Thursday, June 28, 2007

Komunisme dalam Perspektif Agama

Komunisme dalam Perspektif Agama
Oleh
Huzni Thoyyar


A. Mukadimah
Wacana tentang Komunisme dalam hubungannya dengan agama sejatinya merupakan diskursus klasik, yang semenjak lama telah menjadi bahan diskusi di kalangan akademik, aktivis, dan praktisi sosial-politik. Bahkan masyarakat awam pun sesungguhnya dengan mudah dapat menyimpulkan wacana itu; bahwa tidak ada satu agama pun di dunia ini yang dapat menerima kehadiran Komunisme dalam seluruh aspeknya. Setiap orang yang beragama, bila ditanya bagaimana pandangannya tentang Komunisme, sudah pasti jawabannya sama; bahwa Komunisme adalah musuh agama; bahwa Komunisme bertentangan dengan prinsip-prinsip setiap agama; bahwa Komunisme dapat menghancurkan ajaran agama.
Kalau sekarang pada forum ini, kita kembali mewacanakan Komunisme dalam perspektif agama, tentu ini dalam rangka menumbuhkan sikap dan perilaku waspada akan kemungkinan hadirnya kembali Komunisme di bumi Nusantara tercinta ini. Dan memang tanda-tanda ke arah itu mulai muncul, terutama sejak masa-masa awal reformasi bergulir di negeri ini. Yang perlu mendapat perhatian dan kewaspadaan kita adalah bahwa benih-benih munculnya kembali faham itu, terutama berasal dari para aktivis muda negeri ini, yang memperoleh momentumnya melalui gerakan reformasi di Tanah Air.
Era kebebasan yang menyertai reformasi di negeri ini, secara sadar atau tidak, kiranya telah dimanfaatkan oleh para “aktivis kiri” untuk kembali menghidupkan gagasan dan pemikiran Karl Marx sebagai bapak pemikir Marxisme dan Komunisme. Kendati mereka tidak secara terang-terangan mengusung ideologi Komunisme, namun di balik pemikiran, gagasan, sikap, dan perilaku mereka yang kritis dan kekiri-kirian, kita dapat menduga bahwa Komunisme dan Marxisme kembali meresap ke dalam gerakan dan aktivitas sosial-politik mereka. Bila fenomena itu tidak kita waspadai, tidak menutup kemungkinan, pengaruhnya akan semakin luas dan menyebar di kalangan generasi muda kita.
Tulisan sederhana ini mencoba untuk mengkritisi beberapa gagasan, ide, dan gerakan Komunisme Marxisme dalam perspektif agama, yang dengannya diharapkan akan mampu membentengi masyarakat kita dari pengaruh ajarannya, sehingga kita tetap waspada dan mewaspadai kehadirannya di tengah masyarakat kita.
B. Komunisme dan Agama
Komunisme adalah salah satu faham dan ideologi di dunia yang memiliki cita-cita membangun masyarakat tanpa kelas. Dalam sejarahnya, Komunisme lahir sebagai reaksi terhadap kapitalisme di abad ke-19. Komunisme sebagai anti kapitalisme menggunakan sistem sosialisme sebagai alat kekuasaan, di mana kepemilikan modal atas individu sangat dibatasi. Prinsip semua adalah milik rakyat dan dikuasai oleh negara untuk kemakmuran rakyat secara merata. Komunisme sangat membatasi demokrasi pada rakyatnya, dan karenanya Komunisme juga disebut anti liberalisme.
Secara umum komunisme sangat membatasi agama pada rakyatnya, karena bagi mereka agama adalah racun yang membatasi rakyatnya dari pemikiran yang rasional dan nyata. Komunisme sebagai ideologi mulai diterapkan saat meletusnya Revolusi Bolshevik di Rusia tanggal 7 November 1917. Sejak saat itu komunisme diterapkan sebagai sebuah ideologi dan disebarluaskan ke negara lain.
Pembatasan terhadap agama ini secara tersirat dapat dilihat dalam “Manifesto Partai Komunis” (The Communist Manifesto), yang berbunyi:
Law, morality, religion, are to him so many bourgeois prejudices, behind which lurk in ambush just as many bourgeois interests (Undang-undang, moral, agama, baginya adalah sama dengan segala prasangka borjuis, yang di belakangnya bersembunyi segala macam kepentingan-kepentingan borjuis).
Pada bagian lain dari The Communist Manifesto juga dinyatakan secara jelas, bahwa: “There are, besides, eternal truths, such as Freedom, Justice, etc., that are common to all states of society. But communism abolishes eternal truths, it abolishes all religion, and all morality, instead of constituting them on a new basis; it therefore acts in contradiction to all past historical experience”.
(Kecuali itu, ada kebenaran-kebenaran yang bersifat abadi, seperti kemerdekaan, keadilan, dsb., yang lazim berlaku untuk segala keadaan masyarakat. Tetapi Komunisme menghapuskan kebenaran-kebenaran abadi, ia menghapuskan semua agama, dan semua moral, dan bukannya menyusun semuanya itu atas dasar yang baru; karenanya ia bertindak bertentangan dengan segala pengalaman sejarah yang lampau).
Gagasan dan analisis Marx dan Engels tentang agama yang tertuang dalam Manifesto Komunisme tersebut menunjukkan bahwa agama yang sarat dengan kebenaran abadi perlu dihapus untuk mewujudkan cita-citanya tentang masyarakat bebas kelas. Bagi Marx, perhatian dan penekanan agama pada dunia transenden (ghaib), non-material, dan harapan pada kehidupan setelah kematian membantu mengalihkan perhatian orang dari penderitaan nyata dan kesulitan dalam kehidupan mereka.
Sebagaimana kita ketahui bahwa bagi Karl Marx, agama adalah sekumpulan khayal (takhayul) atau lebih tepatnya khayalan-khayalan yang berdampak sangat jahat. Agama adalah contoh ideologi yang paling ekstrem. Agama adalah suatu sistem kepercayaan yang bertujuan sekadar memberi alasan untuk mempertahankan hal-hal yang ada di dalam masyarakat berjalan sesuai dengan kepentingan para penindas. Seperti dengan lugas dinyatakan Marx bahwa: “Agama adalah teori umum dunia ini... logikanya dalam bentuk yang populer... sanksi moralnya, penggenapannya yang sangat penting, landasan penghiburan dan pembenaran yang umum. Agama adalah perwujudan khayal manusia karena manusia tidak memiliki kenyataan. Karena itu, perjuangan melawan agama secara tidak langsung adalah perjuangan melawan dunia yang aroma spiritualnya adalah agama.”
Karl Marx juga menyatakan bahwa penderitaan keagamaan sekaligus merupakan suatu pernyatan mengenai penderitaan yang sesungguhnya dan suatu protes menentang penderitaan yang sesungguhnya. Agama adalah keluh-kesah mahluk tertindas, sentimen suatu dunia yang tak berperasaan, dan jiwa dari keadaan-keadaan tak berjiwa. Agama adalah candu rakyat. Marx jelas menganggap agama sebagai perwujudan dari ketertindasan, penderitaan, dan pembenaran atas tatanan sosial yang ada.
Karl Marx memandang agama semata-mata hanya untuk menenangkan orang dan memungkinkan mereka menerima keadaan sosial tempat mereka hidup dengan harapan akan adanya suatu kehidupan di kemudian hari ketika semua penderitaan dan kesengsaraan akan lenyap untuk selama-lamanya. Pandangan Marx tentang agama inilah yang kemudian dimanfaatkan oleh kelas penindas untuk melanggengkan tatanan sosial yang menguntungkan mereka.
Agama adalah fenomena universal dalam arti bahwa semua masyarakat mempunyai cara-cara berpikir dan pola-pola bertindak yang memenuhi syarat untuk disebut agama. Ketika membincangkan agama, maka akan tampak bahwa sebagian unsurnya berada dalam suprastruktur ideologis dan sebagian lagi berada dalam tataran struktur sosial. Yang termasuk ke dalam unsur-unsur ideologis antara lain lambang-lambang, citra, kepercayaan, dan nilai-nilai tertentu yang dengan semua ini manusia memahami dan menafsirkan keberadaan mereka di dunia. Yang termasuk ke dalam unsur-unsur struktur sosial antara lain peribadatan, pemilahan orang-orang ke dalam kedudukan-kedudukan tertentu yang terkait dengan gagasan keagamaan, dan ritual-ritual.
Karl Marx juga memandang agama dalam dua aspek, yakni agama sebagai sistem ideologi dan agama sebagai lembaga sosial. Sebagai ideologi, menurutnya, agama berfungsi sebagai seperangkat sanksi moral, khayal, penghibur atas kondisi ketidakadilan, penyelubung kenyataan, dan pembenar ketidaksetaraan. Dengan pandangan seperti ini jelas Marx menempatkan agama dalam konteks sosial-historis. Oleh karena itu, Marx menjelaskan gejala-gejala keagamaan dengan mempertimbangkan kondisi material tempat gejala tersebut muncul. Artinya, agama dipahami hanya dengan mengkaji hubungan antara agama sebagai wujud ideologi dengan kehidupan sosial-ekonomi dalam suatu babak sejarah tertentu.
Selain menempatkan agama sebagai sebentuk ideologi yang digunakan oleh kelas dominan untuk menyamarkan kenyataan dan mengendalikan kelas-kelas terhisap, Marx (dan Friedrich Engels) juga menjelaskan agama secara empiris dalam wujud analisis pertarungan kelas dalam suatu kurun waktu tertentu. Penekanannya bukan pada ideologi kelas dominan atau pandangan dunia pada suatu babak sejarah tertentu, tapi lebih pada pemilahan masyarakat ke dalam kelas-kelas dan pertarungan di antara kelas-kelas tersebut. Perlakuan terhadap gejala keagamaan ini mengungkapkan bahwa setiap kelas sosial mengusung ideologi tersendiri yang menampilkan kepentingan kelasnya masing-masing.
Marx dan juga Engels jelas melihat agama semata-mata berfungsi sebagai ideologi kelas. Agama adalah patokan kebenaran moral atas kepentingan kelas. Kelas tuan tanah, kaum agamawan dan bangsawan feodal, mewujudkan kepentingan kelas melalui agama
C. Beberapa Prinsip dan Taktik Komunisme yang
Perlu Diwaspadai
Untuk mewujudkan ideologi Komunisme dan melakukan ekspansinya secara luas, para pengikut Komunisme menggunakan beberapa prinsip, yaitu:
Pertama, sistem totaliter, yang menginginkan semua kegiatan seperti politik, ekonomi, sosial, agama, budaya, dan pendidikan berada di bawah kontrol dan dominasi negara.
Kedua, sesuai dengan pandangan faham ini terhadap agama, maka ideologi Komunisme menolak konsep dan ajaran Islam, Kristen dan berbagai agama lainnya.
Ketiga, sistem pemerintahan adalah kediktatoran proletariat dengan hanya satu partai, di mana semua organ pemerintah berfungsi menurut yang diinginkan penguasa, yaitu partai komunis. Tidak mengenal kelompok, kecuali kelompok yang mendukung pemerintah. Propaganda dan kekerasan dapat digunakan untuk mencapai tujuan. Pers sepenuhnya dikuasai negara.
Keempat, sistem ekonomi, di mana semua kegiatan ekonomi ditentukan negara, dihapusnya hak-hak perorangan atas alat-alat produksi; dan semua harta kekayaan seperti tanah, mineral, air, hutan, pabrik, tambang dan lain-lain, merupakan milik negara. Semua penduduk harus bekerja untuk negara dan individu merupakan alat untuk mencapai tujuan negara.
Kelima, memegang prinsip internasionalisme, yaitu cita-cita menjadikan seluruh dunia berfaham dan berideologi Komunisme.
Taktik yang digunakan untuk mewujudkan cita-citanya itu, adalah:
Pertama, melakukan infiltrasi dan subversi. Dengan memakai baju komunis, akan cepat ketahuan belangnya. Karena itu, mereka melakukan penyusupan. Kita masih ingat sejarah Syarkat Islam hingga pecah menjadi SI Merah dan SI Putih, infiltrasi ke dalam tubuh PNI.
Kedua, bermuka dua dan zig zag. Kaum komunis sebelum kuat benar, biasanya bermuka dua dan bersikap kompromistis, pura-pura bekerja sama, tetapi lawan-lawan politiknya satu persatu dihancurkan. Kaum komunis yang adalah atheis memandang agama sebagai racum bagi masyarakat, tetapi mereka pada waktu-waktu tertentu menerima Pancasila, suatu sikap yang sebenarnya sama sekali tidak dapat dipahami. Jadi, mereka selalu menyesuaikan sikap menurut situasi dan kondisi, zig zag, dan berkelok-kelok.
Ketiga, memanfaatkan pertentangan. Munculnya konflik SARA, kaya-miskin, buruh majikan, segera disambar oleh kaum Komunis sebagai lahan empuk untuk dieksploitasi. Bila lawan-lawan poltiknya melakukan sedikit saja kesalahan (termasuk kesalahan yang bersifat pribadi), maka akan diperas habis-habisan. Tidak jarang mereka melakukan tipu-muslihat, rayuan, dan dorongan agar lawan politiknya berbuat salah sehingga dapat diperasnya. Bila kaum komunis merasa diri telah kuat, perebutan kekuasaan secara kekerasan dan terang-terangan dilakukan.
D. Penutup
Selain sebagai ideologi dan faham politik, ekonomi, dan sosial, Komunisme juga sebuah aliran berfikir, yang berlandaskan berlandaskan kepada atheisme, yaitu faham yang mengabaikan dan menihilkan eksistensi Tuhan. Ia menjadikan materi sebagai asas segala-galanya, yang oleh karenanya sering disebut sebagai Materialisme. Sejarah masyarakat ditafsirkan berdasarkan pertentangan kelas dan faktor ekonomi.
Aliran yang lahir di Jerman di bawah asuhan Marx yang kemudian disebut sebagai Marxisme, kemudian menjelma dalam bentuk revolusi di Rusia pada tahun 1917 M, awal berdirinya Uni Soviet. Dari Uni Soviet inilah kemudian berkembang melalui tangan besi dan kekerasan.
Ekspansi faham dan ideologi dengan tangan besi dan kekerasan inilah, yang menyebabkan umat Islam di pelbagai belahan dunia mengalami banyak tekanan, intimidasi, tindak kekerasan, dan korban pembunuhan. Ini terjadi karena Komunisme dengan Islam bertentangan secara diamteral, baik secara ideologis dan pemikiran maupun metode perjuangannya.
Oleh karena itu, sudah sepantasnyalah apabila umat Islam dan seluruh rakyat Indonesia menolak faham dan ideologi komunisme; serta terus mewaspadai kemungkinan munculnya kembali di Tanah Air.
SemogaDarussalam, 11 Maret 2007

No comments: