2. Etika dan Akhlak
Kata etika dalam prakteknya sering disamaartikan dengan akhlak. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui kaitan antara etika dan akhlak ini. Secara terminologis, akhlak adalah sistem perilaku ini terjadi melalui satu konsep atau seperangkat pengertian tentang apa dan bagaimana sebaiknya akhlak itu harus terwujud. (Ahmadi dan Salimi, 1991:1999).
Kitab Al-Mu'jam al-Wâsit (Asmaran AS, 1992:2) mendefinisikan akhlak sebagai berikut:
الخلق حال للنفس راسخة تصدر عنها الأعمال من خير او شر من غير حاجة الى فكر ورؤية
Akhlak ialah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahirlah macam-macam perbuatan, baik atau buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.
Senada dengan definisi tersebut, Imam Gazali (Asmaran AS, 1992:2) mengartikan akhlak sebagai berikut:
الخلق عبارة عن هيئة فى النفس راسخة عنها تصدر الانفعال بسهولة ويسر من غير حاجة الى فكر ورؤية
AI-Khulq ialah sifat yang tertanam dalam jiwa yang menumbulkan macam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa memerlukan pemikiran dan pertimbangan.
Oleh karena itu, pada hakikatnya khulq (budi pekerti) atau akhlak ialah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian hingga dari situ muncullah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran. Apabila dari kondisi tadi timbul kelakuan yang baik dan terpuji menurut pandangan syari'at dan akal pikiran, maka ia dinamakan budi pekerti mulia (al-akhlâq al-mahmûdah) dan sebaliknya apabila yang lahir kelakuan yang buruk, maka disebutlah budi pekerti yang tercela (al-akhlâq al-mazmûmah). Al-khulq disebut sebagai kondisi atau sifat yang telah meresap dan terpatri dalam jiwa, karena seandainya ada seseorang yang mendermakan hartanya dalam keadaan yang jarang sekali untuk suatu hajat dan secara tiba-tiba, maka bukanlah orang yang demikian ini disebut orang yang dermawan sebagai pantulan dari kepribadiannya. Juga disyaratkan, suatu perbuatan dapat dinilai baik jika timbulnya perbuatan itu dengan mudah sebagai suatu kebiasaan tanpa memerlukan pemikiran. Sebab seandainya ada orang yang memaksakan dirinya untuk mendermakan hartanya atau memaksa hatinya untuk berdiam di waktu timbul sesuatu yang menyebabkan kemarahan dan hal itu diusahakan dengan sungguh-sungguh dan dipikir-pikir lebih dulu, maka bukanlah orang yang semacam ini disebut sebagai orang dermawan.
Di dunia pendidikan Islam juga dikenal istilah ilmu akhlak. Dengan melihat pengertian ilmu, yaitu mengenal sesuatu sesuai dengan esensinyaa, dan pengertian khulq, yaitu budi pekerti, perangai, tingkah-laku atau tabiat seperti yang tersebut di atas, maka ilmu akhlak, dilihat dari sudut etimologi, ialah upaya untuk mengenal budi pekerti, perangai, tingkah-laku atau tabiat seseorang sesuai dengan esensinya.
Kamus Al-Kautsar, mengartikan ilmu akhlak sebagai ilmu tata krama. (Asmaran AS, 1992:3) Jadi, ilmu akhlak ialah ilmu yang berusaha untuk mengenal tingkah-laku manusia kemudian memberi hukum/nilai kepada perbuatan itu bahwa ia baik atau buruk sesuai dengan norma-norma akhlak dan tata susila.
Sedangkan secara terminologi, di dalam Dâ'irat al-Ma'ârif dikatakan:
علم الاخلاق هو علم بالفضائل وكيفية اقتنائها لتتحلى النفس بها وبالرذائل وكيفية توقيها لتتخلى عنها
Ilmu akhlak ialah ilmu tentang keutamaan-keutamaan dan cara mengikutinya hingga terisi dengannya dan tentang keburukan dan cara menghindarinya hingga jiwa kosong daripadanya. (Asmaran AS, 1992:4).
Sementara itu Al-Mu'jam al-Wâsith memberikan definisi ilmu akhlak dengan :
علم الاخلاق علم موضوعه احكام قيمته تتعلق بالاعمال التى توصف بالحسن والقبح
llmu akhlak ialah ilmu yang objek pembahasannya adalah tentang nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatan manusia yang dapat disifatkan dengan baik atau buruk. (Asmaran AS, 1992:4)
Menurut Ahmad Amin ilmu akhlak ialah ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang manusia kepada orang lain, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia di dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apaapa yang harus diperbuat. (Asmaran AS, 1992:5)
Sedangkan Hamzah Ya'qub mengemukakan pengertian ilmu akhlak dengan mengatakannya sebagai berikut: "Adapun pengertian sepanjang terminologi yang dikemukaJcan oleh ulama akhlak antara lain: (a) ilmu akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara baik dan buruk, antara yang terpuji dan yang tercela, tentang perkataan atau perbuatan manusia lahir dan batin; dan (b) ilmu akhlak adalah ilmu pengetahuan yang memberikan pengertian tentang baik dan buruk, ilmu yang mengajarkan pergaulan manusia dan menyatakan tujuan mereka yang terakhir dari seluruh usaha dan pekerjaan mereka. (Asmaran AS, 1992:5)
The Encyclopaedia of Islam merumuskan: It is the science of virtues and the way how to acquire them, of vices and the way how to quard against them (Asmaran AS, 1992:5), (ilmu akhlak ialah ilmu tentang kebaikan dan cara mengikutinya, tentang kejahatan dan cara untuk menghindarinya).
Dari pengertian di atas kiranya dapat dirumuskan bahwa ilmu akhlak ialah ilmu yang membahas perbuatan manusia dan mengajarkan perbuatan baik yang harus dikerjakan dan perbuatan jahat yang harus dihindari dalam pergaulannya dengan Tuhan, manusia dan makhluk (alam) sekelilingnya dalam kehidupannya sehari-hari sesuai dengan nilai-nilai moral.
Perkataan etika berasal dari bahasa Yunani ethos yang berarti adat kebiasaan. Dalam pelajaran filsafat, etika merupakan bagian dari padanya. Di dalam Ensiklopedi Pendidikan diterangkan bahwa etika adalah filsafat tentang nilai, tentang kesusilaan, tentang baik dan buruk. Kecuali etika mempelajari nilai-nilai, ia merupakan juga pengetahuan tentang nilai-nilai itu sendiri. (Asmaran AS, 1992:6) Di dalam Kamus Istilah Pendidikan dan Umum dikatakan bahwa etika adalah bagian dari filsafat yang mengajarkan keluhuran budi (baik dan buruk). (Asmaran AS, 1992:6)
Ada beberapa istilah etika secara terminologi. New Masters Pictorial Encyclopaedia mendefinisikan etika sebagai berikut: Ethics is the science of moral philosophy concerned not with fact, but with values; not with the character of but the ideal of human conduct. (Asmaran AS, 1992:7). (Etika ialah ilmu tentang filsafat moral, tidak mengenai fakta, tetapi tentang nilai-nilai, tidak mengenai sifat tindakan manusia, tetapi tentang idenya).
Dictionary of Education mengartikan etika sebagai the study of human behavior not only to find the truth of things as they are but also to enquire into the worth or goodness of human actions. (Asmaran AS, 1992:6). (Etika ialah studi tentang tingkah-laku manusia, tidak hanya menentukan kebenarannya sebagaimana adanya, tetapi juga menyelidiki manfaat atau kebaikan dari seluruh tingkah-laku manusia).
Dalam kamus yang sama juga dikatakan: The science of human conduct, concerned with judgment of obligation (rightness or wrongness oughtness) and judgment of value (goodness and badness). (Asmaran AS, 1992:7) (Ilmu tentang tingkah-laku manusia yang berkenaan dengan ketentuan tentang kewajiban (kebenaran atau kesalahan kepatutan) dan ketentuan tentang nilai (kebaikan dan keburukan).
Dari berbagai definisi tentang etika dapat diklasifikasikan 3 jenis definisi: (a) yang menekankan pada aspek historis; (b) yang menekankan secara deskriptif; dan (c) yang menekankan pada sifat dasar etika sebagai ilmu yang normatif dan bercorak kefilsafatan.
Jenis pertama, etika dipandang sebagai cabang filsafat yang khusus membicarakan tentang nilai baik dan buruk dari perilaku manusia. Jenis yang kedua, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang membicarakan masalah baik buruknya perilaku manusia dalam kehidupan bersama. Definisi demikian tidak melihat kenyataan bahwa ada keragaman norma karena adanya ketidaksamaan waktu dan tempat, akhirnya etika menjadi ilmu yang deskriptif dan lebih bersifat sosiologik. Jenis ketiga, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat normatif, evaluatif, yang hanya memberikan nilai i~aik buruk terhadap perilaku manusia. Dalam hal ini tidak perlu menunjukkan adanya fakta, cukup memberikan informasi, menganjurkan dan merefleksikan. Atas dasar jenis definisi yang terakhir ini etika digolongkan sebagai pembicaraan yang bersifat informatif, direktif dan reflektif.
Penilaian bukan moral memainkan peranan terbesar dalam hidup sehari-hari; dan terus-menerus mengarahkan tindakan seseorang kepada yang dinilai baik, menyenangkan, berguna, adil, menarik, dan sebagainya. Nilai-nilai itu diselidiki oleh filsafat nilai atau aksiologi. Tetapi dalam etika, penilaian bukan moral hanya perlu diperhatikan sejauh ada kewajiban untuk melaksanakannya. Begitu pula pembahasan penilaian moral mengandaikan analisa pernyataan kewajiban terlebih dulu. Nilai moral direalisasikan dalam melakukan tindakan yang sesuai dengan kewajiban. Orang dinilai sebagai jujur, misalnya, karena tidak melakukan korupsi. Tentu saja penilaian itu hanya masuk akal, karena telah diandaikan bahwa korupsi itu sesuatu yang tidak boleh. Macam dan dalamnya nilai moral—apakah itu kesetiaan, kebesaran hati, kesucian, apakah orang itu sangat setia, atau sekali ini setia—tergantung baik dari kekhususan kewajiban moral maupun dari kekhususan situasi saat kewajiban itu dilakukan. Memberi makan kepada anak kecil dan menyelamatkannya dari rumah yang sedang dimakan api, sama-sama berarti melakukan kewajiban, tetapi nilai moral tindakan yang satunya lebih tinggi.
Inti etika adalah analisa pernyataan kewajiban. Penilaian bukan moral disinggung sejauh diperlukan dalam rangka pembicaraan pernyataan kewajiban. Dari bidang nilai-nilai moral dibicarakan kebebasan dan tanggung jawab.
Sebagai cabang dari filsafat, etika mempelajari tingkah-laku manusia untuk menentukan nilai perbuatan tersebut, baik atau buruk, maka ukuran untuk menentukan nilai itu adalah akal pikiran. Atau dengan kata lain, dengan akallah orang dapat menentukan baik buruknya perbuatan manusia. Baik karena akal menentukannya baik atau buruk karena akal memutuskannya buruk.
Oleh karena itu, Hamzah Ya'qub menyimpulkan merumuskan: "Etika ialah ilmu yang menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran".(Asmaran AS, 1992:7)
Meskipun pemakaian istilah etika sering disamakan dengan pengertian ilmu akhlak, namun apabila diteliti secara seksama, maka sebenarnya antara keduanya mempunyai segi-segi perbedaan di samping juga ada persamaannya. Persamaannya antara lain terletak pada objeknya, yaitu keduanya sama-sama membahas baik-buruk tingkah laku manusia. Sedang perbedaannya, etika menentukan buruk-baik perbuatan manusia dengan tolok ukur akal pikiran. Sedangkan ilmu akhlak menentukannya dengan tolok ukur ajaran agama (al-Qur'an dan al-Hadits).
Dalam kajian keilmuan, kata akhlak memiliki padanan makna dengan etika. Menurut Ahmad Amin, (1993:3), etika adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh sebagian manusia kepada lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus diperbuat.
Menurut Achmad Charris Zubair (1990:13) etika adalah suatu istilah yang berasal dari bahasa Yunani "ethos" yang berarti watak kesusilaan atau adat istiadat. Secara etimologis, etika adalah ajaran tentang baik-buruk, yang diterima umum tentang sikap, perbuatan, kewajiban, dan sebagainya. Pada hakikatnya moral menunjuk pada ukuran-ukuran yang telah diterima oleh sesuatu komunitas, sementara etika umumnya lebih dikaitkan dengan prinsip-prinsip yang dikembangkan di pelbagai wacana etika, atau dalam aturan-aturan yang diberlakukan bagi suatu profesi. Akhir-akhir ini istilah etika mulai digunakan secara bergantian dengan filsafat moral sebab dalam banyak hal filsafat moral juga mengkaji secara cermat prinsip-prinsip etika (Haricahyono,1995:221-222).
Dalam kaitannya dengan norma sekolah, sekolah mempunyai dua fungsi utama (Darmodiharjo, 1981:19) yakni fungsi psikologis dan fungsi sosial. Dengan demikian, maka sekolah memiliki fungsi membimbing perkembangan kondisi psikologis dan membantu mempersiapkan peserta didik sebagai anggota masyarakat bagi kehidupan masyarakat mendatang.
Dengan demikian, sekolah mempunyai peluang besar dalam mempengaruhi perkembangan anak. Sekolah juga merupakan organisasi yang memiliki beberapa tujuan dalam mempersiapkan manusia, dalam arti sebagai tujuan untuk mengembangkan kualitas pribadi, termasuk penanaman nilai-nilai dan norma-norma, dan berorientasi pada norma-norma tertentu (Soelaeman, 1994 :86).
C. Metode Penelitian
Jenis data dalam penelitian ini adalah data tertulis. Sedangkan sumber data yang digunakan adalah kitab Ta'lim al-Muta'allim. Kitab ini merupakan sumber utama (sumber primer), sedangkan sumber sekunder dilengkapi dengan buku-buku lain yang membahas etika. Penelitian ini menggunakan metode analisis isi (content analysis), yaitu suatu metode yang digunakan untuk memperoleh keterangan dari suatu isi komunikasi yang disampaikan dalam bentuk lambang atau bahasa (Rakhmat, 2004:89). Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan teknik studi kepustakaan atau dokumentasi.
Thursday, June 28, 2007
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment