah Rasul ‎ini bukan berarti umat Islam harus bersikap a priori dan anti terhadap sistem pendidikan ‎dan dakwah yang ada sekarang ini. Penelaahan dan kajian ini dimaksudkan untuk ‎mengambil hikmah, dan jika ditemukan segi-segi yang relevan dengan kehidupan ‎sekarang ini, maka kita dapat mengembangkannya dengan tetap memperhatikan kondisi ‎dan dinamika masyarakat modern.‎
Dalam menyebarkan agama Allah (Islam) serta dalam mendidik umatnya, ‎Rasulullah SAW selalu menggunakan sistem dan metode dakwah dan pendidikan yang ‎khas dan berbeda dengan kebanyakan sistem dan metode yang digunakan oleh tokoh-‎tokoh agama lain yang mendahuluinya.‎
Sistem dan metode dakwah Rasulullah SAW serta sistem dan metode pendidikan ‎Nabi SAW (‎مدرسة النبوة‎) didasarkan pada sistem dan metode dakwah Al-Qur’an. ‎Konsep dakwah (‎دعوة‎) dimaksudkan sebagai upaya menyeru dan mengajak orang untuk ‎memeluk Islam; sedangkan konsep pendidikan (‎تربـية ‏‎ atau ‎تأديب‎) dimaksudkan untuk ‎memberikan pengertian, pemahaman dan kesadaran yang lebih baik tentang ajaran dan ‎nilai-nilai ajaran Islam kepada umatnya.‎
Kedua sistem dan metode ini didasarkan pada firman Allah SWT:‎
ادع الى سبيل ربك بالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم بالتى هى احسن
Keberhasilan Rasulullah SAW dalam menegakkan ajaran dan nilai-nilai Islam serta ‎dalam membangun umat dalam jangka waktu 32 tahun itu tidak bisa dilepaskan dari ‎sistem dan metode dakwah serta pendidikan yang beliau lakukan. ‎
Dalam menyeru dan mengajak orang untuk memasuki dan memeluk agama Allah ‎‎(Islam) beliau melakukannya dengan cara-cara yang penuh dengan kebijakan (‎دعوة ‏بالحكمة‎). Beliau tidak pernah memaksa, mengancam atau mengintimidasi seseorang agar ‎bersedia menjadi pemeluk Islam. Hal ini sangat berbeda dengan yang dilakukan oleh para ‎kaisar di Romawi yang memaksa warganya untuk memeluk agama tertentu. Dalam ‎menyebarkan agama yang sesuai dengan agama sang Kaisar, tidak jarang mereka ‎melakukan tindakan-tindakan kekerasan, pemaksaan, ancaman dan intimidasi. Bahkan ‎tidak jarang seseorang yang tidak mau mengikuti agama sang Kaisar, berakhir dengan ‎kematian di tiang gantungan atau mati dengan cara yang sangat memilukan di tengah ‎arena yang penuh dengan binatang singa yang amat ganas. Rasulullah SAW juga tidak ‎mengikuti pola penyebaran agama yang menggunakan kekuasaan dan harta sebagai ‎iming-iming yang menggiurkan. ‎
Beliau menyampaikan kebenaran Ilahy kepada setiap orang dan membebaskan ‎mereka untuk memilih; menerima atau menolak dan mengikuti atau memalingkan diri. ‎Tidak pernah sekalipun dalam sejarah perjuangannya, Rasulullah memaksa orang untuk ‎memasuki ajaran Islam. Kalau pun ada tuduhan para sarjana Barat yang mengatakan ‎bahwa Islam disebarluaskan dengan pedang (kekerasan dan peperangan), hal itu semata-‎mata karena kebencian para sarjana Barat, serta perasaan takut yang berlebihan terhadap ‎kejayaan Islam dan umatnya. Sebab tidak sedikit para sarjana Barat yang netral dan ‎bersimpati terhadap umat Islam, yang menentang pendapat dan pemikiran tentang ‎kekerasan dan peperangan sebagai metode penyiaran agama Islam.‎
Sistem dan metode dakwah serta pendidikan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW ‎adalah pemberian tauladan yang baik (‎موعظة الحسنة‎). Sistem dan metode ini terutama ‎sekali beliau terapkan dalam mendidik para pengikut dan sahabatnya. Dengan sistem dan ‎metode ini, beliau tidak pernah menyuruh atau meminta seseorang kecuali beliau sendiri ‎juga mengerjakannya. Tidak seperti para pemimpin yang berlagak seorang raja, yang ‎bisanya hanya main tunjuk semata; Rasulullah SAW selalu ikut serta bersama para ‎sahabatnya bahu-membahu berjuang menegakkan syi’ar Ilahy. Bahkan tatkala ‎membangun masjid untuk pertama kalinya di kota Madinah, beliau ikut serta bekerja ‎dalam menyediakan batu-batu dan tanah yang diperlukan. Demikian pula ketika ‎penduduk kota Madinah membangun sistem pertahanan parit (khandaq) dalam ‎menghadapi ancaman serangan kaum kafir Quraisy, beliau bersama-sama dengan para ‎penduduk ikut menggali dan mengangkut tanah galian.‎
Sistem dan metode dakwah ini juga selalu beliau terapkan setiap kali beliau ‎menyampaikan butir-butir wahyu Ilahy kepada para sahabatnya. Hampir semua ayat-ayat ‎al-Qur’an yang khitab-nya ditujukan kepada umat manusia pada umumnya dan orang-‎orang yang beriman pada khususnya, juga mencakup pribadi Rasulullah SAW. Kalau ‎orang-orang yang beriman diwajibkan untuk melaksanakan sesuatu, seperti shalat, puasa, ‎zakat, haji, menegakkan keadilan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah yang ‎munkar; maka kewajiban tersebut juga berlaku bagi Rasulullah SAW. Demikian pula jika ‎orang-orang yang beriman dilarang melakukan sesuatu, maka larangan tersebut juga ‎berlaku bagi Rasulullah SAW.‎
Sedangkan sistem dan metode dakwah serta pendidikan ketiga adalah melakukan ‎dialog dengan cara yang lebih baik (‎مجادلة بالتى هى احسن‎). Metode ini selalu beliau ‎gunakan dalam melakukan dakwah, terutama jika menghadapi kaum yang beliau pandang ‎memiliki pengetahuan yang lebih baik.‎
Sudah menjadi kebiasaan Rasulullah pada setiap musim haji mengunjungi kemah-‎kemah jemaah membicarakan masalah agama. Meskipun sebagian mereka tidak ‎menghiraukan pembicaraannya, atau bahkan sebagian lagi menolaknya dengan tegas. ‎Tetapi ada juga dukungan dari suatu kelompok yang tidak diduga-duga sebelumnya. ‎Dikisahkan oleh Ibnu Ishaq, bahwa suatu saat beliau mengunjungi suatu kemah yang ‎terdiri dari enam atau tujuh orang, yang rupanya berasal dari kota Yatsrib, “Dari suku ‎mana kalian?” tanya Nabi. “Kami dari Khajraj”, jawab mereka. “Sahabat orang-orang ‎Yahudi?” “Ya”. “Kalau begitu, mengapa kalian tidak duduk sebentar, agar aku dapat ‎berbicara dengan kalian?” “Tentu saja!”, sahut mereka. Mereka pun duduk bersama ‎Nabi di mana beliau menjelaskan kepada mereka tentang Tuhan yang sebenarnya dan ‎tentang Islam serta membacakan beberapa ayat al-Qur’an.‎
Demikianlah Tuhan memberi inayah kepada Islam, bahwa di Yatsrib tinggal orang-‎orang Yahudi yang memiliki Kitab (Taurat) dan kebijaksanaan, sedang orang-orang ‎Khajraj sendiri masih menganut agama berhala. Sering kali orang-orang Yahudi ‎berperang dengan mereka. Orang-orang Yahudi selalu mengatakan kepada mereka bahwa ‎‎“Tidak lama lagi akan datang seorang Rasul, kami akan mengikutinya, dan kami akan ‎menang, sedang kamu akan binasa seperti binasanya kaum ‘Ad dan Iram”. Dan kini ‎Rasul Tuhan itu sedang berada dan berbicara di hadapan mereka, menyeru mereka ‎mempercayai Tuhan, maka mereka pun berkata satu sama lain: “Ketahuilah, ‎sesungguhnya inilah Rasul yang disebut-sebut oleh orang Yahudi itu. Untuk apa kita ‎membuang-buang waktu lagi. Mari kita menggabungkan diri sebelum didahului oleh ‎orang-orang Yahudi”. Begitulah lalu mereka masuk Islam dan berkata kepada Rasul: ‎‎“Bangsa kami telah lama terlibat dalam permusuhan, tetapi kini kiranya Tuhan akan ‎mempersatukannya dengan perantaraan Anda dan ajaran-ajaran yang kami terima dari ‎Anda”. ‎
Masuknya beberapa orang Khajraj ini jelas sekali merupakan jerih payah beliau ‎untuk selalu mengajak orang melakukan dialog atau diskusi. Dengan memberikan ‎pengertian, pemahaman dan menjawab segala pertanyaan dan keraguan mereka yang ‎diajak dialog, maka keinginan dan simpati akan mengikuti dengan sendirinya. Lebih-‎lebih jika metode dialog atau diskusi ini dilakukan pada momen-momen yang tepat, ‎seperti yang terjadi dalam dialog antara Rasulullah dengan kaum Khajraj di atas.‎
Momentum peringatan maulid Nabi Muhammad SAW tahun ini agaknya sangat ‎tepat untuk kita renungkan bersama, sekaligus mengambil hikmah dan pelajaran-‎pelajaran penting dari kisah perjuangan Rasulullah SAW dalam menegakkan ajaran dan ‎nilai-nilai Islam, serta dalam membangun masyarakat madani (civil society) di kota ‎Madinah. ‎
Dengan demikian, kalau cita-cita kita bersama untuk mewujudkan masyarakat ‎madani (civil society) di Indonesia ingin berhasil, maka acuan kita tiada lain adalah ‎model dan pola perjuangan Rasulullah SAW dalam membangun masyarakat di kota ‎Madinah.‎
Mengakhiri tulisan ini, saya ingin kembali mengingatkan kembali pernyataan Imam ‎Malik bin Anas, ulama pendiri mazhab Maliki, sebagai berikut:‎
لا تصلح هذه الامة الا بما صلح به اولها
‎“Umat ini tidak akan mencapai kemaslahatan, kecuali dengan sesuatu yang telah ‎memaslahatkan umat terdahulu”.‎

No comments: